***
"Nyonya muda? Apa yang anda lakukan? Kenapa anda ada di dapur?" tanya pelayan Damar. Ia panik melihat nyonya mudanya sedang berkutat di dapur.
"Memasak. Apa lagi yang orang kerjakan di dapur?" sahut Aisyah tenang menggedikan bahu santai.
"Maksud saya, nyonya tak perlu masak. Jika tuan muda melihat anda masak. Saya lah yang akan di hukum."
Andai bapak tau. Kalau aku tak masak, aku lah manusia pertama pagi ini yang akan di hukum olehnya.
"Menghukum bapak? Bapak bercanda? Pak Damar, aku kasih tau yah. aku di sini sebagai pembantu, bukan nyonya. Hehe. Dia menikahi ku untuk di jadikan babu."
Pak Damar menghela napas kasar. Ia tak tahu bagaiman menghadapi nyonya nya yang keras kepala ini. Tapi, Aisyah juga tidak bersalah kan?
"Sebenarnya nyonya masak apa?" tanyanya, tak ingin lagi menghentikan Aisyah yang memang tak bisa di hentikan.
"Ah aku masak, tumis udang dan cumi. Kayak nya enak untuk menu makan malam."
"Baiklah. Kalau begitu biar saya bantu."
Aisyah mengangguk pelan, kali ini ia tak ingin terkena cibiran pedas Ikhsan lagi.
***
prakk!
Tempat pulpen yang tertata rapi di meja itu, Ikhsan lemparkan. Kini ia memijit keningnya yang terasa nyut-nyutan. Dia sendiri masih begitu bingung. Entah apa yang terjadi padanya. Dulu, saat dia di London. Dia begitu banyak merencanakan penyiksaan terhadap Asiyah. Tapi, kini setelah menikahinya Ikhsan malah tak sanggup melakukan satu pun rencananya.
Tring! Tring!
Handphone di hadapannya berdering. Ikhsan tak ambil peduli, ia membiarkan ponselnya bergetar di meja itu. Ia masih sibuk memijit kening yang nyut-nyutan.
Tapi ponsel itu terus berdering, begitu memekakkan telinga Ikhsan. Ia menjulurkan tangannya, guna melihat siapa yang begitu gila berani menelpon sang presdir ini secara terus-menerus.
"Papa?" gumamnya, melihat nama di ponsel itu. Ikhsan dengan malas mengangkatnya, belum sempat Ikhsan berbicara. Ia sudah di serang lebih dulu dengan rentetan pertanyaan dari papa tercinta.
"Ikhsan, kenapa kamu nikah sama Aisyah enggak bilang Papa?! Mau jadi anak durhaka kamu?! Nikah tanpa restu orang tua!" Pekik Papa Ikhsan dengan suara lantang di sebrang telpon. Kelihatan jelas pak tua itu, Tuan Arsindath yang hebat itu sedang marah besar di sana.
"Papa tau dari mana?" tanya Ikhsan menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia takut, jika beberapa menit lagi masih menempel di telinganya. Mungkin dia akan jadi orang tuli.
"Papa tau dari papanya Aisyah! Kamu nikahin anak orang tapi enggak pakai pesta! Ngerti etika gak sih! Malu papa, nikahnya anak tunggal tapi gak ada pesta! Kamu ngerti arti pernikahan gak sih?"
Apa itu pernikahan? aku cuma berniat menyiksa Aisyah saja.
Batin Ikhsan tanpa dosa. Sungguh, Ikhsan benar-benar menodai ikatan suci pernikahan.
"Bukan enggak ada pa, Belum di laksanain. Jadwal Ikhsan padat, jadi belum bisa. Lagian orang tuanya Aisyah udah restu kok. Santai aja, nanti juga bakal ada perayaan."
"Kamu ini di bilangin jawab mulu! Pokoknya ntar malam kamu pulang ke rumah utama kita. Bawa Aisyah juga!" titah Papa Ikhsan yang langsung mematikan ponselnya. Sikap yang sangat bossy. Ikhsan sudah terbiasa, ia sadar sekali sikap bossy nya ini menurun dari Papanya.
***
Pukul sudah menunjukkan jam delapan malam. Semua makanan sudah tertata rapi di meja makan yang besar itu. Dengan Aisyah duduk lesu di salah satu kursinya.
"Tuan muda sudah pulang? Nyonya muda sudah menunggu tuan." lapor Damar, saat sebelum nya Ikhsan menanyakan keadaan Aisyah kepada Damar.
Ikhsan melangkahkan kaki jenjang miliknya menuju meja makan. Tampak seorang gadis mungil duduk lesu di salah satu kursinya.
"Ganti baju kamu, pakai ini. Kita bersiap." Titah Ikhsan melemparkan totabag berisikan gaun.
"Apa ini?" tanya Aisyah membuka totabag nya, tampak sebuah gaun abu-abu yang indah. "Kita mau kemana?" Tanya Aisyah lagi, ia tentu sudah menduga akan pergi saat Ikhsan memberikan baju semewah ini.
"Kerumah orang tua ku. Kalau di ingat-ngat lagi, kita belum minta restu mereka sampai sekarang."
"Buat apa restu? Emang jadi pembantu butuh restu?" Entah apa yang merasuki Aisyah, kali ini dialah yang mencibir balik Ikhsan. Sungguh, malam ini Aisyah sangat berani. Ia kenal baik dengan orang tua Ikhsan, baik papa maupun mamanya.
"Sepertinya aku terlalu lembut dan memanjakan kamu! Hingga kamu berani berkata seperti ini pada ku! Ka-uuu!!" geram Ikhsan, ia lagi-lagi mencengkram kuat kedua lengan Aisyah, menatap tajam Aisyah dengan mata elang miliknya.
Aisyah tak bisa berbicara, hanya ringisan yang dapat keluar dari bibir tipisnya. Tapi kali ini, Ikhsan seperti tidak memiliki hati. Masih terus mencengkram erat Aisyah.
Aisyah meronta, ia mengangkat tangannya mencoba mendorong paksa Ikhsan.
"Kamu? Apa ini?! Kenapa bisa begini?!" bentak Ikhsan, ia memegang tangan kiri Aisyah, tampak jari telunjuk nya terbalut perban dengan rapi.
"Ini luka. Kau tak bisa melihat?" Sahut Aisyah. Ia ingat tadi sewaktu memotong bawang, tak sengaja pisau itu juga mengiris kulitnya. Membuat jarinya mengucurkan darah segar.
"Kenapa jari mu bisa terluka?! Bukankah sudah aku katakan untuk tidak masuk ke dapur lagi! Kenapa bisa terluka?!" pekik Ikhsan lagi, kali ini dia terlihat jauh lebih menyeramkan.
"Ini aku yang ceroboh, Aku terluka karna kecerobohan ku sendiri. Aku memotong bawang, tak sengaja tangan ku juga ikut teriris."
"Kamu memasak?! Bukankah sudah aku katakan biar pelayan Damar yang mengerjakan seluruh tugas di rumah ini! Kamu tidak perlu ikut campur! Apa kamu tidak mengerti juga?!"
Aisyah diam, ia tak ingin lagi menjawab perkataan Ikhsan. Jika di jawab, maka masalahnya tak kan selesai. Lebih baik Aisyah diam saja.
"Kenapa diam?! Apa kamu tidak mengerti titah ku! Hei ingat! Kamu hanya lah perempuan yang aku beli dengan harga 15 M dari orang tua mu, jangan berani melawan titah ku!"
Plakkk!!
Tamparan Aisyah menyisahkan bekas merah lebam di sana. Selama ini Aisyah diam mendengar cibiran Ikhsan. Tapi berbeda kali ini, Ikhsan melukai harga diri Aisyah sebagai perempuan dan juga menghina orang tuanya. Membuat Aisyah tak sungkan mengangkat tangannya.
Ikhsan yang murka menarik paksa Aisyah masuk ke kamarnya. Ikhsan dengan tergesa - gesa menarik Aisyah. Dia mendorong tubuh mungil Aisyah ke dalam Bath up. Ikhsan menyalakan shower yang akan menjatuhi Air bersuhu dingin. Air itu mengguyur basah tubuh Aisyah. Belum puas, Ikhsan masih menyiraminya dengan Air es.
"Kamu dengar perkataan ku! Kamu ini mainan untuk ku! Jangan berani-beraninya dengan ku! Karna aku selalu berada dua langkah di depan kamu! Kau mengerti kan?" sinis Ikhsan, ia mencengkram erat Dagu Aisyah. Sebelum akhirnya melenggang meninggalkan Aisyah yang sudah basah ke dinginan di sana.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Wirda Wati
suami gila
2023-04-25
0
Sri Rahayu
sy rasa kasus korupsinya ayh Aisyah adalah akal-akalan ikhsan agar bisa balas dendam sama Aisyah
2021-02-17
2
Sulastri Sulastri
sungguh suami yang sangat kejam... blm dapet karmanya aj.
2021-02-14
0