Faith
"Sasa, sarapannya udah siap, Nak!" suara Ibu memanggil Farasya Zalia, putrinya.
"Iya, Bu," jawab gadis berusia 17 tahun yang sebentar lagi lulus dari SMA itu. Ia tinggal bersama Ibu sementara Ayah hanya sebulan sekali pulang karena bekerja diluar kota.
Sambil bersenandung ia menuju ruang makan.
....
you' re who i'm thinking of
girl you ain't my runner up
and no matter what you're
always number one
.....
Lirik lagu itu adalah untaian kata favorit yang pertama kali Sasa dengar dari bibir pacarnya. Rizki, sang kapten basket di sekolah.
"Pelan! Ibu ga minta," ucap ibu terkekeh sambil membersihkan sisa makanan di pipi putri semata wayangnya.
"Hehe abis enak sih. Masakan ibu juara," puji gadis itu sekaligus membela diri. Namun ia memang mengakui masakan Ibu selalu enak.
"Bu, nanti setelah pulang sekolah, Sasa mau ke butik Koh Akong buat cek kebaya. Udah jadi apa belum ya?" pamitnya meminta izin setelah selesai makan.
"Iya, hati hati ya. Udah sana berangkat! Jam sembilan tuh, Tayo pasti nungguin di halte."
Sasa hanya tersenyum lebar mendengar ucapan ibunya. Setelah berpamitan, ia berjalan ke arah halte bus Transjakarta yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Hari ini adalah hari Sabtu, jalanan lebih senggang dari hari biasa karena anak sekolah rata-rata sudah libur.
Memasang earphone, Sasa menikmati perjalanan sambil mendengarkan lagu dari JB. Iya, dia adalah Beliebers garis keras. Sampai akhirny tak terasa bus sudah berhenti di halte dekat sekolah.
"Mmmm, pasti bakalan rindu tempat ini," batin Sasa setelah memandangi sekeliling sekolah.
Ia melangkahkan kaki menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku paket yang dipinjam beberapa bulan lalu untuk persiapan UN. Saat makin dekat perpustakaan, telinganya menangkap suara yang sudah tidak asing lagi.
"Kii, lu harus bilang ama Sasa ASAP!"
"I know, but ... ini ga mudah, Clar!"
"Gue ga bisa kayak gini. Dia yang jadi duri dalam hubungan kita."
Mendengar percakapan itu, detakan jantung Sasa berpacu lebih cepat. Ia hafal benar suara Rizki juga suara Clarisa. Sahabat baik yang hampir dua belas tahun ini sekolah bersamanya.
"Sasaa!" ucap keduanya berbarengan setelah melihat Sasa muncul dari balik dinding.
"Siapa yang jadi duri?" tanya Sasa yang membuat mereka kaget.
"Sa, aku bisa jelasin," kata Rizki terbata-bata.
"Pliss, gue dah capek kaya gini. Sa, lu harus tau, gue dan Rizki minggu depan tunangan lalu kita akan berangkat ke Sidney, " jelas Clarisa sambil menarik tangan Rizki.
Sasa terhuyung, seperti ada godam keras memukul dadanya setelah mendengar ucapan Clarisa. Dilihatnya mata Rizki yang tidak bisa menyanggah ucapan Clarisa. Jadi bisa diartikan bahwa kalimat yang baru ia dengar itu benar. Dengan pandangan tak percaya ia menatap wajah dua orang yang sangat disayanginya itu bergantian, tapi mimik wajah mereka seakan menjelaskan bahwa semua ini benar.
"Jadi ini hadiah perpisahan kita?" tanya Sasa sambil menyeka air mata di pipi .
Namun sebelum Rizki sempat menjawab pertanyaan Sasa, Clarisa lebih dulu mendaratkan ciuman di bibir Rizki untuk membungkamnya.
"Clar! Are you kidding me!" bentak Rizki yang membuat Sasa ikut kaget.
"Udahlah, apa lagi yang perlu dijelasin? Toh nanti dia juga akan tau kan?" Clarisa manja memeluk Rizki
"Tap--" Rizki belum selesai berbicara, tapi lagi lagi Clarisa mendaratkan ciuman di bibirnya.
Melihat adegan sinetron di hadapannya, Sasa tidak tahan. Ia harus segera pergi, sebelum air matanya luruh. Tanpa pamit gadis malang itu berlari meninggalkan mereka yang masih berpelukan.
"Sakit, Kii! Sakit!" jeritnya lirih dalam tangis.
Tanpa terasa Sasa berlari sampai di taman. Tempat Ia dan Rizki biasa lari sore tiap hari. Tangisnya makin deras, hingga isakan keluar dari mulutnya.
Sasa kesal! Entah apa yang menuntun kakinya kemari, yang Sasa tahu, ia hanya ingin berlari menjauh secepatnya dari mereka.
Namun tanpa sepengetahuan gadis itu, ada sepasang mata biru langit yang memandangnya dari dalam mobil .
"Another stupid girl!" cibir pemilik mata biru langit seraya membuang putung rokok. Tak lama kemudian, ia memacu mobil mewahnya meninggalkan Sasa yang masih menangis.
Kring!
Bunyi notifikasi WhatsApp menyadarkan Sasa dari lamunannya. Entah sudah berapa lama ia termangu di tempat itu. Air matanya sudah habis, tapi pipinya masih basah.
Ibu: sayang udah selesai belum kebaya nya?
Sasa: belum bu
Ibu: ya udah
Ibu: pulangnya hati hati sayang
Ibu: ibu tunggu dirumah
Sasa: otw pulang bu
Sasa melangkahkan kaki menyusuri jalanan menuju rumah. Menengadahkan kepala ke langit, ia baru menyadari ternyata hari hampir senja. Setengah berlari gadis itu menuju rumah karena takut membuat Ibu khawatir.
"Assalamualaikum. Bu, Sasa pulang!" Gadis itu berdiri di depan pintu rumahnya.
"Waalaiikumsalam!" jawab Ibu sambil membukakan pintu. "Ya ampun Sasa. Jam berapa ini kok baru pulang?"
Tanpa aba-aba Sasa memeluk ibunya. Sementara itu sang Ibu hanya mengelus rambut putrinya tanpa mengucapkan apapun. Namun, insting wanita itu mengatakan pasti ada yang tidak beres.
Ibu menuntun Sasa masuk ke kamar kemudian mencium keningnya dan berkata, "Mandi dulu. Nanti baru bicara ama Ibu ya."
Sepeninggal Ibu, sebenarnya Sasa masih ingin menangis. Tapi suara adzan dari mushola dekat rumah menahan air matanya untuk menetes. Dengan langkah lemas ia menuju kamar mandi untuk menyegarkan badan, menangis seharian ternyata cukup melelahkan.
Di ruang makan, Kinanti menatap putrinya tanpa sepatah kata pun. "Putriku sudah dewasa," batinnya.
"Bu, Sasa tidur ya," ucap Sasa setelah hampir setengah jam hanya mengaduk aduk makanan di piring .
"Ya, udah. Nanti kalau udah tenang baru cerita ya?" bujuk Ibu lembut.
Sasa menahan sekuat mungkin air mata untuk tidak jatuh di hadapan Ibu. "Huum." Hanya itu kata yang keluar dari bibirnya.
Di dalam kamar kembali Sasa meluapkan rasa kecewa dengan membenamkan wajah di bantal, tidak ingin suara tangisnya terdengar ibu .
Di luar kamar, Kinanti menatap kamar putrinya dengan kepedihan.
"Maafin Ibu, Sa. Semua salah ibu," pinta Kinanti sambil menyentuh pintu kamar Sasa .
Mendengar ibunya menangis dan minta maaf, Sasa merasa ada yang aneh. Sasa membersihkan air mata diwajahnya kemudian membuka pintu dan mendapati sang ibu terduduk di samping pintu kamarnya dengan menunduk.
"Ibuuu!" jerit Sasa terkejut melihat ibunya menangis di lantai.
"Sa, udah waktunya Ibu cerita sama Sasa," jawab Kinanti menatap wajah putrinya.
"Kenapa, bu?" tanya Sasa ikut menangis melihat ibunya menangis.
"Semua ini bermula di saat ibu berumur dua puluh tahun. Saat itu Ibu masih kuliah ...."
Kinanti menceritakan asal mula kisah cinta dan perjuangan cinta bersama Arjuna, sang suami .
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Diniar Thv
setelah bertahun tahun ku tinggalkan dunia pernovelan ini, kembali ku baca cerita ini karena rindu
2024-04-23
0
𝐙⃝🦜尺o
setelah 2 thn,,, kembali mengulang baca lagi
2022-12-24
0
Ifa Fauzi
good
2022-01-15
0