"Desy," panggil Arum setelah melaksanakan sholat jamaah.
"Iya, ada apa Arum?" tanya Desy berjalan menghampiri Arum yang tengah duduk di dekat loker setelah menumpuk sajadah bersama tumpukan sajadah milik santri lain yang sekamar dengannya.
"Aku lapar, nyari makan yuk!" ajak Arum dengan ekspresi wajah memelas.
"Baiklah, ayo kita pergi makan!" Desy berdiri berjalan mendekat ke arah loker mengambil sebuah kartu kotak kecil berwarna hijau terlihat jelas ada stempel berwarna hitam bertuliskan pp. Toriqol jannah.
"Des, kamu mau makan?" tanya Sinta yang baru saja selesai merapikan mukenah dan menumpuknya di tempat tumpukan mukenah dengan begitu rapi, sampai mukenah yang di tumpuk asal oleh Desy ikut di rapikan olehnya.
Sinta memang pribadi yang rapi dan bersih, jika ada sesuatu yang tak enak di pandang Sinta jadi orang pertama yang akan membersihkannya.
"Iya, kamu mau ikut?" tanya Desy.
"Iyalah, mana mungkin Aku berangkat sendiri ke kantin males banget." Jawab Sinta berjalan mendekat ke arah loker dan mengambil kartu yang sama seperti kartu yang di ambil oleh Desy tadi. Arum mengernyit bingung melihat kartu hijau yang di bawa oleh Kedua temannya.
"Tunggu!" cegah Arum.
"Ada apa Arum?" tanya Desy dan sinta bingung.
"Itu kartu apa?" tanya Arum.
"Oh, ini kartu untuk di tukar di kantin." Jawab Desy.
"Di tukar, maksudnya gimana ya?" Arum yang memang tak mengerti mulai bertanya.
Arum masuk ke dalam pesantren dengan cara yang berbeda, sebenarnya orang tua Arum menyuruh Arum untuk nyantri bukan tanpa sebab melainkan punya tujuan lain.
Fia dan Uqi sepakat akan menjodohkan Arum dengan salah satu dari si kembar Hasan, Husein. Untuk mewujudkan keinginan keduanya maka Arum di kirim ke pesantren. Awalnya Arum akan belajar khusus dengan ke dua putera Uqi tapi karena Arum menginginkan menjadi santri sesungguhnya Uqi tak bisa berbuat apa-apa selain mengabulkan keinginan calon menantunya itu.
Alhasil Arum tak memiliki kartu atau kitab yang biasa di dapatkan oleh santri baru, dan kemarin Husein membelikan semua kebutuhan Arum untuk jadi santri. Walaupun awalnya Arum menolak tapi pada akhirnya Husein berhasil membujuknya.
"Di pesantren ini kita tidak membayar pakai uang jika ingin makan, melainkan pakai kartu ini." Desy menunjukkan kartu yang telah dia pegang.
"Aku tidak punya kartu seperti itu, di mana Aku bisa dapat kartu itu?" tanya Arum yang memang tak mengerti apapun tentang rencana perjodohan yang telah di rencanakan untuknya.
"Whatt??? kok bisa gak punya? memang wktu kamu daftar ke kantor kemarin gak di kasih kartu ini?" Desy yang terkenal suka asal ceplos langsung melayangkan pertanyaan.
"Kantor? Aku kemarin langsung ke rumah Umik dan gak ke kantor. Soalnya Bundaku bilang Aku di suruh langsung ke rumah Umik."Jelas Arum apa adanya.
"Loh, kok bisa gitu? apa kamu saudara Umik?" tanya Sinta yang mulai kepo setelah mendengar penjelasan Arum.
"Assalamualaikum," Arum belum sempat menjawab sudah di potong dengan kedatangan Hana.
"Waalaikum salam," jawab ketiganya yang langsung mengalihkan pandangan ke arah Hana yang baru saja datang.
"Mbak Hana tumben ke sini, ada apa?" tanya Desy yang merasa aneh dengan kedatangan Hana.
Hana adalah Haddam khusus untuk keluarga Uqi, dia seorang yatim piatu yang di tolong oleh Uqi dan Ilzham. Waktu itu umur Hana baru tujuh tahun, Hana setiap hari menjajakan koran dekat lampu merah sampai suatu hari Hana di palak oleh seoranh pereman dan kebetulan Uqi yang hamil sembilan bulan sedang ngidam cireng yang di jual di dekat lampu merah. Dulu sepulang sekolah Uqi sering membelinya dan waktu hamil dia ingin kembali memakan cireng langganannya waktu sekolah.
Hana kecil tengah berusaha melawan mempertahankan apa yang telah dia punya, meski nilainya tak seberapa tapi menurut Hana uang yang dia pertahankan begitu berharga.
Ilzham yang kebetulan berada di dekat Hana terus saja diam memperhatikan, awalnya dia tak mau ikut campur urusan orang apalagi sang istri sedang hamil. Tapi melihat Hana kecil di tampar dan menangis tersedu-sedu membuat hati nurani Ilzham meronta, akhirnya Ilzham menolong dan membawa Hana pulang setelah lama berbincang tentang kehidupan Hana. Ilzham yang tak mudah percaya pada seseorang masih terus mencari informasi tentang keluarga Hana hingga di menemukan fakta jika Hana benar-benar anak yatim piatu, kedua orang tua Hana telah meninggal dan keluarga Hana berada jauh di kampung, keluarga Hana tergolong keluarga kurang mampu maka dari itu mereka tak mampu menampung Hana jadi dengan segala pertimbangan Ilzham mengangkat Hana sebagai keluarganya. Hana bersekolah sama seperti yang lain tapi setelah dewasa dia memilih menjadi haddam dan mengabdi ke keluarga Ilzham juga pesantren.
"Saya di suruh Umik untuk manggil Mbak Arum." Jawab Hana.
"Saya?" Arum menunjuk dirinya sendiri mendengar jawaban Hana.
"Iya, Mbak," jawab Arum.
"Umik manggil saya ada apa?" tanya Arum polos.
"Maaf Mbak saya tidak tahu." Jawb Hana sopan.
"Sudahlah Arum, ikut saja apa kata Hana." Ujar Sinta.
"Tapi Aku ingin makan bareng kalian." Rengek Arum.
"Makan dengan kita bisa nanti, yang penting sekarang kamu ikut Hana dulu." Usul Sinta.
"Beber itu Arum, perintah guru lebih utama," sahut Desy.
"Tumbenkamu beber Des," ucap Sinta menyenggol tangan Desy dengan sikutnya.
"Aku selalu bener Sin, kalu gak bener kagak bakal ada di sini." Jawab Desy.
"Sudahlah jangan ribut! Aku ikut Mbak Hana saja ya, Assalamualaikum." Pamit Arum berjalan keluar menggandeng tangan Hana.
"Waalaikum salam," sahut kedua gadis yang kini justru tersenyum lucu melihat sikap Arum sambil geleng-geleng kepala.
*******
"Assalamualaikum," ucap Arum dan Hana bersamaan, kali ini Hana mengajak Arum masuk ke dalam rumah Uqi lewat pintu belakang, semua keluarga tengah duduk di meja makan seperti biasa.
"Waalaikum salam, sini Nak!" Ibu melambaikan tangan memanggil Arum.
"Iya, Umik" Arum berjalan mendekat ke arah Uqi sedang Hana segera pergi menemui Pak Marto yang menunggu Di rumahnya.
Marto adalah suami Hana, mereka berdua menjadi haddam sekaligus keluarga Ilzham karena memiliki nasib yang sama, Ilzham dan Uqi sepakat membuatkan sebuah rumah yang tak jauh dari pesantren karena Hana bisa datang kapanpun saat Uqi membutuhkannya. Selama hamil dan melahirkan juga saat Hasan Husein tumbuh Hana lah yang selalu menemani Uqi merawat keduanya.
"Ayo ikut makan bersama kita!" ajak Umik.
Arum tersenyum manis ke arah Umik dan duduk di sampingnya, ikut makan bersama keluarga Umik yang lain. Sesekali Hasan melirik keberadaan Arum begitupun dengan Husein yang sesekali ikut melirik keberadaan Arum sedang yang di lirik cuek tak menghiraukan keduanya karena merasa sungkan pada Ilzham yang biasa mereka panggil Abi.
"Umik," panggil Arum setelah selesai membantu mencuci piring, Umik melangkah keluar dapur tapi langkahnya terhenti karena panggilan Arum.
"Iya Nak, ada apa?" tanya Umik menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Arum.
"Umik, waktu Aku mau makan tadi temanku membawa kartu berwarna hijau untuk di tukarkan di kantin. Tapi kenapa Aku tidak punya ya? kata mereka kalau mau daftar jadi santri Aku harus ke kantor dulu, tapi kemarin waktu Aku pertama masuk ke sini sekalipun Aku tidak pernah masuk ke kantor untuk mendaftar. Apa Umik bisa menjelaskan kenapa bisa begini ya?" tanya Arum meluapkan segala rasa penasaran yang sejak tadi bersarang di benaknya.
Umik yang mendengar rentetan pertanyaan Arum justru tersenyum dan membawa Arum ikut duduk di sampingnya.
"Arum lebih baik mandi dulu, nanti Umik jelaskan!" ujar Umik.
"Mandi?" Arum yang mendengar jawaban Umik malah semakin bingung tapi Arum tak mau mempermasalahkannya, baginya saat ini menuruti ucapan Umik adalah pilihan yang terbaik.
Arum berdiri hendak meninggalkan Umik yang masih duduk di kursi meja makan.
"Arum," panggil Umik menghentikan langkahnya.
"Iya, Umik," jawab Arum menghentikan langkahnya menoleh ke arah Umik.
"Kamar Syafa yang kemarin adalah kamar kamu mulai sekarang, jadi baju yang tidak muat kamu pindahkan saja di sana!" ujar Umik yang membuat Arum semakin bingung.
"Kok Umik tahu kalau bajuku tidak muat di loker kamar?" tanya Arum.
"Umik dulu juga pernah menjadi santri, jadi Umik tahu seberapa besar ukuran loker yang ada di sana. dan seberapa banyak baju yang kamu bawa." Jawab Umik tersenyum ke arah Arum.
"Satu lagi, untuk sementara mandi di sini dulu. Nanti kalau udah terbiasa baru kamu mandi di pesantren." sambung Umik.
"Baik Umik," Arum yang masih belum mengerti hanya bisa mengikuti perintah Umik tanpa bisa membantahnya.
"Arum ambil koper dulu, Assalamualaikum," pamit Arum berjalan keluar dari dapur setelah mencium punggung tangan Umik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
noviza yuniar
wkwkw kena prank aku, maap ya pak Marto di kira Hana blm nikah ga tau nya udh
2021-06-25
1
Muhammad Hafidz Nurrahman
suka kk kelanjutannya keren smg sukses slalu dan semangat tuk lanjut 😘😘😘😍😍😍😍😍
2021-06-25
1
Han Lifa
wkwk salah sangka hana dah bersuami, maap hana dikira suka ma husein😅
2021-06-25
0