"Bucin akut itu, budak cinta Akut alias udah melekat dan parah." Jelas Husein.
"Huss, kamu ini gak boleh bilang gitu sama orang tua! gak sopan." Ummah mengingatkatkan.
"Ya maaf Nenek ," sahut Husein.
Meski sudah besar terkadang Husein masih sering manja pada Umik dan Neneknya berbeda dengan Hasan yang dingin dan tertutup, ya meski terkadang dia juga ramah dan bercanda dengan keluarganya, tapi sifat dinginnya lebih dominan.
"Udah gedhe masih aja manja kau Dek," tegur Hasan.
"Emang napa kalau Aku masih suka manja? Kakak ada masalah? atau Kakak juga pengen tapi gak bisa? hm?" Husein menaik turunkan alisnya menanggapi ucapan Kakak kembarannya itu.
"Hadeuh kumat dah sengkleknya," Hasan berdiri melenggang pergi meninggalkan Ummah dan Husein.
"Kak, kalau Aku sengkle kamu apa? kita kembar loh Kak." Husein masih saja terus berkata meski Hasan telah pergi tak menanggapi ucapannya.
"Dasar es batu pergi kagak pamit, Aku ngomong malah di kacangin," gerutu Husein.
"Husein jangan gitu sama Kakak sendiri! gak sopan." Suara lembut Ummah membuat Husein langsung nyengir penuh dengan rasa bersalah.
"Maaf Nenek," ujarnya kembali merebahkan diri di pangkuan Ummah.
"Sudah, lain kali jangan di ulangi!" Ummah memberi peringatan.
"Insya allah Nek, kalau gak khilaf." Husein mengatakannya dengan nada enteng.
*********
Di belahan dunia yang lain, Arum tengah mengepak semua keperluannya, dengan keyakinan penuh dia akan berangkat ke indonesia tempat kelahirannya.
Arum memang begitu suka berada di negara kelahirannya karena keramahan dan kesopanan yang ada di sana, membuatnya jatuh cinta. Apalagi keindahan alam yang selalu memanjakan mata.
"Arum, kamu sudah siap Nak?" Bunda Arum berjalan masuk mendekati anaknya yang sedang serius memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper.
"Nak, jangan bawa pakaian ini!" Bunda Arum mengeluarkan beberapa pakaian berlengan pendek.
"Loh kenapa Aku gak boleh bawa baju ini Bun?" tanya Arum heran melihat Bundanya mengeluarkan beberapa baju kesayangannya.
"Kamu tak akan bisa memakainya. Pakai baju-baju ini jika di sana." Bunda Arum menyodorkan tiga paperbag berisi abaya.
"Bunda gak salah ngasih baju ini?" Arum mengambil satu abaya melangkah mendekati kaca besar yang berada tak jauh darinya.
"Nak, jika ada di pesantren baju yang akan kamu pakai abaya ini. Di sana ada aturan melarang santrinya untuk memakai baju terbuka ataupun baju ketat seperti yang kamu pakai." Tutur Bunda Arum.
"Bunda ini serius Arum harus pakai baju ini?" Arum nampak tak yakin dengan baju abaya yang di pegangnya.Dia menunjukkan abaya yang di pegang mengangkatnya ke arah Bunda Arum.
"Awalnya mungkin akan sulit Sayang, tapi percayalah nanti kamu akan terbiasa." Bunda Arum tersenyum menatap putri kesayangannya yang tengah ragu dengan apa yang telah di pilihkannya itu.
Arum menghirup udara sebanyak-banyaknya kemudian menghembuskannya perlahan, menandakan ada sesuatu yang berat tengah dia tanggung.
"Cobalah dulu!" Bunda Arum mencoba meyakinkan apa yang telah dia pilihkan.
"Baiklah Bunda." Jawaban Arum membuat hati Bundanya lega.
Meski sudah enam tahun lebih mereka hidup di negeri orang, tapi tak sedikitpun keluarga Arum melupakan tradisi dan aturan yang pernah mereka terapkan di negara mereka sendiri.
Arum tumbuh jadi gadis yang mentaati setiap peraturan yang telah di terapkan oleh sang Bunda, dia selalu memilih dalam pergaulan hingga Arum tak terjerumus dia masih tetap jadi gadis polos khas indonesia.
"Bunda, bajunya besar apa Aku gak akan kepanasan nanti kalau pakai ini?" Arum bertanya karena dia masih ingat jika di negara asalnya itu panas.
"Enggak akan Sayang. Sudah mulai sekarang kamu coba pakai baju itu! jadi, besok kamu gak kaget jika terjadi perubahan hawa dalam tubuhmu." Bunda Arum tersenyum sumringah melihat anak gadisnya begitu cantik berbalut abaya pink pilihannya.
"Bunda Kak Ubay kapan pulang?" tanya Arum.
Stevan Ubaydillah adalah Kakak kandung Arum, dia sedang dalam perjalanan bisnis di Jepang mewakili Ayahnya.
"Mungkin tiga bulan lagi, nanti kalau dia sudah pulang Bunda akan menyuruhnya menjengukmu di pesantren." Bunda Arum memberikan janji karena dia tahu kalau Arum sangat dekat dengan Kakaknya.
"Kenapa Kakak lama sekali ada di sana Bunda?" tanya Arum.
Kepergian Ubay saat ini termasuk yang paling lama biasanya dia akan pergi ke luar negeri perjalanan bisnis beberapa hari atau minggu.
"Kak Ubay sedang mengurus perusahaan baru Ayah di sana makanya membutuhkan waktu yang lama." Jelas Bunda Arum.
"Apa Bunda juga gak ikut pulang ke Indonesia?" tanya Arum.
Sebenarnya Arum sangat berharap Bundanya ikut mengantar dia ke pesantren.
"Maaf Nak, Bunda gak bisa ikut. Ayahmu masih sangat sibuk, tapi Bunda janji nanti kalau ada waktu Bunda akan menjengukmu." Bunda Arum memang tak bisa pergi karena satu minggu ke depan suaminya memiliki jadwal meeting dan pertemuan klien, jadi dengan sangat terpaksa Bunda Arum meminta Arum untuk pergi sendiri di hantar Neneknya.
"Tapi kamu tenang saja, Bunda sudah menghubungi sahabat Bunda yang kebetulan pemilik pesantren. Jadi kamu tak usah khawatir, dia orangnya baik kamu pasti akan betah di sana." Bunda Arum kembali meyakinkan putrinya agar dia mau berangkat sendiri.
"Baiklah Bunda, Aku akan berangkat sendiri." Arum tak bisa menolak ataupun merengek mengingat kepergiannya ke pesantren adalah keinginan sang Bunda sejak dulu.
*********
Di Pesantren ....
Husein tengah berjalan setelah pulang mengajar, selain mengurus restauran dan Hotel Husein juga sesekali mengajar.
"Apa lagi ini?" lirih Husein yang melihat sepucuk surat terselip di dalam buku muridnya, ini bukan yang pertama tapi sudah ke sekian kalinya.
Husein mengambil sepucuk surat dan mulai membacanya, sungguh gadis pengirim surat itu terkesan lucu mengirim surat pada laki-laki.
"Dunia memang sudah terbalik," gumam Husein.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" suara Hasan mengejutkan Husein yang tengah tersenyum geli melihat surat yang di beri muridnya.
"Biasa, gadis kurang kerjaan." Husein menumpuk surat di tangannya di atas tumpukan surat yang lain, Hasan dan Husein memang sangat populer di pesantren, tapi sebagian banyak gadis lebih menyukai Husein karena keramahannya.
Tapi sebaliknya Hasan tak terlalu banyak yang mengidolakan, karena sifat dingin yang di milikinya dia menjadi sosok yang seolah-olah tak dapat di sentuh ataupun di gapai.
"Surat cinta lagi?" tanya Hasan duduk di samping Husein.
"Iya, kenapa? kamu mau?" Husein balik bertanya dengan senyum menggoda, dia memang senang menggoda Kakaknya.
"Gak," jawab Hasan singkat.
"Kali aja Kakak mau, atau mau Aku kenalin ke mereka? kali aja ada yang cocok dan jodoh." Ujar Husein yang mendapat tatapan tajam dari Hasan.
"Hidih serem amat, pantesan gak ada yang mau Kakak serem gitu." Husein bergidik ngeri menatap ke arah Hasan dan ....
'Bug'
Satu buku lumayan tebal melayang dan mendarat tepat di lengan Husein.
"Hahahahaha, canda Kak gitu aja marah." Ucap Husein tanpa ada amarah, sekalipun buku yang menimpanya lumayan terasa sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Desti Nuzullianti
keren
2021-11-07
0
Ryosa
kerenn
2021-10-22
0
Dewi Nurlela
aku suka bgt novel yg ada cerita pesantrennya bisa buat nambah ilmu
2021-08-29
1