"Ishhh Kakak memang kejam," gerutu Husein berdiri meninggalkan Hasan seorang diri.
"Dasar Adek sengklek," gumam Hasan kembali membaca buku yang sejak tadi di pegangnya.
'Tapi kenapa banyak yang suka sama dia ya? padahal Aku tak kalah sama dia' batin Hasan menatap ke arah tumpukan amplop yang ada di hadapannya.
"Astaghfirullah, Aku ngomong apaan sih." Hasan mengalihkan perhatiannya membuka buku yang sejak tadi di pegangnya.
**********
Hari telah berlalu Arum menggeliat pelan merasakan hawa dingin yang terasa berbeda pagi ini.
"Kenapa dingin banget sih?" gumam Arum menaikkan selimut sampai ke bahu mencari kehangatan di tengah rasa dingin yang sedang di rasakannya.
"Arum, bangun Nak!" suara Bunda Arum terdengar lembut.
'Tumben Bunda gak teriak-teriak?' batin Arum saat mendengar suara lembut bundanya.
Ceklek ....
Suara pintu kamar terbuka. Terlihat Bunda Arum masuk dengan segelas wedang jahe di atas nampan yang di bawanya.
"Arum bangun, Nak!" ujar Bunda Arum, menaruh segelas wedang jahe di atas nakas.
"Bunda, dingin ...." rengek Arum semakin memper erat selimutnya.
"Kalau kamu gak bangun dan tetap tidur seperti ini akan semakin dingin Sayang." Bunda Arum mengusap lembut kepala Arum.
"Lima menit lagi Bunda, besok Aku sudah tak bisa menikmati kasur dan kamar kesayanganku ini." Arum mencari alasan agar dirinya masih bisa tidur tanpa di ganggu.
"Baiklah Nak, setelah ini langsung turun ke bawah. Bunda sudah menyiapkan sarapan untukmu." Pesan Bunda Arum sebelum pergi meninggalkan Arum yang semakin erat menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Oh iya, jangan lupa di minum wedang jahenya! biar badanmu terasa hangat." Bunda Arum menghentikan langkahnya saat berada di ambang pintu kembali menoleh ke arah Arum, mengatakan jika dia harus minum wedang buatannya.
Benar saja lima menit berlalu perlahan Arum memaksakan dirinya bangun dan segera meminum wedang jahe yang ternyata masih hangat.
Glek ... glek ... glek ....
Arum benar-benar meminumnya sampai tandas, menyandarkan diri di ujung kasur menatap sekeliling dan terus saja membatin sembari menghirup udara sebanyak-banyaknya dan mengeluarkan dengan pelan. Arum sedang membayangkan jika mulai besok dia akan tidur dan hidup di tempat lain, tempat yang sebelumnya tak pernah dia tahu.
Mungkin dulu waktu kecil Arum memang pernah ke sana, tapi kejadian itu sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu.
"Aku kok jadi ragu ya mau berangkat? apa Aku bener-bener bisa jadi santri seperti yang Bunda harapkan?" gumam Arum menatap langit-langit kamar.
Selama ini Arum hanya mengerti dasar dari agama islam, sholat, zakat, puasa, haji dan membaca Al-qur'an. Selain itu Arum masih awwam selain faktor kesibukan sekolah lingkungan juga mempengaruhinya, selama ini Arum merasa kesulitan mempelajari semua tentang islam. hukum-hukum dan yang lain.
Memang benar zaman sudah canggih, ada banyak ceramah yang ada di aplikasi tapi Arum adalah tipe orang yang akan percaya jika tidak ada bukti. Misal buktinya tertulis di buku.
"Aku adalah Arum, jadi Aku pasti bisa!" Arum menyemangati dan meyakinkan dirinya yang tengah lemah dan ragu.
Arum mulai berdiri melangkah pergi keluar dari kamar ternyaman menghampiri Bundanya yang sedang memasak.
"Bunda masak apa?" tanya Arum.
"Ini lagi masak makanan kesukaanmu," jawab Bunda Arum.
"Waahhh orek tempe," ujar Arum dengan mata berbinar.
Orek tempe adalah makanan kesukaan Arum, di negara yang saat ini di tempatinya harga tempe lumayan mahal, tapi Bundanya sering memasak menu itu untuknya.
"Sayang, jika di Indonesia nanti gak ada yang masakin orek tempe Bunda akan kirim makanan ke sana." Bunda memang terlihat baik-baik saja di luar, tapi Aku yakin jika sebenarnya dia sedang menutupi perasaan sedihnya.
"Bunda yang sabar ya, Arum pergi untuk cari ilmu, muwujudkan apa yang Bunda harapkan selama ini." Arum memeluk sang Bunda, dan akhirnya pecah sudah tangis keduanya.
Sejak kecil sedikitpun Arum tak pernah berpisah dengan Bundanya, mereka selalu bersama. Bagi Arum Bundanya itu bukan hanya seorang Ibu tapi juga sahabat yang selalu ada saat dia terpuruk ataupun bahagia.
Akhirnya acara sarapan pagi ini di warnai dengan deraian air mata, sedang Ayah tak ikut sarapan bersama kami karena hari ini ada meeting pagi.
Waktu berangkatpun tiba, perlahan Arum menarik koper yang sudah terisi penuh oleh kebutuhannya nanti di pesantren. berjalan menuruni tangga, karena kamar Arum memang terletak di lantai dua.
"Sudah siap Sayang?" tanya Bunda yang menunggu Arum di ruang tamu.
"Sudah Bunda," lirih Arum.
"Sayang, ingat jaga diri dan segera hubungi Ayah jika terjadi sesuatu!" Ayah Arum mendekat dan memeluk putri kesayangannya itu.
"Iya Ayah, tenang saja Arum akan selalu baik-baik saja karena do'a dan restu kalian selalu menyertaiku." Ucap Arum.
Arum berangkat di antar kedua orang tuanya, menaiki mobil dengan Ayahnya sendiri yang menyetir.
"Hati-hati di sana, Nak!" ucap Bunda memeluk erat dan menciumi pucuk kepala Arum yang saat ini tertutup kerudung.
"Bunda Aku mau berangkat cari ilmu bukan perang, jadi tolong Bunda jangan buat kepergian ini terasa berat." Arum yang merasa sikap Bundanya berlebihan segera mengingatkan, sebelum dirinya terhanyut dan mengurungkan niatnya untuk berangkat.
"Maaf Nak, Bunda hanya terbawa suasana," ujar Bunda melepas pelukannya.
"Hati-hati di sana Sayang, Ayah dan Bunda akan usahakan pulang sesering mungkin untuk menjemputmu!" Ayah Arum memeluk dan mencium pucuk kepala Arum singkat.
"Ayah Bunda, Arum pamit." Arum berjalan menuju ruang keberangkatan kanrena pesawat yang di tumpanginya akan segera lepas landas.
**********
Malam ini Husein menginap di rumah Pamannya melepas rindu yang sudah menggunung.
"Assalamualaikum Paman," Ucap Husein berdiri di depan pintu.
"Waalaikum salam," sambut Bibi Imah, membuka pintu dan tersenyum melihat kedatangan Husein.
"Husein, masuklah Nak!" titah Bibi Imah.
"Ana mana Bi?" tanya Husein.
"Loh bukankah dia sedang di pesantren Husein?" Imah terlihat kaget mendengar pertanyaan Husein.
"Ohh di pesantren," Husein yang mendengar pertanyaan Imah malah terlihat santai sambil memanggut-manggutkan kepala, padahal dalam pertanyaan Imah terbesit rasa khawatir.
"Memang kamu gak lihat atau tahu kalau Ana di pesantren." Ujar Bibi Imah.
"Enggak Bi, tadi seharian Aku ada di resto dan pulangnya langsung ke sini. Aku kangen sama Paman dan Bibi." Tutur Husein.
Sejak kecil Husein sering di titipkan atau di rawat oleh Paman dan Bibinya yang tak lain adalah Arif dan Imah. Merawat anak kembar tak semudah yang di bayangkan, Husein yang sejak kecil tak pernah rewel jika di ajak oleh keluarga yang lain membuat semua keluarga lebih suka membawa Husein di banding dengan Hasan, karena Hasan yang tak pernah mau lepas dari Uqi Ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Neng Amira❤
kok anaknya uqi manggil kak imah bibi,,bukan'nya imah itu kk ipar uqi ya thoor,,harusnya manggilnya uwa yah😁🙏
2021-06-11
0
Heni Sudarmini
Arum anak nya fia dan Rifki
2021-06-11
1
Arif Muzakki
semangat kak lanjut up lg dong🥰🥰🥰❤️💪
2021-06-11
0