Flashback Imah dan Arif ....
Hari ini adalah hari pernikahan Imah dan Arif kebahagiaan yang harusnya terasa harus di warnai sedikit rasa kecewa, karena di hari bahagianya ini Uqi sang Adik tercinta tak bisa hadir menyaksikan pernikahan mereka.
Arif terdiam berdiri mematung di depan kaca besar setelah berganti pakaian, perasaannya begitu campur aduk antara gugup, kecewa dan bahagia semua menjadi satu, rasanya saat ini Arif ingin pergi ke kamar mandi menuntaskan perutnya yang mendadak sakit tanpa alasan.
"Nak, semua orang sedang menunggu, penghulupun sudah datang." Suara lembut Ibunya membuyarkan lamunan yang sejak tadi berlangsung.
"Bu, kenapa Adek gak bisa dateng?" pertanyaan konyolpun muncul dari bibir Arif, padahal sudah jelas alasan Uqi adik kesayangannya tak datang karena baru seminggu yang lalu lahiran dan belum sembuh.
"Adek kamu baru lahiran Sayang, jadi gak mungkin bisa ke sini." Ujar Ibu.
"Kebahagiaan ini gak lengkap Bu jika Adekku yang paling bawel itu tak datang." Arif menundukkan kepala terlihat jelas raut kekecewaan di sana.
"Sudahlah jangan sedih seperti itu, lebih baik sekarang kamu keluar dan ucapkan ijab kabul, atau kamu ingin membatalkan semuanya?" goda Ibu Arif berusaha menghibur puteranya yang tengah kecewa.
"Jangan!!!!" reflek Arif dengan suara sedikit keras, sedang Ibu hanya terkekeh geli mendengar ucapan anak laki-lakinya.
"Bu, jangan bercanda! Aku sudah mencintai Imah mana mungkin Aku membatalkan pernikahan ini." Ujar Arif yang langsung menegakkan kepala, Ibu hanya diam menyaksikan tingkah konyol anaknya.
"Baiklah Bu, ayo keluar! Aku akan menghalalkan Imah dan membuat cucu sebanyak mungkin untuk Ibu." Ujar Arif tanpa filter.
"Dasar anak konyol, di sahkan belum sudah bahas cucu." Ibu menepuk pelan lengan Arif.
"Loh memang Ibu gak pengen punya cucu dari Arif?" tanya Arif yang tiba-tiba berekspresi sok polos.
"Sudah sahkan saja dulu, temui penghulu baru bahas cucu." Ibu Arif berjalan ke tempat duduk yang sudah di siapkan sedang Arif berjalan siap-siap menghadap penghulu.
Suara ijab qobul di ucapkan dengan begitu lantang dengan sekali tarikan nafas, hingga terdengar sorak sorai mengucapkan satu kata 'Sah' lantunan do'a mulai terdengar dan di amini semua tamu undangan.
Tak lama sang pengantin datang dengan gaun indah yang melekat di tubuhnya, nampak jelas raut kebahagiaan bercampur dengan kegugupan, Imah berjalan menuju tempat Arif duduk setelah mengucapkan ijab qobul.
Imah berjalan di dampingi Syafa dengan senyum yang mengembang di bibir mereka.
"Assalamualaikum imamku," lirih Imah yang hanya di dengar oleh Arif, Imah berucap sambil mencium punggung tangan Arif.
"Waalaikum salam, makmumku." balas Arif saat mencium kening Imah yang kini sudah sah menjadi istrinya.
Keduanya saling menyematkan cincin, satu cincin bertahtakan emas putih bermata berlian untuk di sematkan di jari Imah. Sedang satu cincin berbahan titanium di sematkan di jari Arif. Setelah acara tukar cincin mereka menandatangani buku nikah.
Acara ijab qobul telah usai kini para tamu menyantap makanan yang telah di sediakan, sedang pengantin menyalami setiap tamu yang menyapa.
Hingga siangpun tiba beberapa tamu sudah bergantian pulang begitupun dengan Arif dan Imah, pengantin baru itu kini tengah berada di kamar untuk istirahat, dan akan melanjutkan acara resepsi nanti malam.
"Mas," lirih Imah.
"Iya, Sayang," Arif sengaja mengubah panggilannya berharap kecanggungan di antara mereka menghilang.
"Mas mau mandi atau langsung ganti baju?" tanya Imah.
"Atau Mas mau makan dulu?" sambung Imah dengan segala keberanian yang di kumpulkannya, Imah mencoba membuka suara.
"Mas mau makan kamu saja," Arif berjalan mendekat sedang Imah hanya diam mematung tak mengerti dengan ucapan Arif.
"Mas, Imah bukan makanan jadi gak bisa di makan." Ujar Imah polos.
"Kata siapa? sini Aku beri tahu cara makannya." Arif semakin mendekat hingga jarak di antara mereka terkikis habis, Imah yang memang baru pertama kali berada sedekat itu langsung diam mematung tanpa bisa bergerak dan ....
Cup ....
Satu kecupan mendarat mulus di bibir indah Imah, bibir yang selama ini membuat Arif tergoda. Awalnya hanya sebuah kecupan tapi semakin lama semakin menuntut, kecupan berubah menjadi lum****n meski Imah hanya diam tak membalas Arif tetap saja menyerangnya tanpa rasa kecewa. Karena Arif tahu dengan pasti jika ini adalah ciuman pertama Imah.
Arif terus saja mel***t bibir indah berwarna merah itu hingga ketukan pintu menghentikan kegiatan keduanya.
Tok ... tok ... tok ....
"Siapa sih? ganggu aja." gerutu Arif melepas panggutannya, sedang Imah hanya menunduk malu menyembunyikan pipinya yang sudah memerah seperti cerry.
"Kamu tunggu di sini! biar Aku yang buka." Arif berjalan menjauh menuju pintu untuk membukanya.
"Tante," panggil Arif setelah melihat Tante Silvi Ibu dari Imah.
"Kok panggil tante? panggil Mama donk!" ujar Silvi.
"Oh Mama, ada apa?" tanya Arif.
"Gak ada apa-apa, Mama cuma mau nganter ini. jangan lupa di makan!" Silvi memberikan dua porsi makanan dan minuman yang ada di tangannya.
"Maaf ya Ma, Arif jadi ngerepotin Mama." Arif menatap sungkan pada Ibu mertuanya.
"Hari ini kalian raja dan ratunya. jadi jangan sungkan," Silvi tersenyum ramah ke arah Arif.
"Terima kasih Ma," ujar Arif balas tersenyum ke arah Silv.
"Baiklah, Mama tinggal dulu satu jam lagi perias pengantinnya akan datang jadi, bersiaplah!" ujar Silvi kemudian berjalan pergi meninggalkan Arif yang tengah berdiri mematung di tengah pintu dengan makanan di tangannya.
Sejak pagi keduanya memang belum makan, tapi rasa lapar itu tak begitu di rasakan tertutupi oleh rasa bahagia bercampur gugup.
"Siapa Mas?" tanya Imah.
"Mama nganterin makan buat kita Sayang." Jawab Arif berjalan mendekat ke arah Imah yang sudah mulai melepas pernak pernik yang sejak tadi menghiasi kerudungnya.
"Sini Mas bantuin!" Arif menaruh nampan di atas nakas, kemudian membantu Imah melepas kerudungnya.
Awalnya Imah menolak tapi Arif tetap saja memaksa, satu per satu pernak pernik yang bertengger indah di kerudung Imah terlepas, hingga kini hanya satu kerudung yang menempel. Tapi Imah tiba-tiba sedikit menjauh, seperti tak mengizinkan Arif untuk menyentuh hijab terakhir yang menempel di kepalanya.
"Kenapa?" tanya Arif, mengernyitkan dahi bingung dengan sikap Imah yang tiba-tiba menjauh.
"Maaf Mas, Aku masih gugup. Karena ini pertama kalinya Aku melepas hijab di hadapan laki-laki selain Papaku." Jawab Imah menundukkan kepala takut, Imah takut jika Arif marah akan sikapnya yang tiba-tiba menjauh.
"Tenanglah! Aku suamimu Sayang. Jadi Aku berhak atas dirimu," Ujar Arif meyakinkan Imah.
"Ingat Imah! segala sesuatu yang ada padamu adalah hak dan tanggung jawabku. begitu pula dosa yang akan kau lakukan kedepannya kini sudah jadi bebanku. Maka jangan pernah takut atau gugup padaku. Karena Aku suamimu sekarang." Arif terus meyakinkan Imah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Anies
ya malu itu pas pertama kali lepas jilbab di depan pasangan... 😅
2021-09-03
0
A W 9 0
lanjut..
2021-06-11
0
Neng Amira❤
lanjuutt lagi thoorr❤❤seemangaatt terus Up nya thor😘
2021-06-11
1