Mayra, mungkinkah dia___?
Kuletakkan kembali cangkir teh yang belum kuteguk sedikit pun. Dengan cepat aku beranjak, dan menghampiri Mayra. Dia duduk di atas ranjang dan meletakkan beberapa bungkusan kecil warna hitam, di dekat pangkuannya. Mayra hanya mengulas senyum tipis, ketika aku memandangnya dengan kening yang mengernyit.
"May, apakah itu___" ucapku sembari menilik setiap gerak-geriknya.
Kendati aku tak pernah melihat barang semacam itu secara langsung, namun aku kerap kali melihatnya di televisi. Bungkusan kecil itu sangat mirip dengan sabu-sabu.
Mayra tak menjawab ucapanku. Dia malah beringsut, dan kemudian membuka laci meja di samping ranjang. Dia mengambil kotak hitam yang lebarnya sekitar sejengkal.
Lantas aku duduk di depan Mayra, melihat isi kotak yang baru saja dibukanya. Ada timbangan digital-mirip seperti timbangan emas, serbuk putih yang dibungkus plastik, sendok kecil, plastik kecil, dan juga isolatip hitam. Kini aku semakin yakin, jika barang yang dimiliki Mayra adalah barang terlarang.
"May, kamu makai?" tanyaku dengan cepat.
"Nggak lah, Ra, aku masih sayang sama kuliahku," jawab Mayra, seperti tanpa beban.
"Lantas itu?" Mataku menatap jemari Mayra yang mulai mengeluarkan satu persatu barang dari dalam kotak.
"Aku hanya nyari duit, Ra," jawab Mayra, tanpa menatapku.
"Nyari duit? Dengan keadaanmu yang semewah ini, kamu masih nyari duit dengan cara begini, May?" tanyaku seakan tak percaya.
Mayra hidup bergelimangan harta, rumah megah, mobil mewah, makan terjamin, dan aku yakin jatah bulanannya pun tidak mungkin sedikit. Dia kerap kali jalan-jalan ke luar kota, menghabiskan hari libur di tempat wisata, lalu apa yang membuatnya kurang?
"Hidupku tidak semudah kelihatannya, Ra." Kulihat Mayra menghela napas panjang. Dia menghentikan aktivitasnya, dan menatap ke arahku. "Aku juga terpaksa melakukan ini," sambungnya.
"Terpaksa? Apa maksudmu, May? Kau ... kau pernah ada dalam posisi sulit?" tanyaku ingin tahu.
"Iya." Mayra mengangguk. "Tahun lalu, keluargaku berada di ambang kehancuran, Ra. Relasi Papa berkhianat, dia kabur membawa uang perusahaan dengan jumlah yang cukup besar. Papa terpaksa mencari pinjaman di bank, demi menutupi kekurangan, agar perusahaannya tetap stabil. Akan tetapi, rencana Papa gagal. Berita itu mencuat keluar, dan dampaknya, banyak investor yang menarik kembali investasinya, dan bukan hanya itu, saham di perusahaan Papa mengalami penurunan yang cukup signifikan. Kami tertatih, Ra. Papa dan Mama mati-matian mempertahankan bisnisnya."
Mayra menjeda penjelasannya. Kulihat dia mengerjap cepat, mungkin menahan air bening yang sudah menggenang di matanya.
"Lalu bagaimana, May?" tanyaku lirih, nyaris seperti bisikan.
"Papa dan Mama gagal, tidak ada seorang pun yang mau membantu mereka, sedangkan hutang, semakin lama semakin membengkak. Di saat kami sudah menyerah dan pasrah, ada seseorang yang menawariku bantuan. Aku sangat senang kala itu, aku langsung menerimanya, walaupun syaratnya ... cukup berat. Dia mau membantu perusahaan Papa, asalkan aku mau menjadi anak buahnya. Dia punya perusahaan yang bergerak di bidang properti, tapi semua itu hanya kedok. Bisnis yang sebenarnya adalah ini, narkoba. Aku tidak punya pilihan lain, Ra. Meskipun ini buruk, tapi inilah pilihan yang terbaik."
Aku terkesiap mendengar penjelasan Mayra. Aku tak pernah menyangka jika dia punya kehidupan yang sesulit itu. Selama ini, aku mengenalnya sebagai gadis yang ceria, tak pernah murung apalagi menangis. Namun rupanya, semua itu karena dia terlalu pintar dalam menutupi masalah. Sekarang, dia berkecimpung dalam dunia narkoba, ahh bagaimana jika polisi mencium aksinya.
"Orang tuamu tahu, May, kalau kamu menjual sabu-sabu?" tanyaku masih dengan suara lirih.
"Tidak." Mayra menggeleng. "Aku tidak bicara apa-apa sama mereka, dan lagi aku tidak menjual, Ra, aku hanya sebagai perantara. Atasan yang mengirimkan barang ini padaku, lantas aku mengemasnya dan mengirimkannya pada pembeli. Aku tidak pernah ikut campur transaksi mereka, entah ini dibandrol berapa, aku juga tidak tahu. Tugasku hanya mengirim, dan setelah beres, atasan memberiku bayaran."
"Kamu gila, May, ini resikonya sangat besar, bahkan lebih besar daripada pemakai. Kau bisa berurusan dengan polisi, May, kau bisa dipenjara." Aku mencoba mengingatkan Mayra, aku tidak rela jika dia mendekam di balik jeruji.
"Sudah kubilang aku tidak punya pilihan, Ra. Tidak ada yang bersedia membantu perusahaan Papa, selain dia. Tidak mungkin 'kan, aku membiarkan bisnis keluarga bangkrut dan kami jatuh miskin. Setidaknya ini lebih baik, Ra, daripada memintaku menjadi simpanan, terkadang banyak 'kan yang kayak gitu," kata Mayra.
"Iya sih, tapi ... ini terlalu beresiko, May," ucapku. Rasanya masih tak rela jika Mayra melakukan pekerjaan yang melanggar hukum.
"Jangan khawatir, Ra. Aku sudah delapan bulan menekuni pekerjaan ini, dan ... baik-baik saja, 'kan?" Kulihat Mayra tersenyum lebar, entah terbuat dari apa hatinya, dalam posisi seperti ini pun, dia masih sanggup mengukir senyuman.
"Aku juga berharap begitu, tapi jika nanti ada peluang, alangkah baiknya jika kamu lepaskan pekerjaan ini. Aku sayang sama kamu, May. Aku tidak mau ada hal buruk menimpamu." Aku berkata sambil menepuk bahu Mayra.
"Terima kasih ya, Ra. Aku juga berharap, kamu bisa melanjutkan hidupmu dengan baik. Kamu sudah memutuskan untuk pergi, ke depannya hidupmu pasti lebih sulit. Tapi jangan pernah menyerah ya, Ra, aku yakin kamu bisa. Aku tetap sahabat kamu, aku akan berusaha membantumu sebanyak yang aku bisa." Mayra memelukku dengan erat, kurasakan sentuhan tangannya mengusap-usap punggungku. Sahabat, satu-satunya hal yang masih kumiliki hingga saat ini.
"May!" panggilku, tanpa merenggangkan pelukan.
"Hmmm."
"Apa Nindi juga tahu tentang hal ini?" tanyaku.
Mayra melepaskan pelukannya, dia menggenggam lenganku dan lagi-lagi menatapku dengan lekat.
"Tidak. Aku ... tidak percaya padanya," kata Mayra.
"Tidak percaya, kenapa? Apa bedanya dia dengan aku, kita sama-sama sahabat, 'kan?" ujarku.
"Iya, tapi ... ahh sudahlah, lebih baik kau tidak tahu, Ra." Mayra melepaskan genggamannya dan beranjak pergi meninggalkan aku sendiri.
Dilihat dari tingkah lakunya, tampaknya Mayra menyimpan sesuatu yang tidak sederhana.
"Ada apa dengan Nindi, May, kau seolah sengaja menghindar. Ah, kamu membuat perasaanku tidak nyaman saja, May." Aku membatin sambil menatap punggung Mayra yang baru keluar dari kamar.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
fanthaliyya
ternyata tiap part-nya banyak kejutan yg g kefikiran
2022-10-15
0
Rahmawaty❣️
Lahhh.. Trnyta sahabat nya kirana mlah lbih parah ya
2022-10-02
0
Auliayulie
makin seru
2022-02-10
1