Aku duduk termenung di dekat jendela kamar, meratapi segala hal yang tiba-tiba berubah dalam waktu singkat. Tiga bulan yang lalu, aku masih tersenyum dan tertawa. Pergi kuliah sambil membawa harapan yang mulia. Ayah, Ibu, dan kedua kakakku sangat menyayangiku, aku tak menyangka jika akan ada hari ini dalam hidupku.
Farida Wijayanti, satu-satunya adik kandung Ayah-yang meninggal di usia muda. Setiap tahun, kami selalu berziarah ke makamnya. Aku pun sering mengirimkan doa, dan menaburkan kelopak bunga. Akan tetapi, aku sama sekali tidak menduga, jika dia adalah wanita yang mengandungku, dan dia meninggal karena melahirkanku.
"Rasanya sangat sakit," bisikku pada angin yang menggoyangkan daun pucuk merah di samping rumah.
Tak lama kemudian, bunyi derit pintu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh, dan kudapati Ibu sedang berjalan ke arahku sambil membawa nampan. Oh Tuhan, betapa mulianya dia. Kendati aku bukan anak kandungnya, kendati aku sudah menimbulkan masalah yang tidak sederhana, kasih sayang Ibu tak sedikit pun memudar. Sikapnya masih sama persis seperti waktu lalu.
"Ra, makan dulu ya." Ibu menaruh nampan di atas meja.
"Aku belum lapar, Bu," jawabku. Saat ini, rasa lapar dan dahaga seolah tak mau menyapaku.
"Jangan begitu, ingat bayimu, Nak. Kamu harus makan, apa perlu Ibu suapi?" tawar Ibu.
"Tidak perlu, Bu. Iya, sebentar lagi akan kumakan," ucapku dengan diiringi senyum palsu.
"Bagus, jangan lupa dihabiskan, ya. Boleh saja kamu sedih, Nak, tapi ingatlah dia. Dia butuh asupan makanan, juga butuh ketenangan. Untuk itu, jangan terlalu larut dalam masalahmu. Ibu sangat berharap dia tumbuh dengan sehat, dan kelak lahir dengan selamat. Kirana, anak adalah titipan Allah. Dalam keadaan apapun, kita wajib menyukuri kehadirannya. Diluar sana, banyak kaum hawa yang sangat menginginkannya, namun belum diberi kepercayaan oleh Allah. Jadi, sayangi dia ya, Nak, ya. Walaupun tidak ada suami, tapi ada Ibu yang selalu bersamamu." Ibu mengusap-usap perutku dengan lembut.
Dalam sentuhannya, dalam ucapannya, tersirat untaian kasih yang tiada batas.
"Iya, Bu. Aku pasti akan menyayanginya," ujarku.
Ibu tak menjawab, beliau hanya menanggapiku dengan senyum yang menenangkan.
"Ibu!" panggilku.
"Iya, Nak."
"Maafkan aku, Bu." Sebenarnya banyak hal yang ingin kuungkapkan, namun rasanya lidah ini kelu dan hanya kata maaf yang mampu kuucap.
"Cukup, Nak, jangan terus meminta maaf. Ibu tidak apa-apa." Ibu membelai puncak kepalaku, merapikan rambut yang belum sempat kusisir.
"Tapi Bu___"
"Apa kamu memikirkan Denis dan Bayu?" tanya Ibu.
Aku tak menjawab, namun aku langsung menunduk, dan kurasa Ibu tahu apa yang ada dalam hatiku.
"Jangan pikirkan mereka, Kirana. Mereka sudah dewasa, sudah punya keluarga, sudah tinggal di rumahnya sendiri. Ibu tidak masalah meskipun mereka tidak mau datang ke sini, yang penting kamu ada di samping Ibu. Apapun yang terjadi, Ibu tidak tega membiarkanmu keluar dari rumah ini. Kamu anak Ibu, dan ini rumah Ibu, jadi Ibu yang lebih berhak. Sudah ya, jangan berpikir yang aneh-aneh, cepat makan, dan setelah itu istirahat," terang Ibu dengan panjang lebar.
"Baik, Bu," jawabku singkat.
"Ibu keluar dulu, ya. Ada sedikit hal yang membutuhkan bantuan Ibu." Ibu beranjak dan meninggalkan aku sendiri, tanpa menunggu jawabanku.
Kuusap wajahku dengan kasar, aku tahu apa yang dirasakan Ibu. Beliau bersusah payah menahan air mata, dan mungkin kepergiannya ini untuk menangis. Meskipun Ibu berkata tidak apa-apa, tapi aku yakin Ibu sangat sedih mendengar keputusan Mas Denis.
"Aku tahu, semua ini sangat berat bagi Ibu. Maafkan aku yang sudah memberikan beban, dan merenggangkan hubungan Ibu dengan Mas Denis. Nanti malam, biarkan aku menebus semuanya, Bu. Mas Denis tidak akan marah, dan Ibu tidak perlu mengusirku. Ya Allah, semoga ini pilihan yang terbaik," ucapku dengan mata yang berkaca-kaca.
Rencana panjang telah kususun matang di dalam pikiran. Aku berharap ini adalah pilihan yang paling benar. Mimpi indah dan harapan yang cerah, sudah hilang dan musnah. Sekarang, aku hanya mencoba mengumpulkan kepingan-kepingan asa yang terserak, menguntainya, dan menjadikan titian untuk keluar dari mimpi yang pahit.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
fanthaliyya
k othor kenapa tiap part-nya bikin akyu mewmew .....g kuat pengen nangis trs 😭😭😭😭
2022-10-15
0
Pratiwi Ptrr
ah jadi sedih kapan kirana bagGia
2022-02-11
1
Auliayulie
duh....gustiiiiii ginu amat 😭😭😭😭
2022-02-10
1