*Bibir Merah Pendekar (BMP)*
“Ndoro! Ndoro!” teriak Marti sambil masuk ke dalam kamar.
Teriakan dan kedatangan Marti yang sangat jarang berlari-lari, mengejutkan seorang wanita tua berusia enam puluhan tahun. Semua rambutnya sudah berwarna putih. Wanita itu sedang duduk bersandar di ranjang kayunya sambil menjahit sehelai kain. Wanita itu tidak lain adalah Rumih Riya yang sudah tambah tua sebanyak dua puluh empat tahun.
“Kenapa, Marti?” tanya Rumih Riya dengan tatapan heran.
“Anu, Ndoro. Itu di luar ada anu…” ucap Marti agak kehilangan fokus.
“Anu anu anu. Sejak kapan kau suka anu, Marti? Makin tua makin genit!” omel Rumih Riya.
“Bukan demikian, Ndoro. Itu di luar, ada tamu,” kaa Marti.
“Bukannya Ndoro Demang ada di luar?”
“Iya, tapi tamu lelakinya mirip Ajeng Ningsih, Ndoro. Bukan hanya bibirnya merah, tetapi wajahnya langsung mengingatkan kepada Ajeng Ningsih,” jelas Marti.
“Apa?!” kejut Rumih Riya.
Buru-buru Rumih Riya meletakkan pekerjaan tangannya. Ia lalu meraih sebatang tongkat kayu yang atasnya bercabang dan memiliki balutan kain yang tebal.
Marti cepat membantu majikannya untuk berdiri menggunakan tongkat.
“Maaf, Ndoro, aku harus membawakan minuman untuk tamu,” izin Marti.
“Iya.”
Marti buru-buru meninggalkan Rumih Riya menuju dapur. Sedangkan Rumih Riya yang menderita lumpuh pada satu kakinya, juga berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat.
Sementara di teras depan.
“Maafkan kami, Ki Demang. Hal yang ingin aku tanyakan mungkin menyangkut perkara keluarga Ki Demang. Barusan kami bertemu dengan wanita bernama Surina Asih….”
“Oh, perempuan itu sudah bukan menjadi tanggung jawab keluargaku, Nak Joko. Jadi, jika kalian dirugikan oleh perempuan itu, aku sudah tidak tersangkut apa-apa,” kata Demang Yono memotong perkataan Joko Tenang.
“Bukan hal itu, Ki. Ketika Surina melihat wajahku, tiba-tiba dia sangat ketakutan. Apakah wajahku mirip seseorang yang sangat Surina takuti?” tanya Joko Tenang.
“Emmm… perkara itu aku tidak tahu,” jawab Demang Yono.
“Tapi, apakah kami boleh tahu cerita penyebab Surina bernasib buruk seperti itu, Ki?” tanya Tirana.
Demang Yono terdiam dan menatap wajah kedua tamu mudanya itu bergantian.
“Jika Ki Demang tidak bersedia, tidak mengapa. Namun, karena kami sangat perlu tahu tentang cerita itu, kami bisa mencari tahu cerita dari orang lain,” kata Tirana.
“Baiklah,” ucap Demang Yono.
Tuk! Tuk! Tuk!
Namun, belum lagi Demang Yono mulai bercerita, ada suara ketukan pada lantai yang datang mendekat, membuat mereka bertiga beralih memandang ke arah ambang pintu rumah.
Bersamaan munculnya Rumih Riya di ambang pintu, suara langkah tongkat yang mereka dengar turut berhenti. Rumih Riya langsung memandang kepada Joko Tenang. Rumih Riya terkejut.
“Ningsih?!” sebut Rumih Riya agak kencang. Namun, ia cepat sadar bahwa Joko Tenang adalah seorang lelaki, tidak mungkin dia adalah Ningsih Dirama.
Joko Tenang dan Tirana jadi terkejut mendengar wanita tua itu menyebut Prabu Dira dengan nama “Ningsih”.
Dengan tertatih Rumih Riya berjalan mendekati Joko Tenang.
“Rumih, apa yang kau lakukan?” kata Demang Yono sambil bangkit berdiri dan menahan langkah istrinya untuk mendekati Joko Tenang.
Tindakan nyonya rumah membuat Joko dan Tirana juga jadi bangun berdiri.
“Nak Joko bukan Ningsih anak kita, Rumih,” kata Demang Yono mencoba meyakinkan istrinya.
Kalimat “Ningsih anak kita” dari perkataan Demang Yono membuat Joko dan Tirana terkejut dalam hati. Jika benar Ningsih yang dimaksud adalah ibu kandung Joko, maka pemuda berbibir merah itu kini sedang berhadapan dengan kakek neneknya.
“Iya, dia buka Ningsih, tetapi dia mirip Ningsih, Kang Mas. Lihat, bibirnya sama-sama merah, alisnya juga mirip. Nak Joko, kau siapa sebenarnya?” kata Rumih Riya, seolah-olah ia sedang menghayalkan sedang bertemu dengan cucunya yang lama hilang.
Demang Yono tidak bisa membantah penilaian istrinya, sebab ia juga harus mengakui bahwa wajah Joko ada mirip-miripnya dengan Ningsi Dirama, putrinya. Persamaan yang sangat kuat ada pada bibir dan model alis Joko Tenang.
“Nama ibuku Ningsih Dirama. Apa kalian berdua mengenalnya?”
Jgeerrr!
Seolah petir menyambar tepat sejengkal di atas ubun-ubun kedua orang tua itu.
“Cucukuuu!” pekik Rumih Riya histeris lalu langsung memaksa memeluk tubuh Joko Tenang. Ia bahkan menangis histeris sambil satu tangannya menepuk-nepuk punggung Joko. Tongkatnya yang jatuh ke lantai tidak ia pedulikan.
Joko Tenang hanya diam terkejut dan bingung harus berbuat apa.
Sepasang mata tua Demang Yono Sumoto jadi memerah dan berair. Perasaannya yang sejak tadi ia tahan-tahan dan sembunyikan, akhirnya terbawa suasana haru yang diciptakan oleh istrinya.
Tirana hanya tersenyum melihat kejadian tersebut. Ada haru juga di dalam dadanya, tetapi itu tidak terluapkan dalam bentuk air mata.
Joko Tenang akhirnya menepuk-nepuk halus pula bahu Rumih Riya.
“Benarkah kau putra Ningsih Dirama, Nak Joko?” tanya Demang Yono guna menegaskan pemahaman ia dan istrinya. Ia khawatir mereka salah tangkap akan maksud dari Joko dan istrinya.
“Menurut guruku, ibuku bernama Ningsih Dirama dan ayahku bernama Anjas Perjana Langit!” tegas Joko Tenang.
“Siapa itu Anjas?” tanya Rumih Riya tiba-tiba sambil melepaskan pelukannya kepada Joko yang sudah ia yakini adalah cucunya.
“Seorang raja,” jawab Joko Tenang.
Jawaban itu membuat Demang Yono saling pandang dengan istrinya.
“Jadi Nak Joko seorang pangeran?” terka Demang Yono.
“Seorang raja,” jawab Joko singkat.
Terkesiaplah Demang Yono dan Rumih Riya. Buru-buru Demang hendak turun berlutut.
“Jangan lakukan itu, Ki!” sergah Joko sambil cepat menahan tubuh Demang Yono agar tidak berlutut.
Hal yang sama Tirana lakukan kepada Rumih Riya yang juga berniat berlutut.
“Jika kalian adalah benar kakek dan nenekku, maka tidak pantas kalian lakukan. Hanya, aku perlu cerita kalian untuk menegaskan bahwa kalian berdua memang kakek dan nenekku,” kata Joko Tenang.
“Lebih baik kita duduk dulu!” kata Demang Yono Sumoto.
Mereka berempat lalu duduk kembali di lantai teras.
Rumih Riya tidak henti-hentinya menatap wajah Joko Tenang. Ia tersenyum terus, tetapi air matanya terkadang keluar karena sangat terharu dan teringat kepada Ningsih Dirama.
“Kau benar-benar mirip ibumu, Joko,” ucap Rumih Riya.
Joko Tenang hanya tersenyum kepada wanita tua itu.
“Lalu di mana ibumu sekarang, Joko?” tanya Demang Yono. Pertanyaan itu sebenarnya mengerikan baginya, ia takut jawabannya akan membuat dirinya merasa kehilangan anak untuk kedua kali.
“Aku tidak tahu. Sejak kecil aku tidak tahu siapa ibuku. Aku mendapat nama ibuku dari guruku kurang dari dua purnama lalu. Justru, jika kalian memang orangtua dari ibuku, aku ingin bertanya, di mana ibuku?” kata Joko.
Demang Yono Sumoto akhirnya bernapas lemah. Kekecewaan juga tersirat pada wajah Rumih Riya.
“Minuman datang, Ndoro!” kata Marti bernada gembira. Ia datang membawa dua gelas minuman dingin, bukan es kelapa apalagi jus alpukat, tetapi minuman dingin dari air guci tertutup rapat yang diendapkan di dasar gentong air.
Sambil senyum-senyum, Marti meletakkan minumannya.
“Betul kan, Ndoro. Mirip Ajeng Ningsih,” kata Marti kepada Rumih Riya.
“Kau masuklah ke dalam, Marti!” perintah Demang. Ia tidak suka suasana serius itu dipotong oleh iklan yang tidak perlu.
“Baik, Ndoro.”
Marti dengan perasaan kesal lalu beranjak pergi, masuk ke dalam rumah.
“Ningsih Dirama, ibumu, adalah seorang gadis yang sangat cantik. Tidak heran jika dia memiliki putra yang sangat tampan. Kau mewarisi bibir merah ibumu. Bibir ibumu juga merah alami. Kecantikan ibumu membuat kakaknya dengki dan iri hati. Suatu hari ibumu terkena teluh jahat yang tidak bisa diobati. Di seluruh wajah dan tubuhnya muncul benjolan-benjolan yang sangat banyak. Benjolan itu jika pecah mengeluarkan cairan yang sangat busuk. Tidak ada tabib atau orang sakti yang bisa mengobatinya. Semakin hari penyakitnya semakin parah dan baunya pun semakin tajam. Karena terlalu baunya dan kami tidak kuat menahan, akhirnya ibumu diasingkan di Hutan Angker. Setelah itu kami tidak mengetahui nasibnya lagi. Kami hanya berkeyakinan bahwa Ningsih telah mati dimangsa binatang buas,” kisah Demang Yono Sumoto, tanpa menceritakan perihal status calon selir Prabu Raga Sata. Menurutnya, terlalu memalukan menceritakan hal itu, perkara yang kemudian membuatnya turun jabatan menjadi demang hingga kini.
“Apakah Bibi Surina yang melakukan teluh itu?” terka Joko yang mulai menyematkan statu “bibi” pada Surina Asih.
“Kalian mengenal Surina?” tanya Rumih Riya cepat.
“Kami bertemu dengannya di pasar. Justru karena Bibi Surina menyebut nama depan ibuku, dan ketakutan saat melihatku, aku jadi bertanya-tanya. Aku khawatir nama Ningsih yang disebut adalah nama ibuku,” jelas Joko.
“Persekongkolan Surina dengan seorang tabib akhirnya terbongkar. Karena beberapa hari setelah ibumu dibuang ke hutan, teluh itu justru menyerang Surina. Meski tidak separah penyakit ibumu, tetapi Surina tidak tahan dan menuntut pertanggungjawaban tabib yang dia bayar untuk mencelakai ibumu. Karena ingin kami buang juga ke Hutan Angker, Surina memilih kabur dan sesekali muncul dengan kondisi tubuh yang berbau busuk. Apa yang dialaminya saat ini adalah hasil dari teluh itu. Perasaan bersalah telah membuatnya menjadi seperti orang gila,” kisah Demang Yono.
“Jadi Kakek dan Nenek tidak tahu ibuku di mana?” tanya Joko serius.
“Sejak dulu kami menyangka ibumu sudah meninggal,” kata Rumih Riya, ia kembali bersedih dan menangis.
Tirana lalu menggeser tubuhnya dan merangkul bahu wanita tua itu, mencoba memberikan ketenangan.
“Apa sebenarnya yang membuat ayah dan ibuku berpisah? Bahkan membiarkan aku yang mencari mereka, bukan mereka yang mencariku,” ucap Joko lirih. Pertanyaan itu akhirnya menjadi beban pikirannya.
“Tinggallah di sini, Joko!” kata Rumih Riya.
“Maafkan aku, Nek. Aku dan Tirana dalam perjalanan penting. Kami harus segera melanjutkan perjalanan. Namun, aku sangat bahagia bisa bertemu dengan kakek dan nenekku. Aku bahagia sudah tahu siapa adanya ibuku, meski aku harus mencari lagi. Setelah urusanku selesai, aku akan datang lagi menemui kalian. Namun, jika ternyata aku melupakan kalian atau tidak memungkinkan berkunjung, aku berharap Kakek mau bertamu ke Kerajaan Sanggana Kecil di Gunung Prabu. Di sanalah keluarga besarku berada!” (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan thorrr cerita nya
2023-01-31
0
aim pacina
💯☝️✌️
2022-09-02
0
Wak Jon
Bertemu Kakek dan Nenek..
2021-11-09
0