*Cinta di Hutan Angker (Cihua)*
Anjas Perjana mulai mengapaki batang pohon yang tadi ditebangnya. Batang pohon itu harus dipotong beberapa bagian menjadi lebih pendek-pendek.
“Anjas! Anjas! Dididi… dia datang! Hihihik…!” teriak Gurudi tertawa senang, sambil melompat-lompat kecil di tempat.
Anjas menahan ayunan kapaknya. Ia menengok kepada Ningsih Dirama yang datang mendekat ke tempat itu dengan wajah menunduk malu. Anjas tersenyum sambil berdiri tegak.
Dengan mendekatnya dirinya ke tempat kerja Anjas Perjana, Ningsih Dirama jadi tahu bahwa anak kecil yang bernama Gurudi bukanlah seorang anak kecil, tetapi seorang kerdil dengan wajah agak dewasa. Si cebol gagap itu terus tertawa cekikikan seperti perempuan genit.
“Siapa namamu, Nisanak?” tanya Anjas seraya tersenyum ramah. Ia dan Gurudi sedikit pun tidak merasa terganggu dengan bau busuk yang ditimbulkan oleh Ningsih.
“Ningsih Dirama.”
“Rumahku tidak jauh di utara. Jika kau ingin singgah, silakan. Jika kau ingin tinggal pun, aku membuka hati, eh, maksudku aku membuka pintu. Dari pada kau tinggal di rumah ayam seperti di bawah pohon itu. Tapi rumahku tidak mewah, yaaa hampir sama dengan rumah ayammu itu. Hahaha!” kata Anjas sedikit menyisipkan guyonan.
Ningsih tidak tertawa, tetapi ia tersenyum lebar mendengar gaya bicara pemuda gagah itu.
“Kau juga mengintai aku?” tanya Ningsih.
“Tidaaak. Itu kata Gurudi yang bercerita bahwa kau tinggal di rumah ayam,” jawab Anjas Perjana.
“Iya iya iya! Aku yang cecece… cerita! Hihihik!” teriak Gurudi membenarkan Anjas, lalu tertawa lagi.
“Sudah petang. Ayo, kita ke rumahku!” ajak Anjas Perjana lalu berjalan meninggalkan pekerjaannya.
“Tapi pekerjaanmu?” tanya Ningsih.
“Masih ada hari esok,” jawab Anjas Perjana.
“Hihihik…!” Gurudi tertawa panjang sambil berlari duluan menuju ke utara. Ia meniggalkan Anjas Perjana dan Ningsih Dirama berdua.
Ningsih Dirama berjalan agak jauh dari Anjas Perjana dengan wajah masih menunduk. Memang saat itu dia tidak mengenakan kain besar penutup tubuhnya, jadi ia sulit untuk menyembunyikan wajah hancurnya selain menunduk atau menutup dengan telapak tangannya.
“Kau jangan heran dengan Gurudi. Dia lebih tua dari kita berdua, tapi sifatnya memang seperti itu. Dia sahabat setiaku yang selalu bergembira,” kata Anjas tentang Gurudi.
“Kau seorang yang normal, tetapi kenapa tinggal di tengah hutan belantara seperti ini?” tanya Ningsih.
“Jangan terlalu jauh, sudah mulai gelap. Tidak apa-apa kau berjalan lebih dekat kepadaku. Aku tidak jahat dan tidak akan mengganggumu atau terganggu olehmu. Apalagi tidak akan ada yang cemburu di sini,” kata Anjas Perjana.
Ningsih Dirama jadi tersenyum tanggung mendengar kalimat terakhir Anjas.
“Aku orang yang tidak suka keramaian, jadi aku memilih hidup dalam ketenangan dan kesunyian. Meski pada nyatanya hari-hariku selalu ramai oleh tawa Gurudi. Sebenarnya aku sedang menuntut ilmu kepada alam. Aku pun belum lama di hutan ini, tetapi aku jauh lebih lama daripada kau, Ningsih,” jawab Anjas.
“Kau seorang pendekar, Anjas?” tanya Ningsih,
“Bisa disebut seperti itu,” jawab Anjas. “Nah, lihatlah itu!”
Anjas Perjana menunjuk agak ke atas. Ningsih memandang ke arah tunjukan itu.
Di atas sebuah pohon besar dengan dahan-dahan besar yang bercabang-cabang, terlihat ada tiga rumah-rumahan di dahan yang saling terpisah, tetapi masih satu pohon. Dua rumah dari bambu itu terlihat warnanya sudah tua, tapi yang satu jelas terlihat bahwa bahan-bahannya masih baru. Benar-benar mirip seperti rumah Tarzan.
“Yang paling tinggi adalah rumahku, yang sebelah kanan adalah rumah Gurudi. Yang terlihat baru adalah rumah untukmu,” kata Anjas, membuat Ningsih terkejut lagi.
“Buatku?” tanya Ningsih Dirama, kali ini ia mengangkat wajah buruknya memandang Anjas.
“Maksudku, itu rumah khusus untuk tamu. Saat aku mengetahui ada orang asing yang masuk dan bermalam di hutan ini, aku memutuskan membuat satu rumah untuk tamu. Tamu itu adalah kau, Ningsih,” jelas Anjas. “Pertama melihatmu aku sudah bisa menebak bahwa kau bukanlah seorang pendekar. Namun, jika kau tidak berkenan, tidak masalah, rumah baru di atas itupun tidak akan sia-sia aku buat.”
Sejak itulah, Ningsih Dirama luluh hatinya kepada Anjas Perjana. Ia merasa pemuda itu membuatnya menjadi begitu istimewa di saat dirinya dalam kondisi yang paling terpuruk. Sulit mencari alasan untuk menolak tawarannya.
Modus? Terlalu jahat jika menuding Anjas modus kepadanya yang begitu bau dan berpenyakit.
Anjas Perjana memang orang baik. Buktinya, sejak kedatangan Ningsih ke hutan itu, Anjas sudah membuatkannya rumah, padahal ia belum mengenal dan belum tahu karakter si wanita.
Yang tidak habis pikir oleh Ningsih, yaitu Anjas Perjana dan Gurudi sedikit pun tidak terlihat terganggu oleh penyakitnya yang jelas-jelas sangat bau, bahkan seekor harimau pun enggan untuk memangsanya.
Mulailah Ningsih Dirama hidup bersama dengan Anjas Perjana dan Gurudi dalam satu lingkungan. Alangkah gembiranya Gurudi karena mereka kini bertiga, bukan berdua lagi.
Belum sampai satu hari satu malam, Ningsih Dirama sudah jatuh hati kepada Anjas Perjana. Namun, rasa itu ia pendam dalam hati karena ia sadar diri. Pikirnya, manalah mungkin Anjas Perjana yang tampan dan gagah itu jatuh hati pula kepadanya? Sebagai seorang yang tampan, Anjas Perjana pasti memiliki kehidupan cinta yang lain di luar hutan. Atau mungkin, dia sudah punya istri atau anak. Ningsih terlalu malu dan tidak punya wewenang menanyakan perihal kehidupan pribadi orang yang baru dikenalnya itu.
Dua hari tinggal bersama Anjas Perjana dan Gurudi dalam satu lingkungan, membuat Ningsih merasa nyaman. Namun, Ningsih tidak diizinkan untuk memasak.
“Kau tidak boleh memasak, karena kau adalah tamuku. Kecuali jika kau bukan tamuku!” larang Anjas Perjana pada suatu ketika.
Kalimat “Kecuali jika kau bukan tamuku” menjadi hal yang selalu terngiang-ngiang dalam pikiran Ningsih.
“Apa maksudnya?” tanyanya dalam hati.
Pada malam itu, mereka saling berbincang. Mereka duduk di teras rumah pohonnya masing-masing dan saling berhadapan. Posisi Anjas Perjana lebih tinggi karena dahan rumahnya lebih tinggi. Posisi itu membuat Ningsih harus sedikit menutupi bagian dada atasnya.
Meski tidak menggubris, tetapi Anjas Perjana hanya tersenyum dalam hati melihat sikap Ningsih Dirama.
Dalam obrolan di malam itu, tanpa ditanya, barulah Ningsih bercerita tentang penyakitnya. Selama dua hari tinggal bersama, sekali pun Anjas tidak menanyakan tentang penyakitnya. Hal itu justru membuat Ningsih gemas sendiri.
“Hihihik! Anjas bibibi… bisa mememe… menyembuhkanmu! Hihihik…!” kata Gurudi sambil tertawa-tawa.
“Benarkah, Anjas?” tanya Ningsih Dirama cepat kepada Anjas.
“Mungkin, karena aku belum melakukannya. Tapi, pasti kau akan enggan kuobati, karena dalam pelaksanaannya, tanganku harus banyak menyentuh kulitmu,” kata Anjas Perjana.
Terdiam malulah Ningsih Dirama. Namun kemudian, dia berdalih.
“Tidak apa-apa. Sekarang aku ibarat wanita yang tidak berharga lagi, mungkin mati pun adalah hal yang memang layak bagiku. Jika memang dengan cara itu bisa membuatku menjadi lebih berharga lagi, maka aku sangat tidak keberatan. Apa pun akan aku lakukan untuk sembuh dari penyakit terkutuk ini,” ujar Ningsih seraya menangis.
“Baiklah, besok pagi bisa kita lakukan pengobatannya,” kata Anjas Perjana yang memang menaruh rasa iba kepada Ningsih. “Tidurlah dengan nyenyak, aku tidak akan pergi meninggalkanmu.”
Kata-kata Anjas Perjana selalu membuat perasaan Ningsih yang merasa hina menjadi terhibur dan nyaman. Hingga-hingga ketika ia memulai tidurnya, senyumnya mengembang agak lama, seolah menunjukkan kebahagiaannya.
Keesokan harinya, setelah Ningsih Dirama mandi, maka dimulailah proses pengobatan dirinya.
Memang dasarnya Anjas Perjana bukanlah sembarang pria. Ia memiliki kesaktian yang tinggi, termasuk memiliki ilmu pengobatan yang unik dan ampuh, namanya ilmu Serap Luka.
Ilmu Serap Luka memiliki empat tahapan pengobatan, yaitu pendekteksian, penarikan racun atau bakteri, pemulihan sel-sel tubuh serta pengeringan luka, dan pengembalian stamina si sakit. Keempat tahapan itu prosesnya tangan Anjas Perjana harus menyentuh kulit.
Untuk mengobati bagian tangan Ningsih, Anjas Perjana harus menyentuh kulit tangan gadis itu. Untuk mengobati kulit wajah, Anjas harus menyentuh wajah Ningsih. Demikian pula untuk bagian tubuh kewanitaan milik Ningsih.
Mau tidak rela, Ningsih harus membuang rasa malunya. Terbukti, hasil pengobatan Anjas Perjana begitu luar biasa dan memukau. Kulit tangan Ningsih bisa kembali normal, seperti tidak pernah terkena penyakit apa-apa. Kulit itu kembali putih dan mulus.
Demikian pula pada wajah Ningsih Dirama. Ketika wajah itu sembuh, Anjas Perjana sempat terpana melihat kecantikan asli dari seorang Ningsih Dirama. Apalagi jika memandangi bibir merahnya yang alami.
“Pantas saja kau dijahati orang lain…” kata Anjas dengan kalimat menggantung.
“Memangnya kenapa, Anjas?” tanya Ningsih Dirama sangat ingin tahu.
“Cantikmu keterlaluan,” jawab Anjas Perjana.
Ningsih tidak bisa berkomentar selain tersenyum lebar dan menunduk malu. Wajahnya yang sudah kembali jelita seketika bersemu merah. Hatinya hujan bunga seribu rupa.
Pengobatan untuk Ningsih tidak bisa Anjas lakukan dalam satu hari, karena ia harus mengeluarkan cukup banyak tenaga dalam, sebab penyakit itu termasuk teluh tingkat tinggi.
Hari demi hari berlalu untuk masa pengobatan Ningsih. Kesaktian Anjas Perjana membuat gadis berbibir merah alami itu semakin jatuh hati, tetapi masih dipendam di dalam dada saja. Rasa itu baru terungkap lewat pandangan mata yang kini jadi pencuri. Mata Ningsih sedikit-sedikit mencuri pandang kepada Anjas di berbagai waktu dan kesempatan.
Untuk mengobati bagian kewanitaan, Anjas memilih memberi pilihan kepada Ningsih, yaitu mau diobati atau tidak. Daripada jadi wanita cantik tapi tetap bermasalah dengan bau, Ningsih dengan mantap setuju bagian kewanitaannya diobati pula. (RH)
******************
Novel "8 Dewi Bunga Sanggana" adalah kelanjutan dari novel "Pendekar Sanggana". Bantu dengan like dan komenmu di setiap chapter, agar novel ini cepat sukses.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Bimo
bagus ceritanya thor.. lanjutkan..!!
2024-05-28
1
Budi Efendi
mantap
2023-01-29
0
Oded Manggala
Obat sejenis Feng Tay gak bakalan mempan ya om?! 🤔😄
2022-04-09
1