*Bibir Merah Pendekar (BMP)*
Setelah kemarin melakukan Sidang Akbar yang cukup lama, kemudian dilanjutkan dengan sidang Dewan Hukum Sanggana Kecil untuk merumuskan sejumlah hukum atau perundang-undangan, sebagai putri yang terpelajar dan berpendidikan tinggi di negerinya, Permaisuri Yuo Kai layak memimpin dewan tersebut.
Pagi ini, Prabu Dira melakukan kunjungan kerja atau blusukan ala negeri masa depan.
Kunjungan kerja pertama adalah mengunjungi tiga desa di Kadipaten Gunung Prabu. Prabu Dira didampingi langsung oleh Ratu Getara Cinta, Mahapati Turung Gali, Mantri Kesejahteraan Putri Sagiya Riangga Liya, dan Adipati Pangeran Kubur. Selain dikawal oleh sepuluh prajurit pilihan, ada dua pendekar yang turut mengawal, yaitu Reksa Dipa dan Nyi Mut. Keduanya adalah dua pendekar yang termasuk dalam Pasukan Pengawal Bunga.
Daerah bergunung membuat mereka masing-masing harus menggunakan kuda.
Selain mengunjungi pembangunan permukiman layak untuk warga desa, Prabu Dira juga mengunjungi pertanian dan perkebunan yang sedang digarap oleh warga Desa Kenangan, Desa Subur dan Desa Makmur.
“Untuk kebun kacang tanah, kita sudah budidayakan sejak lama, jadi hasilnya sudah terlihat, Gusti Prabu,” kata Adipati Pangeran Kubur, saat rombongan Pangeran Dira melihat kebun kacang tanah yang cukup luas dan sudah menuju masa panen. “Untuk yang sebelah sana, warga baru mencoba menanam iles-iles (porang). Tanaman itu lebih banyak manfaatnya dibandingkan jenis ubi lainnya.”
“Bagus,” ucap Prabu Dira.
Setelah mengunjungi sejumlah lahan yang baru dibuka untuk sejumlah jenis tanaman, Prabu Dira pergi mengunjungi Gua Api yang kini dijaga oleh sejumlah pasukan Kerajaan Sanggana Kecil.
“Aku sudah mengutus dua orang prajurit yang diajukan oleh Senopati Batik Mida ke Tabir Angin, untuk meminta beberapa prajurit ahli tambang emas kepada Ratu Puspa,” kata Ratu Getara Cinta kepada suaminya.
“Berarti bukan hanya ahli tambang yang kita perlukan, selain tenaga tambang yang banyak, kita juga memerlukan orang-orang yang bisa mengolah batu itu setelah menjadi emas. Ke depannya, sepertinya kita membutuhkan seorang pejabat yang bisa mengurus masalah pekerja dan aturan pengupahannya,” kata Prabu Dira.
“Benar itu, Kakang Prabu. Setahuku, membangun sebuah kerajaan baru dan masyarakatnya, lebih susah dan lebih lama daripada merencanakan pernikahan,” celetuk Putri Sagiya yang membuat mereka tertawa rendah.
Putri Sagiya adalah adik tiri dari Prabu Dira tapi lain ibu. Ia seorang gadis cantik berambut panjang. Rambutnya ditata cantik dengan untaian mutiara pendek dan ikat rambut dari pita berhias emas. Kecantikannya semakin segar dengan bibir merah yang berwarna merah dan terlihat selalu basah. Hari ini ia mengenakan pakaian pendekar warna biru. Pada bagian pinggangnya ada gulungan tali berwarna emas dan perak yang memiliki gagang bagus.
“Kau sudah ingin menikah?” tanya Prabu Dira menggoda adiknya.
“Aku harus mencari seorang pemuda yang berkarakter setia terhadap satu wanita,” jawab Putri Sagiya.
“Hahaha!” tawa Prabu Dira. Lalu katanya, “Sebenarnya aku karakter lelaki yang setia dengan satu wanita, tetapi kebutuhan tidak bisa aku tolak.”
Kembali tertawalah mereka.
Setelah dari Gunung Prabu, mereka melanjutkan kunjungan ke Kadipaten Malam Abadi yang ada di dalam Hutan Malam Abadi. Pada kunjungan di kadipaten ini, Adipati Pangeran Kubur sudah tidak mendampingi, berganti dengan Adipati Ririn Salawi.
“Inilah hutan sonokeling yang ada di dalam Hutan Malam Abadi, Gusti Prabu. Sebelumnya aku tidak pernah berpikir bahwa hutan ini bisa menghasilkan emas hijau, hingga ketika Mahapati menemukan hutan sonokeling ini,” kata Ririn Salawi dengan jenis suara seperti lelaki.
“Tentunya hasil dari kekayaan ini akan dibagi antara Istana dengan Kadipaten. Dengan demikian, warga Kadipaten Malam Abadi akan menikmati hasil dari kekayaan alamnya,” kata Prabu Dira.
“Jenis hutan ini sangat liar, sehingga banyak kekayaan hutan yang masih asli dan tidak tersentuh oleh manusia. Namun, kita kekurangan banyak tenaga kerja, Gusti Prabu,” kata Mahapati Turung Gali.
“Ketika kita menjalin persahabatan dengan kerajaan lain, kita bisa membuka lapangan pekerjaan untuk warga negeri lain agar kekurangan tenaga kerja bisa terpenuhi. Namun, kita harus mengutamakan warga negeri sendiri,” kata Ratu Getara Cinta.
“Benar. Ke depannya itu bisa dilakukan, tetapi tingkat upah tanaga kerja negeri sendiri harus lebih besar dari tenaga kerja negeri lain,” kata Prabu Dira. “Perekrutan tenaga kerja negeri lain baru bisa kita lakukan jika semua bagian pendukung sudah tersedia dan siap.”
“Benar, Gusti Prabu. Jangan sampai kita mengutamakan membuat barang dan bahan, tetapi kita tidak memiliki pasar untuk menjualnya. Itu artinya, jalan hutan yang sudah kita buat harus diperbaiki lebih baik agar kendaraan seperti pedati pengangkut muatan berat bisa lewat,” kata Putri Sagiya.
Setelah mengunjungi warga di dua desa, yaitu Desa Malam dan Desa Abadi, serta berdialog sepintas dengan warga, rombongan Prabu Dira lalu mengunjungi basis militer Kerajaan Sanggana Kecil. Basis militer itu terletak di hutan yang menjadi benteng depan Istana.
Pada kunjungan itu, Putri Sagiya sudah tidak ikut. Ia digantikan oleh Permaisuri Kerling Sukma yang menjabat sebagai Mantri Keprajuritan, Permaisuri Kusuma Dewi sebagai Ketua Pasukan Pedang Putri dan Senopati Batik Mida.
“Kita mendapat lima ratus prajurit baru dari kalangan rakyat biasa, Kakang Prabu. Hampir semuanya harus dilatih dari pendidikan dasar keprajuritan,” kata Permaisuri Kerling Sukma saat Prabu Dira menyaksikan latihan beladiri dasar ratusan prajurit baru.
“Sebelum mereka benar-benar layak disebut sebagai prajurit, jangan sekali-kali mereka diturunkan ke dalam peperangan. Kita merekrut para prajurit untuk mempertahankan nyawa manusia, bukan untuk mengorbankan nyawa mereka,” pesan Prabu Dira kepada Permaisuri Kerling Sukma dan Senopati Batik Mida.
“Baik, Kakang Prabu,” ucap Permaisuri Keempat.
“Baik, Gusti Prabu,” ucap Senopati Batik Mida.
Prabu Dira juga mengunjungi Pasukan Hantu Sanggana dan Pasukan Pengawal Bunga.
Pasukan Hantu Sanggana yang berjumlah empat puluh pendekar dikomandani oleh Babat Seta, lelaki bermata sipit mantan anak buah utama Ririn Salawi, ketika mereka masih menjadi kelompok penjahat Hutan Malam Abadi.
Pasukan Pengawal Bunga dikomandani oleh Reksa Dipa, pemuda tampan tapi berkulit agak gelap. Pemuda berambut gondrong tanpa senjata itu memiliki karakter diam dan dingin. Wanita zaman sekarang sering mengistilahkannya “cowok kulkas”. Saat ini dia mengawal Ratu Getara Cinta bersama dengan Nyi Mut, yang diam-diam menaruh hati kepadanya.
Pada kesempatan itu, Permaisuri Kerling Sukma memperkenalkan satu demi satu pendekar yang menjadi bagian dari Pasukan Hantu Sanggana. Permaisuri Kerling Sukma bahkan hapal keunggulan kesaktian setiap pendekar itu. Sebelumnya, Permaisuri Kerling Sukma sudah menjajal kesaktian mereka satu demi satu dalam tes perekrutan.
Permaisuri Kerling Sukma juga memperkenalkan kelima belas anggota Pasukan Pengawal Bunga. Masing-masing pendekar telah memiliki tugas sesuai dengan tupoksinya. Mereka akan mengawal jika ada permaisuri yang pergi keluar Istana, seperti yang dilakukan oleh Reksa Dipa dan Nyi Mut.
Prabu Dira juga diperkenalkan oleh seluruh Pasukan Pedang Putri yang berjumlah dua puluh lima orang. Semuanya adalah pendekar wanita. Pasukan itu diketuai oleh Permaisuri Kusuma Dewi dan dikomandani oleh Manik Cahaya yang berjuluk Pendekar Kipas Hitam. Manik Cahaya adalah seorang gadis cantik berusia di atas tiga puluh tahun. Kulitnya kuning langsat dibalut oleh pakaian berwarna hijau gelap. Ia berbekal senjata berupa kipas hitam.
Meski namanya Pasukan Pedang Putri, bukan berarti para pendekar wanita yang di dalamnya wajib bersenjatakan pedang atau punya ilmu pedang. Kata “pedang” dalam nama itu berarti sebagai senjata bagi Kerajaan Sanggana Kecil.
Permaisuri Kusuma Dewi yang punya giliran memperkenalkan setiap pendekar wanita dalam pasukan itu. Bagaimana tidak merananya para wanita tersebut, mereka dipaksa memandangi ketampanan raja mereka, tetapi tidak bisa memiliki dan menikmatinya.
Kunjungan terakhir adalah mengunjungi apa saja kerja Pasukan Penguasa Telaga. Namun sebelum itu, ketika rombongan kuda Prabu Dira melewati pinggiran hutan belantara di wilayah timur, sejenak Prabu Dira berhenti. Ia menatap serius jauh ke dalam hutan yang gelap, meski hari masih siang.
“Sepertinya hutan ini lebih berbahaya dari Hutan Malam Abadi,” kata Prabu Dira mengomentari hutan lebat dan luas itu.
“Apakah perlu kita mengirim prajurit untuk menjelajahi hutan ini, Kakang Prabu?” tanya Ratu Getara Cinta.
“Jika Permaisuri Mata Hati bisa mengetahui kekuatan besar yang ada di dalam Telaga Fatara, mungkin ia pun bisa tahu apakah hutan ini berpenghuni atau tidak,” kata Prabu Dira.
Saat mengunjungi Telaga Fatara, Prabu Dira, Ratu Getara Cinta, Permaisuri Kerling Sukma, Reksa Dipa, dan Nyi Mut ikut menelaga dan memancing ikan besar. Garis Merak sebagai Komandan Pasukan Penguasa Telaga, satu perahu dengan Prabu Dira dan kedua permaisurinya.
Garis Merak menjabarkan apa saja program kerjanya dalam mengelola telaga tersebut. Prabu Dira manggut-manggut mendengar presentasi gadis manis mantan bajak laut bersenjata pancing itu.
“Karena jumlah pasukan kami sangat terbatas, jadi rencana-rencana yang sudah kami susun dengan baik akan kami kerjakan satu demi satu hingga benar-benar selesai dan hasilnya bagus. Sehubungan ikan-ikan di telaga ini ganas-ganas, jadi kami meminta dibuatkan beberapa perahu yang lebih besar lagi dan juga lebih kuat, Gusti Prabu,” ujar Garis Merak.
“Baik, aku akan perintahkan pembuatan lima perahu yang lebih besar dari ini,” jawab Prabu Dira.
“Arah barat! Arah barat!” teriak Senandung Senja begitu nyaring melengking. Ia tegang karena ia yang lebih dulu melihat sesuatu di arah barat dari rombongan perahu mereka.
Mereka semua segera beralih memandang ke arah barat.
Tampak di arah barat, ada pergerakan air yang sedikit menggunung dan ada sesuatu yang melesat cepat di bawah permukaan air. Sudut pandang yang mereka miliki membuat mereka tidak bisa melihat makhluk apa yang bergerak cepat seperti torpedo raksasa di bawah permukaan air. Melihat arah gerakannya, sepertinya makhluk itu sengaja hendak menyerang rombongan perahu.
“Siapkan tombaaak!” teriak Garis Merak cepat memberi komando pada pasukannya.
Empat orang segera memegang kendali alat penembak tombak di keempat perahu. Mereka bersiap dan tegang. Mungkin ini jenis ikan seperti yang pertama mereka tangkap. Namun, tiba-tiba….
“Kaaak!”
Tiba-tiba terdengar koakan Gimba di langit. Semuanya segera mendongakkan wajah ke langit. Saat itu, sosok burung rajawali raksasa sudah menukik begitu cepat ke arah pergerakan makhluk telaga.
Bruss!
Tepat ketika makhluk telaga mendekati perahu, Gimba menyelupkan sepasang cekernya sambil mencengkeram makhluk telaga. Sementara sayapnya mengepak keras sebagai rem. Setelah itu Gimba naik terbang.
“Wawww!” teriak Pasukan Penguasa Telaga terkejut, saat mereka melihat apa yang ada di dalam cengkeraman Gimba.
Makhluk yang Gimba tangkap adalah seekor ikan raksasa bertubuh panjang dan memiliki mulut panjang lagi lancip. Itu bisa disebut ikan cucut raksasa. Mulutnya yang panjang bisa dengan mudah melubangi perahu.
“Gusti Prabu bisa lihat, jika kita menghadapi ikan besar seganas itu, perahu-perahu ini tidak akan banyak berarti,” kata Garis Merak.
Prabu Dira kembali manggut-manggut, seolah sedang memikirkan solusinya. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan
2023-01-30
0
aim pacina
cerita yg super lengkap, salut sama author nya
2022-09-02
1
Wak Jon
🐋🐋🐋🐋🐋🐋🐋🐋🐋🐋🐤🐤🐤🐤🐤🐤🐤
2021-11-09
0