Nico tak bisa memejamkan matanya, sebentar-sebentar laki-laki duduk lalu mencoba tidur, lalu duduk lagi, lalu mencoba untuk tidur lagi. Tapi tetap saja matanya tak bisa terpejam.
Setiap kali mengingat Reana sendirian di rumah sakit. Dia langsung membuka matanya dan terduduk. Akhirnya dia memilih duduk sendiri di balkon apartemennya. Memandang langit berbintang.
Apa Reana akan mengusirku lagi, aku sungguh ingin melihat keadaannya, bisik Nico dalam hati.
Ini adalah malam kedua Reana menginap di rumah sakit. Sebelum dan sesudah kuliah Nico pasti mengunjungi rumah sakit, namun tak pernah berani menemui gadis itu, dia hanya duduk di bangku taman rumah sakit.
Meskipun mengarah kesamping namun dari situ Nico bisa memandang jendela ruangan rawat inap Reana.
Nico menoleh ke jam dinding apartemennya, jam 20.10.
Pantas saja aku tidak bisa tidur, biasanya jam sebelas atau tengah malam baru mulai tertidur, pikir Nico.
Tapi karena pikirannya yang tak lepas dari Reana membuat otaknya buntu. Teman-teman yang mengajak nongkrong pun di tolak begitu saja, apa pun tugas kuliah yang dikerjakannya tak ada yang selesai.
Suasana hatinya begitu buruk, sehingga akhirnya memilih untuk tidur, tapi tetap saja tak bisa membuatnya terlelap.
Hasilnya Nico sudah berada di atas motornya, memasuki parkiran rumah sakit besar yang buka 24 jam. Seperti sebelumnya, Nico kembali duduk dibangku taman langganannya.
Ini adalah jarak terdekat antara aku dan Reana, pikir Nico sambil memandang kearah jendela itu.
Apa kabarnya, apa sekarang dia sudah lebih baik ?
Apa aku boleh menemuinya ?
Apa dia masih membenciku ?
tanya Nico dalam hati.
Nico menghembuskan nafas berat, semua jawaban itu tak bisa di jawabnya. Laki-laki itu sungguh-sungguh ingin menemui Reana, namun takut membayangkan gadis itu akan menolak kehadirannya.
Reana yang sejak kemarin sore tak melihat Nico, merasa kalau Nico benar-benar tersinggung oleh ucapannya. Seharian Reana hanya termenung diatas hospital bed, setiap kali ada kunjungan dokter dia akan bertanya kapan dia bisa pulang.
Namun dokter selalu berkata kondisi Reana belum begitu stabil. Setiap saat bisa kembali lemah, ditambah Reana seperti tidak nafsu makan. Dokter memberikan resep penambah nafsu makan agar nafsu makan gadis itu kembali normal dan nutrisi gadis itu bisa tercukupi.
Karena petugas pengantar makanan rumah sakit sering mendapati nampan makanan Reana selalu bersisa banyak. Bahkan petugas itu pernah menanyakan pada Reana alasan gadis itu tidak pernah menghabiskan makanannya.
Gadis itu hanya bisa menjawab bahwa dia tidak bernafsu untuk makan. Gadis itu meminta maaf karena tak bisa menghabiskan makanan yang disediakan petugas itu.
Petugas itu tertawa lalu bertanya apakah Reana menginginkan menu tertentu yang ingin dimakannya, tapi gadis itu merasa tidak menginginkan apapun sehingga akhirnya petugas itu memutuskan untuk menyampaikan kesulitan gadis itu pada dokter yang bertanggungjawab menangani pasiennya ini.
Selain memberi resep penambah nafsu makan, dokter menyarankan Reana untuk memaksakan diri untuk makan, karena makanan yang disediakan rumah sakit adalah makanan yang telah disarankan oleh ahli gizi karena mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien.
Namun suasana hati Reana yang buruk lah yang membuat gadis itu kehilangan nafsu makan. Sulit baginya untuk memaksakan.
Sejak menolak disuapi Nico, gadis itu merasa menyesal, bukan karena menolak makanannya tapi karena gadis itu menyesal mengucapkan kata-kata yang membuat hati laki-laki itu terluka dan pergi tanpa mengucapkan kata-kata. Dan makan malam hari inipun masih belum disentuhnya.
Yang dilakukan gadis itu sehari-hari hanya termenung atau menangis diatas ranjang rumah sakit sambil bertumpu kedua lututnya. Kadang gadis itu berharap Nico akan muncul dihadapannya hingga dia mendapat kesempatan untuk meminta maaf.
Jam 20.37 Nico masih menatap lurus ke jendela ruangan rawat inap Reana.
Aku sangat ingin melihatnya, aku sangat ingin melihat wajahnya, Tuhan biarkan aku melihatnya malam ini, do'a Nico dalam hati.
Reana yang masih duduk termenung di hospital bed, melirik kearah makanan disampingnya. Entah kenapa aroma makanan itu justru membuatnya hilang nafsu makan. Padahal jika dalam keadaan sehat, Reana sudah pasti menyukai aroma itu dan langsung memakannya dengan lahap.
Aroma makanan itu kembali tercium, Reana memalingkan wajahnya ke jendela, perlahan gadis itu melangkah menuju jendela dan membukanya, menghirup udara malam yang terasa lebih menyegarkan.
Nico yang masih menatap ke jendela ruangan Reana terkejut, hingga tak sadar berdiri dari bangkunya.
Tersenyum senang, saking senangnya dia berjalan kearah dimana dia bisa melihat Reana dengan lebih jelas.
Dibalik sebuah pohon Nico memperhatikan Reana yang sedang menghirup udara segar sambil memandangi bintang-bintang.
Tuhan telah mengabulkan do'aku. Terimakasih ya Tuhan, terimakasih, bisik Nico dalam hati sambil tersenyum riang.
Ponsel Nico bergetar, segera laki-laki itu melihat pesan yang masuk. Ternyata Rommy mengirimnya sebuah alamat, alamat restoran tempat Reana bekerja. Nico tersenyum girang, akhirnya dia mengetahui dimana Reana bekerja.
Masuklah Reana, jangan kelamaan terkena angin malam, ucap Nico pelan.
Seperti mendengar ucapan Nico, Reana mundur dan menutup kembali jendelanya. Nico tersenyum senang, bergegas dia pergi menuju parkiran motornya. Dan melaju dengan kencang ke alamat yang baru diterimanya.
Nico melongok kedalam restoran, tidak terlalu ramai. Mungkin karena sudah cukup malam, seorang pelayan menanyakan apakah dia sudah reservasi atau belum.
"Saya mau tanya apakah disini ada pelayan yang bernama Reana?" tanya Nico untuk meyakinkan kebenaran informasi dari Rommy.
"Kak Reana?" pelayan itu justru bertanya balik.
"Dia... dia...?" agak bingung gadis itu menjawab.
"Reana memang bekerja disini tapi dua hari ini tidak masuk kerja, kami tidak bisa menghubunginya, karena Reana tidak memiliki ponsel" jawab seorang bapak muda yang terlihat seperti seorang Manager Restoran.
"Reana masuk rumah sakit" ucap Nico cepat, setelah yakin dia tidak salah tempat.
Bapak dan gadis pelayan itu terkaget, si gadis pelayan langsung berlari kebelakang. Nico akhirnya dipersilahkan duduk oleh Manager Restoran, beliau ingin penjelasan lebih lanjut.
Setelah mengenalkan diri, Nico mulai menjelaskan situasi Reana, tak lama kemudian seorang ibu-ibu juga datang menanyainya. Pak manager memutuskan untuk menyuruh ibu itu dan gadis pelayan untuk menjenguk Reana keesokan harinya.
Nico sangat senang dengan respon orang-orang di restoran itu, hatinya tenang, sekarang Reana tidak akan kesepian lagi diruangan, ada orang yang peduli padanya akan datang menjenguk.
Nico kembali ke apartemennya, merebahkan badannya dengan senyum yang mengambang di bibirnya.
Hari ini benar-benar indah, bisa memandang Reana, dan menemukan teman kerjanya, ucap Nico bahagia sambil menendang-nendang selimutnya, setelah menunggu sesaat Nico pun akhirnya tertidur pulas.
Keesokan harinya, Bu Shinta dan Nella datang menjenguk, Reana yang masih termenung, kaget melihat kedatangan mereka. Nella langsung menceritakan tentang kedatangan Nico ke restoran.
"Cowok itu siapa kak? ganteng banget, pacar kakak ya?" tanya Nella penuh semangat.
"Ah enggak kok, dia cuma kakak kelas" jawab Reana tersipu.
"Yu-hu.. ada kesempatan nih" teriak Nella sambil melompat.
"Jangan senang dulu, itu kan pendapat Reana, tapi kalau cowok itu merasa dirinya pacar Reana gimana?" ucap Bu Shinta, mengubur khayalan Nella.
"Aah.. ibu nggak cs nih" ujar Nella dengan wajah cemberut yang dibuat-buat.
"Bukannya nggak cs, tapi coba pikir, malam-malam dia belain datang ke restoran untuk mengabarkan Reana di rumah sakit. Apa kakak kelas biasa melakukan hal itu ? Ibu nggak mau dengar rengekan mu lagi, kalau udah patah hati" lanjut Bu Shinta sambil mencubit pipi gadis itu .
Reana tercenung mendengar cerita bu Shinta.
Kak Nico datang ke restoran ? benarkah ? apa dia tidak marah lagi padaku ? bisik hati Reana.
"Bu Shinta liat kak Reana, senyum-senyum sendiri" ucap Nella.
Bu Shinta tertawa, Reana langsung tertunduk malu, terbiasa sendiri di ruangan membuat Reana suka berpikir sendiri, sedih sendiri dan sekarang senyum sendiri.
"Huuu... dasar, ngakunya cuma kakak kelas, tapi dapat perhatian begitu langsung senyum-senyum sendiri" candaan Nella.
Reana langsung memplototi gadis itu, Nella tertawa sambil memandang seluruh ruangan.
"Tapi kak, kami benar-benar nggak nyangka, kak Reana ngambil ruangan kayak gini, kayak di hotel ya bu, kalau nggak liat papan bertuliskan nama kak Reana diluar, kami nggak mungkin percaya" ucap Nella sambil melongok kesana kemari, kamar mandi, lemari, jendela, kulkas, hingga akhirnya merebahkan diri di sofa mewah itu.
"Emang kamu pernah liat kamar hotel" pancing Bu Shinta.
"Nggak sih bu, tapi kan kita suka liat promo-promo wisata gitu" jawab Nella lagi.
"Ya, ruangan seperti ini biasanya dijadikan tempat istirahat orang-orang kaya yang sedang ada masalah kesehatan" cerita Bu Shinta.
"Kenapa kak ? apa ruangan lain udah penuh ?" tanya Nella lagi.
"Nell, Reana sedang pingsan saat itu, jadi mana sadar dia di tempatkan disini" jawab Bu Shinta.
"Apa Nico yang mengambil ruangan ini untukmu ? biayanya akan besar Reana" ucap Bu Shinta sambil melihat sekeliling ruangan.
Reana terdiam, Bu Shinta merasa tak enak hati sudah membuat risau gadis ini.
"Tapi tenang lah, ibu akan coba mengajukan bantuan biaya dari restoran" ucap Bu Shinta semangat lagi.
"Tapi saya kan cuma pekerja paruh waktu Bu?" tanya Reana sambil mengingatkan Bu Shinta.
"Yah... mungkin tidak full, dapat sedikit lumayanlah, dan lagi, kita-kita karyawan restoran juga bisa patungan kan" ide Bu Shinta.
"Nggak usah Bu, saya merasa nggak enak, restoran sepi, saya nggak mau membebani restoran lagi" ucap Reana.
"Sudah jangan dipikirin, ada anggaran untuk itu, tenang aja, tapi seperti yang ibu bilang, mungkin nggak bisa full jadi kamu terpaksa memakai tabunganmu juga" ujar Bu Shinta lagi.
Reana kembali tercenung, wajahnya kembali murung.
"Kenapa bisa sakit sih nak ? ibu selalu bilang jangan telat makan, jangan lupa istirahat, jangan terlalu banyak pikiran, bahkan pak Gunawan berpesan seperti itu padamu kan ?" ucap Bu Shinta menasehati.
Mata Reana langsung berkaca-kaca. Bu Shinta langsung mendekati Reana duduk disampingnya sambil merangkul gadis itu. Ada rasa menyesal mengucapkan nasehat itu di kala Reana sedang sakit.
"Makanya kak jangan lama-lama sakitnya" usul Nella.
"Kalau bisa saya juga ingin cepat keluar Nell" jawab Reana pelan suaranya terdengar serak.
"Makanya makan yang banyak, habiskan semua sampai bersih, jadi mereka akan menilai bahwa kak Reana udah sehat" cerita Nella.
"Kok bisa begitu?" tanya Bu Shinta.
"Ya Bu, pengalaman pribadi ini, waktu adek Nella sakit, gara-gara Nella ngabisin makanannya terus jadi dibilang udah sehat. Makan yang tersisa itu jadi bahan laporan juga bu. Salah satu tanda orang masih sakit kan nggak nafsu makan" jelas Nella panjang lebar.
"Masuk akal juga" ujar Bu Shinta.
"Kalau begitu saya akan makan yang banyak Bu, Nell, biar cepat sehat" jawab Reana masih berkaca-kaca.
"Kamu udah merasa sehat belum ? jangan memaksakan diri, makan ya boleh, tapi jangan menipu dokter dan berpura-pura sehat" tanya Bu Shinta.
"Udah bu, saya merasa udah baikan kok" jawab Reana.
"Kalau memang nanti kamu dibolehkan pulang, telepon restoran atau ibu, biar kami jemput, ya" ujar Bu Shinta.
"Baik bu terima kasih" ucap Reana, sambil melirik barang-barang nya yang ada di ruangan ini, ransel kuliah, serta baju terakhir nya, karena selama dirumah sakit Reana hanya mengenakan baju rumah sakit.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Sri Hartini
niko semangat kai pasti bisa
2022-01-19
1
dewi putriyanti
ayo nicho, jgn patah semangat.
2021-08-08
1