Sepeninggalan teman-temannya, Nico termenung menatap Reana yang masih memejamkan matanya. Lalu beralih menatap infus yang menetes pelan mengalir melalui selang medis dan berakhir di pergelangan gadis itu.
Cairan infus kristaloid yang mengandung air, elektrolit, dan glukosa ini digunakan dokter untuk mengatasi kondisi dehidrasi yang diderita Reana.
Nico menatap gadis itu dengan perasaan iba. Tak bosan-bosannya Nico menatap wajah gadis itu, namun kali ini Reana terlihat begitu diam, begitu tenang, tanpa tatapan mata yang tajam kearahnya.
Nico membelai rambut gadis itu lembut, merapikan helaian rambut Reana yang menutupi matanya. Pandangan mata Nico menelusuri lekuk wajah gadis itu. Kening, mata, hidung hingga bibir. Mata Nico bertahan di bibir mungil gadis itu.
Bibir yang pernah ku cium, bisik Nico dalam hati.
Laki-laki itu tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. Nico bersyukur hari itu dia bertemu dengan Reana.
Niatnya mencari Rebecca, gadis yang akan dijadikannya sebagai bayaran untuk hukuman taruhannya.
Gadis yang bisa dilupakan dan melupakannya begitu saja setelah melakukan itu. Gadis yang tidak akan keberatan menerima ciumannya, gadis yang sudah terbiasa melakukan itu.
Tapi kenyataan berkata lain, Reana justru muncul dihadapannya membuat matanya tak bisa beralih darinya. Menarik laki-laki itu dengan sikap tak acuhnya, membuat rasa penasaran Nico untuk menaklukkan hati gadis yang tak peduli akan kehadirannya.
Hati Nico tertantang, semua orang berkata dia bisa mendapatkan gadis manapun yang diinginkannya. Dengan kepopulerannya di kampus gadis manapun bisa ditaklukkannya, meski selama ini Nico tak peduli dengan semua itu.
Sedikitpun dia tidak ingin memanfaatkan popularitasnya untuk mendapatkan seorang gadis. Setelah sekian lama perasaan itu mati, perasaan menginginkan hadirnya seorang gadis di hatinya.
Namun perasaan itu sekarang seakan tumbuh lagi, tanpa di sadari, tanpa di sengaja, Nico mulai menginginkan lagi seorang gadis untuk dapat mengisi kekosongan hatinya.
Laki-laki itu masih menatap lekat bibir mungil gadis yang masih tertidur itu. Seperti magnet yang berkekuatan tinggi, Nico bergerak pelan mendekatinya. Hanya tinggal setengah inch saja bibir Nico akan menyentuh bibir gadis itu.
Tapi gerakan Nico terhenti, teringat akan ucapan gadis itu, yang baru beberapa jam lalu didengarnya.
Apa ingin mencari kesempatan lagi ? kata-kata itu terngiang di telinga Nico.
Ya, aku ingin mencari kesempatan lagi,
kesempatan bersamamu,
kesempatan memilikimu,
aku mencari kesempatan saat kau lemah,
saat kau tak kuasa menolakku,
tapi aku tidak akan mencari kesempatan saat kau tak sadar,
aku tidak ingin melecehkanmu,
aku sangat menghargaimu, sangat memuliakanmu, pikir Nico panjang seakan-akan ingin mencurahkan isi hatinya yang tak terima mendapat tuduhan dari Reana.
Yang dilakukan Nico sekarang hanyalah duduk sambil menggenggam tangan gadis itu. Menjadikan tangan lembut itu sebagai tumpuan wajahnya dan rebah di hospital bed.
Meskipun Nico merebahkan kepalanya, namun matanya masih saja menatap kearah gadis itu, tersenyum pada gadis yang tak mungkin membalas senyumannya itu. Lama kelamaan mata Nico merasa letih memandang.
Dan setelah mengalami kejadian yang membuatnya panik, akhirnya Nico kelelahan dan tertidur.
Reana mengerjapkan matanya, pandangannya lemah mengitari sekeliling ruangan. Reana kembali memejamkan matanya. Tubuhnya masih terasa lelah.
Tiba-tiba ia terbangun, matanya terbelalak dan langsung duduk. Pandangannya mengitari ruangan dengan seksama. Sebuah ruangan dirumah sakit, selang infus, namun hanya dia sendiri pasien diruangan ini.
Ruangan dengan interior mewah, sofa, TV LED, kulkas dan pemandangan dibalik jendela.
V.I.P, jerit hati Reana.
Kenapa aku bisa berada di ruangan ini, aku tak akan sanggup membayar semua ini, jerit Reana dalam hati.
Nico yang menyadari Reana telah terbangun, segera mendorong gadis itu, meminta agar Reana kembali beristirahat. Namun Reana menolak.
"Kenapa aku di bawa kesini, aku tidak akan sanggup membayar biaya rawat di ruangan ini" teriak Reana panik.
"Jangan khawatirkan itu, aku yang akan membayarnya" jawab Nico sambil terus meminta Reana untuk beristirahat lagi.
Reana menepis tangan Nico yang terus mendorongnya untuk tidur.
"Kenapa kau yang harus membayarnya, memangnya kamu ini siapa, apa hubunganmu dengan ku?" teriak Reana panik, membayangkan uang kuliah yang ditabungnya susah payah, terancam melayang.
Nico hanya terdiam.
Reana mencabut jarum infus yang tertancap di pergelangan tangannya dengan kasar, Reana meringis, darahnya menitik namun Reana tak peduli. Tergesa-gesa gadis itu berjalan menuju pintu.
Nico berusaha mencegahnya tapi gadis itu menolak dengan tatapan matanya yang tajam. Melihat itu, Nico terdiam. Gadis itu kembali berjalan menuju pintu namun belum sempat mencapai pintu, gadis itu merasakan pusing yang hebat.
Reana berusaha menggapai gagang pintu namun tak sempat dicapainya, Reana telah terhuyung. Nico segera meraih Reana, gadis itu jatuh pingsan di pelukannya.
Nico segera memanggil suster. Menggendong Reana dan meminta tolong dokter memeriksa keadaannya. Suster kembali memasang jarum infus di pergelangan tangan gadis itu.
Sekian lama gadis itu kembali tak sadarkan diri. Nico menyesal tak dapat mencegahnya. Nico tak sanggup memaksakan kehendaknya pada gadis itu. Entah mengapa, tatapan tajam mata Reana justru menimbulkan perasaan kasihan pada gadis itu.
Reana membuka matanya, dengan perlahan Reana mengitari pandangannya ke seluruh ruangan. Reana ingin duduk namun Reana mendapati tangannya terikat kain kassa di pagar pengaman samping hospital bednya.
"Lepasin ikatan ini, apa yang kau lakukan, aku akan menuntut Rumah Sakit ini karena memperlakukan pasien dengan semena-mena seperti ini" teriak Reana tidak terima diperlakukan seperti itu.
Nico duduk disamping hospital bed Reana, memandang menyesal pada gadis itu. Sebenarnya Nico sendiri juga tak tega melakukan itu tapi ini semua demi kebaikan Reana sendiri.
"Maaf Reana, aku terpaksa melakukannya, kau tidak tau bagaimana pandangan suster padaku, tatapannya mengisyaratkan bahwa aku tidak becus menjagamu" jawab Nico menjelaskan.
"Lepaskan aku, aku mohon" ucap Reana memohon, hidungnya memerah, matanya berkaca-kaca.
"Aku nggak mau mengambil resiko kamu akan lari lagi" ucap Nico.
Nico bersikukuh tak mau melepaskan tali ikatan Reana, gadis itu pasrah mengungkapkan alasannya meminta dilepaskan, yang menurutnya sedikit memalukan.
"Tapi pipiku gatal" ucap Reana memelas, sambil menoleh ke jendela disampingnya.
Nico mendekati Reana, terlihat bentol kecil berwarna kemerahan di pipi gadis itu, Nico tersenyum ditahan.
"Aku akan bantu menggaruknya, apa kamu izinkan ? tanya Nico sambil tersenyum.
Reana hanya diam, tak mengiyakan namun juga tidak menolak. Nico mengulurkan tangannya membantu menggaruk pipi gadis itu. Senyum tak lepas dari mulut laki-laki itu.
Nico terpana, tak pernah membayangkan dia akan menyentuh pipi gadis itu. Sangat putih, sangat lembut dan terlihat manis seperti marshmallow, tanpa terasa tangan Nico membelai lembut pipi gadis itu.
"Kau melecehkanku lagi" ucap Reana lirih, memejamkan mata, meneteskan sebutir air matanya.
Nico tersadar, buru-buru menarik tangannya. Tubuh dan perasaan Reana masih terasa letih, letih menghadapi keadaan, letih menghadapi kenyataan, hingga akhirnya gadis itu tertidur lagi.
Melihat Reana tertidur, akhirnya Nico memutuskan untuk membuka tali ikatan Reana.
"Berjanjilah jangan lari lagi, aku akan menemanimu, aku akan menjagamu, akan selalu menjagamu" ucap Nico berbisik pelan.
Menjelang sore Reana bangun dari tidurnya. Menatap pelan ke sekeliling ruangan, tangannya sudah tidak terikat lagi. Gadis itu bangun dari posisi tidurnya dengan perlahan. Dia tak mau mengalami kejadian seperti tadi.
Reana menatap Nico yang tertidur dengan posisi duduk di sofa. Ada perasaan aneh mengalir dalam diri gadis itu. Perasaan apakah itu ?
Tersentuhkah dia dengan ketulusan laki-laki tampan itu. Atau rasa terima kasih atas perhatiannya menjaga Reana. Ataukah hanya perasaan kasihan ?
Reana turun dari hospital bed, berjalan pelan mencari pintu kamar mandi. Sambil mendorong tiang infus nya Reana melihat kesana kemari akhirnya menemukan pintu diujung ruangan.
Reana masuk kedalamnya, dan benar saja ruangan itu adalah kamar mandi, Reana berdiri memandang wajahnya di cermin. Wajah yang lelah, lalu Reana membasuh wajahnya. Reana tersenyum, sekarang sudah terlihat lebih segar.
Reana memandang sekeliling kamar mandi itu, wajah senyumnya berganti dengan wajah cemberut.
Kamar mandi ini bahkan lebih indah dari kamar kost ku, ucap Reana dalam hati.
Terdengar suara ribut-ribut diluar. Reana membuka pintu kamar mandi untuk melihat ada keributan apa. Di sofa tidak terlihat Nico lagi, sambil mendorong tiang infusnya Reana berjalan keluar ruangan, melihat ke kanan dan kiri.
Tak lama kemudian terlihat Nico muncul sambil berlari, nafasnya tersengal-sengal, termangu menatap Reana. Lalu segera berlari kearah gadis itu. Reana terdiam saat laki- laki itu memeluknya dengan erat.
"Aku pikir kamu pergi lagi" ucap Nico, nafasnya masih memburu.
Reana bahkan bisa merasakan dada Nico yang turun naik karena nafasnya yang masih tersengal-sengal. Jantung laki-laki itu berdetak dengan cepat. Reana mundur melepaskan diri dari pelukan laki-laki itu.
"Apa mereka akan membiarkan aku pergi membawa ini" ucap Reana sambil melihat tiang infus.
Nico menepuk keningnya. Tertawa sendiri, laki-laki itu tak memperhatikan kalau tiang infus juga tak berada diruangan.
"Saat kulihat tempat tidurmu kosong, aku langsung keluar mencari, aku bahkan bertanya pada suster jaga, aku kira kamu pergi lagi, aku panik. Aku tidak memperhatikan tiang infus, sebenarnya tadi kamu kemana?" tanya Nico, terdengar khawatir, sementara nafasnya masih tersengal-sengal.
"Ke kamar mandi" jawab Reana singkat.
Astaga, kenapa tidak terpikirkan, jerit hati Nico sambil mengusap wajahnya dengan keras.
Nico memandang sayu pada gadis itu, rasa khawatir masih terpancar dari wajahnya.
"Tolong jangan lari lagi" ucap Nico sambil menangkup wajah gadis itu lalu mencium keningnya dengan lembut dan lama. Mata Nico terpejam meresapi ciumannya.
Reana terdiam, tak tega menolak, tapi Nico tak kunjung melepaskan ciumannya. Tak ingin lebih lama dalam situasi seperti itu, Reana mendorong tubuh Nico perlahan.
Nico melepaskan ciumannya sambil tersenyum, wajah pucat gadis itu bersemu merah. Nico mengajaknya ke dalam ruangan meminta Reana kembali beristirahat.
"Kak, pulanglah, kakak pasti sudah lelah" ucap Reana sambil berjalan pelan menuju hospital bed.
Nico terkaget mendengar ucapan Reana. Entah apa yang membuat gadis itu berkata begitu manis.
Apa dia sudah memaafkanku ?
Apa dia sudah mau menerimaku ? batin Nico.
"Kamu bilang apa? bisa diulang lagi nggak?" candaan Nico.
Gadis itu hanya memalingkan wajah kearah lain, lalu naik ke hospital bed dan tidur membelakangi Nico. Gadis itu memejamkan matanya, mengerenyitkan alisnya, pipinya memerah.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, seorang petugas pembawa makanan pasien, masuk dengan menggunakan food trolley.
"Ini makan malamnya ya mbak" ucap ibu itu setelah meletakkan makanan di nakas, mengangguk sekilas pada Nico, lalu berlalu dibalik pintu.
"Aku suapin ya" ucap Nico semangat.
"Nggak perlu, kakak pulang aja, istirahatlah, kakak sendiri udah makan belum?" tanya Reana secara tidak langsung menyuruh Nico pulang.
Nico tercenung, kalau dipikir-pikir, memang dia cuma sarapan roti tadi pagi. Sekarang sudah menjelang malam, dia sama sekali tidak menghiraukan perutnya sendiri. Bahkan roti yang dibawa teman-temannya pun tak disentuh. Rasa lapar mengalah dengan rasa khawatir dihatinya.
"Aku akan makan nanti, sekarang yang penting kamu makan dulu, kalau kamu nggak makan nanti bisa lama sembuhnya" ucap Nico sambil mengambil nampan makanan dari nakas dan meletakkannya di overbed table.
Reana kesal karena Nico tidak mengikuti nasehatnya. Reana ingin laki-laki itu mengkhawatirkan kesehatannya sendiri.
"Aku lama sembuhnya karena aku selalu melihatmu" ucap Reana agar Nico segera pulang.
Nico terdiam menunduk, wajahnya langsung murung. Tangannya yang sudah siap menyuapi Reana, urung menyuapi. Perlahan Nico meletakan piring yang sejak tadi dipegangnya diatas overbed table.
Memang benar, akulah yang menyebabkan Reana stress hingga dirawat dirumah sakit ini, batin Nico sedih.
Perlahan Nico melangkah keluar dari ruangan. Wajahnya terlihat sedih.
Selalu melihatku tentu saja tidak akan menghilangkan stressnya, bisik hati Nico sambil melangkah pelan meninggalkan rumah sakit.
Reana tercenung, melihat Nico yang pergi tanpa mengucapkan kata-kata. Sungguh dia tidak bermaksud menyakiti hati laki-laki itu. Dia hanya ingin Nico pulang dan beristirahat.
Kenapa aku bisa mengucapkan kata-kata kejam seperti itu, batin Reana.
Air matanya meleleh, tak pernah Reana menyakiti perasaan orang lain, bahkan dia rela mengorbankan perasaannya sendiri dibandingkan harus menyakiti hati orang lain.
Maafkan aku kak, aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu, jerit hati Reana.
Sekarang air mata gadis itu tak hanya meleleh lagi, sekarang Reana menangis sesenggukan, mendekap kedua lututnya diatas hospital bed. Reana sungguh menyesal dengan ucapannya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Hj Silviana Astuti Sh
reana ko bcranya nyelekit k niko....
2022-01-02
0
~🌹eveliniq🌹~
mampir kk
2021-11-20
0
dewi putriyanti
nicho..jangan menyerah. taklukkan hati reana
2021-08-08
1