Kelas sedang berlangsung, dosen memberi kuliah sementara mahasiswa memperhatikan dengan serius. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, seseorang muncul di sana lalu menganggukkan kepala meminta izin pada dosen untuk bicara.
"Mahasiswi Reana Putri di minta untuk ke Sekretariat" ucap orang itu, kemudian mengangguk kembali pada dosen, orang itu pun berlalu dari balik pintu.
Reana berdiri dengan wajah bingung dan ketakutan, sementara Alika dan Hasbi saling berpandangan. Memikirkan segala macam alasan Reana di panggil ke sekretariat.
"Kamu boleh membawa sekalian tas dan bukumu karena kuliah akan segera berakhir" ucap dosen pengertian saat melihat Reana yang masih terlihat bingung.
Reana membereskan buku-bukunya lalu meminta izin keluar lebih cepat. Dosen mengangguk mengizinkan, sambil berjalan menunduk Reana memikirkan apa yang menyebabkan dia di panggil ke sekretariat.
Sesampai di sana Reana di minta menemui Kepala Sub Bidang Kemahasiswaan. Wanita paruh baya itu memandang Reana dengan mata yang tajam. Mengamati dengan sungguh-sungguh dari ujung kaki hingga ujung kepala. Reana hanya diam berdiri sambil menunduk.
Wanita paruh baya itu mempersilahkan Reana duduk. Reana menuruti perintah ibu itu dan menunggu apa yang akan dibicarakan dengannya.
"Reana Putri, namamu jadi perbincangan di kampus maupun di luar kampus ini, apa kamu tahu?" ucap ibu itu memulai pembicaraan.
Beberapa hari belakangan ini Reana memang sering mendengar namanya diperbincangkan. Namun, bukan karena prestasi, Reana hanyalah mahasiswi biasa yang tidak memiliki apapun untuk dibanggakan.
Suka atau tidak suka, sengaja atau tidak disengaja Reana sering mendengar orang-orang berbicara tentang dirinya. Kebanyakan dari mereka bicara dengan nada sinis, merendahkan atau menghina.
Reana hanya bisa diam bertahan meski dadanya terasa sesak. Mendapat tatapan tajam dari mahasiswi yang berpapasan dengannya adalah hal yang biasa. Mendengar sindiran-sindiran yang menyakitkan sudah menjadi makanannya.
Sakit. Namun, Reana hanya bisa pasrah. Gadis itu tidak punya kekuatan apa pun untuk melawan, meski kadang hatinya meronta. Namun, pada akhirnya menangis adalah satu-satunya yang bisa dilakukannya.
Setiap hari Reana menerima tatapan tajam dari para mahasiswi dan sekarang Reana harus menerimanya dari pejabat universitas.
"Apa kamu sadar, kelakuanmu itu bisa merusak nama baik Universitas? Kamu ingin berpacaran, tidak ada orang yang bisa melarangmu. Tapi, mempertontonkan adegan seperti itu di lingkungan kampus dan tersebar, jelas-jelas mencoreng nama baik universitas ini" ucap ibu itu emosi.
"Tidak bu, saya tidak bersalah. Saya tidak tahu kenapa bisa terjadi, saya bahkan tidak mengenalnya bu" ucap Reana dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Dia bukan pacarmu?" tanya ibu itu heran mendengar sanggahan Reana.
"Saya tidak mengenalnya bu, sungguh" jawab Reana mulai menangis.
Ibu itu menggelengkan kepala menatap gadis yang menangis tertunduk itu.
"Anak-anak jaman sekarang terlalu berani, demi sebuah konten mereka rela melakukan hal yang tidak pantas" lanjut ibu itu mulai mempercayai Reana.
Sebagian besar dosen-dosen yang mengenal Reana, tidak percaya gadis itu bisa melakukan hal seperti itu.
"Seandainya ibu tidak mendengar masukan dari para dosen, ibu mungkin akan memberikan sangsi yang berat padamu" lanjut ibu itu.
"Dalam waktu dekat ibu akan memanggil mahasiswa yang berperan dalam video itu. Karena hingga kemarin anak itu masih belum muncul di kampus ini" sambung ibu itu sementara Reana menunduk mendengarkan.
"Kamu harus bisa menghentikan penyebaran video itu. Tidak hanya kamu, tapi kalian berdua" ucap ibu itu memastikan.
Reana tercenung.
G**imana aku bisa menghentikannya? aku bahkan tidak tahu siapa yang menyebarkannya. Jika tahu pun, apa mungkin aku sanggup memaksa orang untuk menghapus postingan itu, bisik hati Reana.
Reana menghembuskan nafas panjang.
"Selain kasus postingan itu, Ibu juga mendapat informasi dari bagian administrasi dan keuangan, bahwa hingga saat ini kamu masih menunggak pembayaran uang kuliah. Bagaimana pertanggungjawabanmu?" tanya ibu itu kemudian mengingatkan.
"Saya akan membayarnya bu, beri saya waktu. Sebentar lagi saya akan menerima gaji" ucap Reana memohon di beri tenggang waktu.
"Kamu bekerja? di mana kamu bekerja?" tanya ibu itu curiga.
"Saya bekerja paruh waktu di sebuah restoran keluarga bu?" jawab Reana.
Gadis itu berharap ibu itu percaya dan memberi kelonggaran waktu untuk pembayaran uang kuliahnya.
"Baiklah, kami tunggu hingga awal bulan depan. Jika tidak, ibu akan mengambil tindakan" ucap ibu itu tegas.
"Baik bu, terimakasih banyak atas pengertian ibu" ucap Reana sambil menghapus air matanya.
Ibu Kepala Sub Bidang Kemahasiswaan itu memandang kasihan pada gadis yang menghapus air mata dengan sedihnya. Ibu itu memberi nasehat pada Reana, agar hati- hati dalam bergaul dan bertingkah laku. Dengan tegas ibu itu juga mengingatkan Reana tentang kewajibannya membayar uang kuliah.
Gadis itu mengangguk, ibu Kepala Sub Bidang Kemahasiswaan itu mempersilahkan Reana meninggalkan sekretariat. Reana melangkah pelan keluar dari gedung itu, tubuh dan hatinya letih. Pandangannya nanar, air matanya telah menumpuk di pelupuk matanya menunggu untuk ditumpahkan.
Kenapa masalah selalu datang silih berganti, pikirnya dalam hati.
Reana menghentikan langkahnya, berdiri di tengah terik matahari, lalu menarik nafas berat. Letih, tubuh dan hatinya terasa letih. Air matanya sudah tidak bisa di bendung lagi, mengalir perlahan membasahi pipinya.
Hasbi datang mendekat.
"Ada apa Re? kenapa kamu di panggil?" tanya Hasbi memandang iba pada Reana.
Reana cepat-cepat menghapus air matanya kemudian melanjutkan langkahnya begitu saja tanpa mempedulikan Hasbi. Reana tidak ingin bicara atau pun menjawab pertanyaan Hasbi.
Maaf Bi, mulai sekarang jangan bicara lagi denganku, jangan pedulikan aku lagi, jawab Reana dalam hati sambil terus berjalan melewati Hasbi.
Hasbi meraih tangan Reana, laki-laki itu tidak ingin tinggal diam lagi. Hasbi menyesal atas sikapnya yang telah mengabaikan Reana kemarin. Hasbi tidak ingin Reana bersedih seorang diri.
"Lepas" ucap Reana sambil menarik tangannya.
"Maafkan aku" ucap Hasbi memohon atas sikapnya yang telah lalu.
Hasbi jelas-jelas telah mengabaikan Reana sejak melihat kejadian itu. Reana merasakan Hasbi yang bersikap dingin padanya. Gadis itu hanya bisa menahan sesak di dadanya menerima kenyataan itu.
Reana pasrah, gadis seperti dirinya tidak bisa memaksa orang untuk berteman dengannya. Reana merasa dirinya tidak pantas di terima oleh siapa pun. Reana tidak ingin merasakan itu lagi, di terima lalu diabaikan.
Reana masih mencoba menarik tangannya dari genggaman Hasbi. Dia ingin segera pergi dari hadapan laki-laki itu. Sejak kejadian itu, Reana merasa Hasbi telah memandang rendah dirinya.
Reana tidak ingin lagi berhubungan dengan laki-laki itu. Bukan karena Reana membencinya tapi demi kebaikan Hasbi. Reana tidak ingin laki-laki yang baik itu mendapat pandangan buruk dari orang lain karena dirinya.
Hatinya bersedih, air matanya mengalir. Tubuhnya terlalu letih untuk meronta. Namun, Hasbi masih saja memegang tangannya.
"Jangan pedulikan aku, jangan pernah mengenalku. Tidak baik bagimu dan Alika berteman dengan orang sepertiku. Aku hanya akan membawa citra buruk bagi kalian" ucap Reana pelan nyaris tak terdengar.
Tiba-tiba Alika muncul, Hasbi reflek melepaskan tangan Reana.
"Berhenti memikirkan kami, khawatirkan dirimu sendiri" ucap Alika langsung berdiri dihadapan Reana.
Reana tetap diam menunduk, sedikit pun tidak ingin memandang mereka. Saat menangis di toilet pun Reana tidak mau menggubris mereka. Meski Alika dan Hasbi telah menunggu hampir satu jam namun itu tidak membuat Reana mau bicara dengan mereka.
Reana membuka pintu toilet dan berlalu begitu saja. Gadis itu tidak memberi kesempatan sedikit pun bagi Alika dan Hasbi untuk membujuknya. Reana bertekad untuk menghindar dari mereka, demi nama baik mereka sendiri.
"Kami tidak memilih dengan siapa kami berteman. Saat itu kami tidak bermaksud menghakimi, kami hanya ingin mendengar penjelasan darimu" jelas Alika.
Sejak Hasbi tidak mengacuhkan Reana hari itu, saat Hasbi tidak menjawab ucapan terima kasihnya. Reana merasa Hasbi telah membencinya bahkan mungkin merasa jijik padanya.
Sejak itu Reana selalu menghindar dari mereka. Meski pada akhirnya Hasbi berusaha menunjukkan penyesalan atas sikapnya. Reana tetap memilih untuk menjauh dari kedua orang yang pernah membuatnya bahagia memiliki seorang teman.
Niat baik Hasbi dan Alika menemaninya melewati masa sulit itu pun tidak pernah digubrisnya. Gadis itu memilih untuk menghilang, menghindar atau bersembunyi saat melihat kedua teman sekelasnya itu.
Alika memeluk Reana, gadis itu ingin memberikan dukungan padanya. Sejak lama Alika ingin berteman dengan gadis itu. Reana yang tidak suka menyakiti orang lain. Gadis yang tak suka membicarakan orang lain.
Tapi Alika tidak tahu bagaimana cara mendekatinya. Reana gadis yang tertutup, selalu membatasi dirinya. Bagi Alika, Reana adalah gadis polos yang berhati tulus.
Di kantin, dengan perasaan emosi yang berusaha ditahannya. Nico mendatangi Rebecca dan teman-temannya
"Hapus postingan-mu sekarang juga" ucap Nico, mengagetkan Rebecca dan teman-temannya.
"Nggak mau" ucap Rebecca cuek.
"Biar saja tersebar, biar dia tahu rasa" lanjut Rebecca tak beranjak dari kursi kantin.
"Cewek seperti itu jangan sampai besar kepala, merasa jadi orang penting" ujar Rebecca sombong sambil mengangkat alisnya melirik teman-temannya.
"Apa katamu?" tanya Nico heran.
"Aku tahu kok, kak Nico melakukan itu hanya untuk taruhan. Aku cuma ingin kasih dia pelajaran biar dia tahu diri, jangan merasa kalau dirinya itu spesial" ucap Rebecca sambil berdiri dengan percaya diri.
Nico hilang kesabaran.
"Hapus postingan-mu atau aku akan melaporkanmu atas tuduhan menyebarkan berita bohong dan pencemaran nama baik" ucap Nico mengancam.
Rebecca memandang Nico dengan resah, gadis itu merasa takut juga dengan ancaman Nico.
"Atau kamu ingin merasakan nikmatnya tidur di balik jeruji besi?" sambung Nico tenang lalu meninggalkan Rebecca yang tercenung.
Tidak ada jalan lain, Nico harus turun tangan untuk memaksa Rebecca menghapus postingan videonya. Karena jika tidak, semakin lama video itu akan semakin tersebar dan Reana akan semakin terkena imbasnya.
Nico merasa menyesal, bukan menyesal karena memilih Reana. Tapi menyesal karena apa yang dilakukannya telah membuat gadis itu menderita.
"Udah Nic, capek nih, bubar yuk" ucap Dito ngos-ngosan sambil melempar bola basket dengan lemah ke arah Nico.
Rommy dan Ardi sudah lebih dulu melipir, Rommy duduk di pinggir lapangan dan Ardi terkapar di tribun aula.
Nico cuek, dia masih saja terus berlari sambil melakukan dribble, sesekali melakukan lay up atau dunk. Nico tak lagi mengoper bola pada Dito. Sahabat Nico itu akhirnya berjalan ke pinggir lapangan, duduk di samping Rommy.
"Nggak capek-capek dia" ucap Dito ngos-ngosan.
"Mainnya kesetanan gitu, mana ngerasain capek" jawab Rommy.
"Pikirnya kalut" lanjut Rommy memahami benar sifat sahabatnya itu.
Dito mengangguk lalu merebahkan diri di samping Rommy. Rommy pun mengikuti. Badan letih di tambah angin sepoi-sepoi dalam sekejap membuat mereka tertidur. Sementara Nico masih tetap bermain sendiri.
Nico melakukan dribble ketika tiba-tiba Hasbi muncul dihadapannya. Langsung menghadiahkan bogem mentah ke wajah Nico. Nico jatuh terhuyung kebelakang darah mengalir di sudut bibirnya.
Nico segera berdiri, keributan itu sontak membangunkan teman-temannya. Mereka segera datang membela Nico, tapi Nico memberi kode agar teman-temannya tidak perlu khawatir.
"Dasar tidak bertanggung jawab, lihat akibat perbuatanmu pada Reana" teriak Hasbi tanpa memandang senioritas lagi.
Hasbi kembali melayangkan tinjunya pada Nico. Tapi Nico mengelak dan menahan tinju Hasbi dengan tangannya kemudian mendorong Hasbi hingga Hasbi terhuyung kebelakang.
"Cukup satu kali, aku anggap pukulan itu sebagai tanda simpatimu pada Reana. Mulai sekarang jangan campuri urusan yang tidak ada hubungannya denganmu" ucap Nico tenang.
"Oh ya, apa kamu tahu, apa yang di alami Reana akibat perbuatanmu?" teriak Hasbi gusar melihat Nico yang begitu tenang seolah tidak peduli.
"Aku tahu, mulai sekarang aku yang akan mengurusnya. Kamu tidak perlu ikut campur" jawab Nico sambil memegang sudut bibirnya yang berdarah.
"Reana adalah temanku, mana mungkin aku tidak ikut campur. Sedangkan kamu, apa hubunganmu dengannya?" ucap Hasbi.
"Reana adalah milikku" jawab Nico.
Laki-laki itu melangkah meninggalkan Hasbi yang tercenung. Setelah mengucapkan kata-kata itu, Nico meninggalkan aula itu dengan tenang. Hasbi hendak menyusul tapi teman-teman Nico segera menghalangi. Hasbi hanya bisa melihat Nico yang berlalu di balik pintu.
Reana adalah milikku, Reana adalah milikku? kenapa bisa kata-kata itu terlontar dari mulutku? Kenapa sekarang aku tak bisa mengontrol perbuatan dan ucapanku? Kemarin menciumnya, sekarang menyatakan dia adalah milikku, *a*pa yang aku lakukan? jerit hati Nico.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Lily
lha, kok Reana yang dipanggil. harusnya Nico buk. ibuk salah orang
2024-02-27
0
✨viloki✨
Next time taruhannya yg manusiawilah dude! Gegara kalian ada cewe teraniaya
2022-06-05
2
Kymilla Cania Juita
Tetap semangat.
2021-07-25
1