Ardi berlari menuju teman-temannya yang duduk dibangku DPRD sambil membawa beberapa minuman kaleng.
"Ni dia" ucap Ardi sambil membagikan minuman kaleng pada Nico dan Rommy.
"Dito belum balik?" tanya Ardi pada kedua temannya.
"Mm... bucin parah ampe nggak inget temen lagi" jawab Nico.
"Lagian napa juga mesti pacaran di halte, bukannya masuk ke kampus aja" lanjut Nico mengomel.
"Pacarnya malu pake baju segaram, nanti menarik perhatian, pengertian dikitlah, kalo yang satu ini kabur lagi, calon perjaka tua dia, kasian" ucap Ardi penuh pengertian.
"Bawa baju ganti lah, kan bisa, sekarang mainnya di halte mulu, kita malah disuruh nungguin mereka pacaran" oceh Nico.
"Itu kalau kangennya terencana, kalau kangennya mendadak gimana ? masa dia bawa baju ganti tiap hari" bela Ardi.
Rommy cuma tertawa mendengar debat tak bermutu itu.
"Tenang coy, kalo tingkah loe udah kayak dia juga, kita-kita pasti akan setia nungguin loe, jadi loe nggak perlu iri yaah" sahut Ardi mengakhiri debat seru tak bermutu itu.
Rommy dan Ardi tertawa ringan, Nico masih menggerutu. Gerutuannya terhenti saat melihat Reana yang pelan melangkah sambil menunduk. Ardi langsung menyikut Nico. Nico diam, yang dilakukannya hanyalah menatap sendu pada Reana.
"Gimana perkembangan Reana ?" tanya Rommy tiba-tiba.
"Sulit, susah didekati" jawab Nico singkat.
"Jadi patah semangat nih ?" tanya Ardi meledek.
"Bukannya udah berpelukan di lorong kampus" ledek Ardi sambil berlagak seperti sedang berpelukan.
"Jadi cuma isu doang ?" tanya Ardi bertubi-tubi.
Nico cuma tersenyum kecil, teringat saat gadis itu menangis di pelukannya. Bahkan sepertinya tidak ada yang tau kalau Nico juga pernah mendekap Reana dalam pelukannya di perpustakaan.
Sudah dua kali gadis itu menangis di pelukanku, tapi sampai saat ini dia masih belum membuka hatinya, pikir Nico menatap sedih Reana.
Gadis itu berjalan menuju perpustakaan.
"Nggak nyamperin dia?" tanya Rommy.
"Entahlah, rasanya ingin, tapi selalu merasa takut kalau dia semakin menjauh" jawab Nico pelan tak bersemangat.
Rommy mengangguk mengerti, Nico pasti tak ingin mendesak Reana.
Dito datang tergesa-gesa, nafasnya tersengal-sengal. Dito mengambil kaleng minuman yang ada disisi Ardi, langsung menegaknya, tapi kecewa karena isinya telah tandas.
Dito memandang ketiga teman-temannya.
"Punyaku mana?" tanya Dito menuntut.
"Ketinggalan di kantin" ujar Ardi tertawa cekikikan.
"Teganya... teganya..." ujar Dito yang udah bela-belain lari menemui teman-temannya takut mereka kelamaan menunggu.
Rommy segera melempar minuman kaleng yang baru. Dito segera menangkap.
"Nah gitu dong, ini baru namanya teman sejati" ujar Dito dengan wajah ceria.
Dito melirik kearah Nico yang terlihat kalem. Pikiran Nico melayang entah kemana. Dito menggeser Ardi, duduk disamping sahabatnya itu. Tangannya melingkar dibahu Nico.
"Sobat mikirin apa ? ditolak mentah-mentah ? Reana itu, tipe gadis yang nggak mikirin pacaran, nggak mikirin cowok. Dia cuma mikirin hidup, kalau loe mau deketin dia bantu dia mengatasi masalah hidupnya" ucap Dito mendadak jadi psikiater.
Nico memandang Dito, Dito bicara seperti orang mabuk tapi ada benarnya juga. Ardi menyikut Dito.
"Gimana mo bantu, dideketin aja susah" ujar Ardi pada Dito.
"Samperin dia, saat dia lagi bersedih, disaat itu dia lemah, meskipun mulutnya berkata tidak, walaupun tangannya menolak, tapi hatinya ? nggak akan bisa menolak, kalau hatinya lelah, dia akan pasrah" ceramah Dito panjang lebar mendadak expert.
Nico teringat saat dia memeluk Reana, saat itu dia hanya ingin menghiburnya, meskipun awalnya Reana menolak tapi akhirnya dia pasrah, yang dikatakan Dito memang benar.
Nico akan membuat Reana menangis dipelukannya, tidak, Nico akan membuat Reana bahagia dipelukannya.
Nico bangkit dari tempat duduknya, melangkah meninggalkan teman-temannya.
"Tuh kan, dia jadi pergi, loe sih, ceramah mulu bikin bete tau" ujar Ardi menyalahkan Dito.
Nico menghentikan langkahnya, menoleh tersenyum pada teman-temannya. Rommy mengepalkan tinjunya memberi semangat. Nico tertawa lalu melangkah tergesa menuju perpustakaan.
Reana baru saja keluar dari perpustakaan, tepat dijalan yang mempertemukan mereka pertama kali. Keringat Reana mengalir di keningnya, wajahnya terlihat pucat, seperti belum makan seharian.
Nico seperti tersihir setiap kali memandang Reana. Reana mengelap keringatnya dengan ujung lengannya. Tiba-tiba tiga orang gadis menghadangnya, serentak mereka menyemprotkan minuman ke wajah Reana dan berlalu dengan pandangan sinis.
Nico kaget, buru-buru menghampiri Reana. Wajah, rambut dan sebagian baju gadis itu basah. Nico melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Reana.
Mata Reana menatap tajam pada Nico, melepaskan jaket Nico dan langsung mengembalikannya.
Dengan kedua tangannya gadis itu mengusap wajahnya yang basah dengan kasar, matanya masih menatap tajam kearah Nico. Tatapan yang menyalahkan Nico atas semua yang terjadi padanya.
Reana melangkah cepat meninggalkan Nico. Nico terdiam ditempatnya.
Kenapa ?
Kenapa Reana harus mengalami semua ini ?
Benarkah ini semua salahku ?
Haruskah aku menyerah ? jerit hati Nico.
Tidak, aku tidak mau menyerah, aku tidak boleh menyerah, batin nya menjerit.
Nico berlari mengejar Reana. Ardi, Rommy dan Dito menatap heran pada mereka. Reana telah jauh, pergi melangkah dengan tergesa-gesa. Dengan kondisi tubuh seperti itu, Reana ingin segera berlalu dari tempat itu.
Berjalan dengan langkah cepat menuju halte depan kampus. Mata gadis itu berkaca-kaca, setiap hari harus mengalami hal yang memalukan, setiap hari harus menghadapi orang-orang yang membencinya.
Semua ini terjadi sejak hari itu, semua ini terjadi karena kejadian itu, semua ini terjadi karena laki-laki itu, jerit hati Reana
Nico mengikuti Reana dari belakang, gadis itu merasa ada yang mengikutinya, berhenti melangkah dan menoleh kebelakang.
"Apa maumu, apa sekarang kau jadi penguntit? " tanya Reana, kesal bercampur sedih.
Nico diam, menghentikan langkahnya. Menatap gadis yang sekarang benar-benar terlihat membencinya.
"Tak bisakah kau membiarkan aku sendiri" ucap gadis itu lagi, hidungnya memerah, matanya berkaca-kaca.
Reana melangkah lagi, mencoba mengabaikan laki-laki itu, tapi Reana masih mendengar langkah kaki Nico.
"Berhenti mengikutiku" teriak Reana, saat mendapati Nico masih membuntutinya.
Langkah Nico kembali terhenti, namun laki-laki itu masih tetap diam. Sebenarnya dia ingin mengatakan sesuatu, ingin menghibur Reana seperti waktu itu.
Tapi entah mengapa, kali ini dia tidak tau harus memulai dari mana, tidak tau harus mengucapkan apa. Akhirnya yang dilakukannya hanyalah mengikuti Reana.
"Apa ingin mencari kesempatan lagi? " tuduh Reana, air mata gadis itu sudah tumpah.
Nico mendekat, ingin mengatakan sesuatu. Ingin menyangkal tuduhan itu. Tapi lidahnya kelu, hanya bisa menatap air mata itu. Nico kembali ingin mendekat, Reana berjalan mundur.
"Pergilah jangan mendekat, liat akibat perbuatanmu" jerit Reana masih menangis.
Reana berbalik dengan cepat, ingin segera meninggalkan tempat itu. Ingin berlalu dari hadapan laki-laki itu. Tapi tiba-tiba pandangannya kabur, trotoar yang diinjaknya terasa bergoyang. Reana tak kuasa mempertahankan keseimbangannya. Dunianya menjadi gelap.
Nico melihat Reana ambruk di trotoar, segera mendekati, memanggil-manggil nama gadis itu dengan panik. Namun gadis itu tak merespon sama sekali. Nico mengeluarkan ponsel dan menelpon ambulans.
Sudah lebih dari dua jam Reana terbaring di sebuah ruangan di rumah sakit. Sebentar-sebentar Nico bergerak mendekati hospital bed gadis itu. Menatapnya iba lalu kembali duduk di sofa bersama teman-temannya.
"Justru kita harusnya bersyukur, karena ada loe disaat dia jatuh pingsan" ucap Rommy pada Nico yang tak henti-henti menyalahkan dirinya.
Dito, Ardi dan Rommy langsung menyusul Nico begitu mendapat kabar Reana pingsan dan di bawa ke Rumah Sakit.
Nico kembali berdiri menatap Reana, ucapan Rommy seperti tidak ada artinya. Laki-laki itu seperti tidak mendengar apa-apa, pikirannya kosong hanya tertuju pada Reana.
Reana masih memejamkan matanya, Nico memandang wajah gadis itu dengan tatapan bersalah. Nico kembali menyesali perbuatannya yang mengikuti Reana. Ekspresi laki-laki itu masih menunjukkan wajah menyesalnya.
"Dokter bilang dia terkena dehidrasi karena stress, akulah yang menyebabkan dia mengalami stress" ucap Nico setelah diam sejak tadi.
Perasaan bersalah Nico tidak hanya karena dia mengikuti Reana. Namun karena kejadian-kejadian sebelumnya, dan semua kejadian itu terjadi karena ulahnya. Rentetan kejadian yang menimpa Reana semua diawali karena perbuatannya.
"Tapi bisa jadi karena dia belum makan dalam 6 jam terakhir ini, dokter juga bilang kalau kadar glukosa dalam tubuh Reana menurun, itu membuatnya lemas dan hilang kesadaran" jelas Rommy menenangkan perasaan Nico.
Ardi, Dito dan Rommy bergantian menghibur Nico. Mereka bersahabat dalam suka maupun duka. Rommy adalah orang yang pertama kali menyadari perasaan Nico terhadap Reana.
Sejak Nico akhirnya memutuskan mencium Reana, Rommy merasa curiga dan mulai mengamati sikap Nico terhadap Reana. Sahabatnya itu sama sekali tak bisa mengalihkan pandangannya setiap kali melihat Reana.
Nico memutuskan untuk menunggui Reana hingga dia bangun, kalau perlu selama Reana menjalani perawatan di RS ini. Sahabat-sahabatnya hanya bisa menyetujui keinginan Nico.
"Kalau kalian bosan, kalo kalian mau pulang, silahkan aja, gue nggak masalah disini sendirian" ujar Nico, tak enak hati menyusahkan teman-temannya.
"Siapa yang bosen, nggak lah, disini enak adem, banyak makanan lagi" ucap Ardi.
Laki-laki itu menikmati suasana santainya, tiduran di sofa sambil memakan roti yang dibelinya sendiri, bawa sendiri dan makan sendiri.
"Bahaya, anak gadis dikelilingi empat cowok" jawab Nico seenaknya.
"Gua nggak ikutan" jerit Dito yang juga rebah di sofa lain.
"Whuu... pengen ditinggal beduaan aja tuh" tuduh Ardi nyantai sambil mengunyah roti yang kedua.
"Justru itu yang bahaya" lanjut Ardi masih memamah biak.
Rommy tertawa.
"Tapi aneh juga ya, Reana kan kerja di restoran kenapa bisa kelaparan? " celutuk Ardi.
Nico tercenung, benar juga.
"Mungkin dia ditindas sama atasannya kali, disuruh kerja tapi nggak dikasi makan" pikir Dito.
"Nggak mungkinlah, kalau dia diperlakukan nggak adil, nggak mungkin Reana mati-matian membela restoran itu"
ucap Rommy membuka suara.
"Bener juga sich" ucap Ardi tanpa berpikir.
"Di restoran mana sih, apa kalian tau? tanya Nico.
Dito menggeleng, Ardi melambaikan tangan, Rommy diam saja.
"Kita nggak terlalu merhatiin videonya sich, kasian juga liat Reana" jawab Dito.
"Tapi bisa ditelusuri, liat seragam sama interior restoran, kalo loe emang mau tau, ntar kita cariin infonya" sahut Rommy.
"Tanya aja sama Rebecca" ungkap Ardi ringan.
"Nggak usah, nanti dia malah kesal trus cari ide lagi untuk mengganggu Reana, lagian apa mungkin dia mau ngasih tau begitu aja" jawab Rommy beralasan.
Nico terdiam mendengar percakapan teman-temannya.
"Pokoknya tenang aja dech, kami pasti bantuin loe" ucap Dito meyakinkan.
Nico tersenyum, hatinya senang, dia ingin tau lebih banyak tentang gadis itu. Setelah dipaksa pulang akhirnya Ardi, Dito dan Rommy memutuskan pulang.
Rommy yang memaksa, karena dia ingin memberi kesempatan pada Nico untuk berduaan saja dengan gadis pujaan hatinya.
"Ok, kami pulang dulu, tapi jangan khawatir lagi yach, Reana bukan lagi pingsan tapi cuma tidur.
Biar dia bisa istirahat total untuk mempercepat pemulihannya" ceramah Rommy agar Nico tidak perlu merasa khawatir lagi.
Nico mengangguk tersenyum, laki-laki itu merasa sangat bersyukur memiliki teman-teman yang pengertian dan selalu mendukungnya.
"Thank's ya.. semua" ucap Nico berterima kasih.
Ardi, Dito dan Rommy melambaikan tangan, berjalan santai di lorong rumah sakit
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
dewi putriyanti
semangat nicho...rebut hati reana
2021-08-08
2
Alitha Fransisca
Tq.. dukungannya..
Semangat ✊✊✊
2021-06-21
1