Setengah berlari Reana menuju kelasnya, gadis itu ingin segera menemui Hasbi untuk berterima kasih atas titipan makanan tadi malam. Tapi sesampai di kelas dia tak menemukannya, kelas pun terlihat sepi.
"Kelas dibatalkan Re.., kamu nggak liat pesan di grup?" ucap mahasiswi itu sambil melangkah keluar kelas.
Reana menggeleng pelan. Tak ada yang tahu kalau Reana tidak memiliki ponsel.
"Hasbi, di mana Hasbi?" tanya Reana teringat akan tujuannya tadi.
"Entahlah, udah pulang kali" ucap gadis itu sambil berlalu di balik pintu.
Reana melangkah pelan, apa yang akan dilakukannya sekarang. Kuliah dibatalkan, selain kuliah pagi ini tidak ada jadwal kuliah lain. Dia juga tidak ingin segera pulang ke kost-an.
Apa ke perpus lagi? pikirnya dalam hati.
Pagi-pagi begini udah ke perpus? pikirnya lagi sambil melirik kertas-kertas yang menempel di papan pengumuman.
Reana mampir sebentar mencari info menarik atau pengumuman yang baru. Reana menghembuskan nafas berat setiap kali gadis itu membaca daftar penerima beasiswa, namanya tidak pernah muncul disana.
Tidak ada pilihan lain, perpustakaan adalah satu-satunya pilihan. Tak mungkin Reana nongkrong, yang ada malah bengong. Melangkah gontai Reana ke perpustakaan, melewati kantin kampus yang ramai mahasiswa sarapan pagi.
Kantin kampus yang bernuansa alam terbuka adalah lokasi nongkrong favorit anak-anak berduit. Bukan karena menunya mahal tapi cita rasa dan suasananya yang disukai mahasiswa kampus ini. Otomatis anak-anak orkay -- orang kaya -- menguasai kantin ini.
Hasbi keluar dari gedung Sekretariat, berjalan santai menuju teman-temannya yang masih nongkrong di DPRD.
"Hai Bi, kamu belum pulang? tadi Reana nyariin kamu lho" ucap seorang mahasiswi yang lagi duduk santai.
"Belum, aku abis dari Sekre" balasnya.
Hasbi menoleh ke sekelilingnya, kalau-kalau dia melihat Reana.
"Dimana dia?" tanya Hasbi.
"Nggak tau, pas datang langsung nyariin kamu, mungkin sekarang udah pulang" jawabnya lagi.
Hasbi berjalan menuju bangku yang masih kosong, kebetulan disana masih ada teman sekelasnya yang masih duduk-duduk. Sesekali matanya kesana kemari mencari Reana. Barangkali Reana masih ada di kampus.
Sebuah Motor Sport berjalan pelan didepannya. Seperti sedang mencari parkiran yang kosong. Otomatis mata mengikuti arah kemana motor itu pergi, baik cewek maupun cowok terpesona melihatnya. Mengkhayal bisa memilikinya atau sekedar menghenyakkan pantat di joknya.
Mengendarai motor seperti itu, tak peduli seperti apa tampang di balik helm itu. Cewek-cewek akan rela bertarung memperebutkannya. Namun, ini adalah motor Nico, Nico dan motor nya. Di bolak-balik sama saja, baik motor atau orangnya sama-sama gorgeous. Lebih dari sekedar beautiful.
Nico memarkirkan motornya, di dekat konco-konconya yang sengaja menunggu kedatangan Nico.
Nico meletakan helm full facenya di stang. Cewek-cewek yang kebetulan mengaktifkan kamera langsung mengarahkan ponselnya.
Momen Nico melepas helm adalah detik-detik terseksi yang memanjakan mata. Tampang model, bodi atlit dan gayanya yang so cool. Membuat cewek-cewek tak ragu menyimpan foto Nico di galeri ponselnya. Atau mungkin ada yang menjadikannya wallpaper.
Nico menghampiri teman-temannya.
"Kiss, kiss, kiss, muaach, muaach, muaach," ucap Ardi menggoda Nico, di antara mereka Ardi adalah yang paling bawel, mereka sangat sepakat akan hal itu.
"Ganti yang lain sih" ucap Nico.
"No, No, No" lagi-lagi Ardi beraksi sambil melambaikan jari telunjuknya.
Dito dan Rommy tertawa.
"Nyebelin amat sih loe" umpat Nico.
"Biarin.." balas Ardi.
"Restoran bintang lima ?" rayu Nico.
"Nggak" balas Ardi.
"Reservasi kamar hotel ?" ucap Nico menawar.
"Biasa" balas Ardi lagi.
"Tiga hari" ucap Nico dengan tawaran yang lebih meningkat.
"Bodo" ucap Ardi tak peduli.
"Ke Bali ?" rayu Nico.
"Boseeen" sahut Ardi.
"Luar negeri" coba Nico lagi
"Tak au'...."balas Ardi.
Nico kehabisan akal, negosiasinya gagal. Setiap kali kalah taruhan Nico selalu memilih hukuman yang bisa mereka nikmati bersama.
Nico duduk sambil terus mengusulkan ide baru, tapi tak ada satupun yang lolos sensor Ardi. Rommy senyam-senyum. Dito cuek, sibuk dengan ponselnya. Belum lama ini Dito berhasil berkenalan dan mendapatkan nomor ponsel anak SMA yang so cute.
Giliran Nico ketiban sial, gara-gara nggak berhasil menebak umur Taylor Swift. Tebakan Ardi paling mendekati, Rommy dan Dito lumayan, tebakan Nico yang asal membuat dia kalah taruhan.
Setelah mengingat, menimbang dan memutuskan. Akhirnya hukuman untuk Nico adalah mencium cewek kampus dan harus didokumentasikan melalui kamera ponsel.
Mengingat popularitas Nico yang tinggi di kampus, diperkirakan Nico dapat dengan mudah melaksanakan hukumannya. Kalau berani cium cewek di luar, salah-salah bisa diseret ke Rumah Sakit Jiwa.
Tapi Nico bukanlah tipe laki-laki yang sembarangan mencium perempuan. Satu-satunya perempuan yang dicium Nico hanyalah cinta pertamanya waktu di SMA. Pacar Nico yang menderita leukemia yang akhirnya menyerah meninggalkan dunia.
"Rebecca aja Nic" Rommy yang tak banyak bicara tiba-tiba memberi usul.
"Betul, betul, betul, Rebecca pasti ikhlas menerima ciuman dari loe" sambut Ardy sambil memonyongkan bibirnya.
Dito dan Rommy tertawa. Dito menyudahi urusan ponselnya, dia mulai tertarik dengan obrolan teman-temannya.
Rebecca, pikir Nico.
Gadis itu sepertinya memang tertarik padanya. Nico memang pernah PDKT sama Rebecca. Tapi hanya untuk seru-seruan.
Beberapa kali Rebecca menelpon Nico, meminta ditemani belanja, ke salon atau memintanya menjadi pasangan di sebuah pesta. Namun Nico selalu menolak dengan berbagai alasan. Itu adalah bukti bahwa perasaan Nico terhadap Rebecca tidaklah serius.
Di kampus, Nico juga tidak ingin orang-orang mengira bahwa mereka memiliki hubungan khusus. Mengingat semua itu, bukankah Rebecca adalah pilihan yang tepat. Nico tak ingin perbuatannya meninggalkan kesan yang mendalam bagi dirinya maupun Rebecca. Nico yakin, ciuman ini bukanlah ciuman pertama bagi Rebecca.
"Gimana?" tanya Dito yang menyukai usulan Rommy.
Rasanya ingin lari dari hukuman. Jika Nico bersikeras tidak mau melakukannya mungkin teman-temannya tidak akan berani memaksa. Tapi itu namanya tidak bertanggung jawab dan Nico bukanlah cowok pengecut.
"Ok, kita cari Rebecca" ucapnya sambil berdiri.
"Let's go" semangat 45 Ardi mengikuti Nico.
"Ingat ya" ucap Ardi sambil menggoyang-goyang ponselnya.
"Stop setelah mendengar kata 'CUT' " ucapnya meniru sutradara.
Nico menghembuskan nafas kesal. Sudah menjadi kesepakatan kalau Nico harus menjalani hukumannya dengan didokumentasikan melalui kamera ponsel. Ardi-pun memulai shootingnya. Mengikuti Nico yang melangkah tak tentu arah dengan wajah kesal. Dito dan Rommy mengikuti dari belakang.
"Di mana dia?" tanya Nico.
Laki-laki itu telah sepakat akan mencari Rebecca untuk membayar hukuman taruhannya.
Hukuman ke kanak-kanakan, menyebalkan, dasar tidak berperikemanusiaan, batin Nico.
Sesekali melirik pada Ardi dengan pandangan kesal, namun temannya yang satu itu terlihat cuek. Bahkan dengan riang melihat ekspresi muka kesal Nico. Tidak ada rasa takut pada kemarahan Nico. Tentu saja, karena Nico tidak bisa begitu marah pada teman-temannya.
Perasaan mereka sudah seperti saudara dan mereka sadar Nico adalah laki-laki yang tidak pendendam. Dia seorang laki-laki yang gentleman, berhati lembut dan sportif. Nico kembali menoleh ke arah teman-temannya berharap mereka putus asa mencari Rebecca dan menghentikan atau mengganti hukumannya.
"Kantin, coba liat di kantin" ucap Rommy mengingatkan.
Ternyata mereka tidak putus asa, mereka masih semangat mencari Rebecca. Satu-satunya yang tidak semangat adalah Nico, orang yang justru mendapat hukuman. Bukan karena apa-apa, hukuman itu terasa berat baginya.
Nico cs melangkah ke arah kantin, mencari Rebecca yang biasa nongkrong disana. Tapi tak kunjung terlihat. Mungkin karena pengunjung kantin yang cukup ramai. Akhirnya Nico memutuskan untuk keluar dari kantin.
Nico melangkah ke sisi yang lain, tentu saja masih diikuti oleh teman-temannya. Kamera ponsel masih merekam pencarian Nico. Ardi tertawa melihat ekspresi Nico dari balik kamera ponselnya. Nico terlihat kelimpungan, kesal, dan tak sabaran.
Tiba-tiba matanya terpaku pada sosok didepannya. Reana yang baru saja keluar dari perpustakaan, berjalan sambil menunduk. Berusaha memasukan buku yang baru saja dipinjamnya ke dalam ransel.
Reana yang memiliki senyum yang manis, Reana yang pipinya merona saat tertawa, Reana yang pemalu. Reana yang jago matematika, Reana yang...
"Reana" bisik Nico.
Reana menghentikan langkahnya, merasa ada yang menghadang jalannya, Reana mengangkat wajahnya.
Tiba-tiba Nico menangkup wajah Reana dengan kedua tangannya. Lalu menempelkan bibirnya ke bibir Reana. Mata Reana terbelalak, ransel dan bukunya terlepas jatuh dari tangannya, tubuh Reana membatu.
Di sisi lain Ardi, Dito dan Rommy terperangah, tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ardi yang masih mengarahkan ponselnya ke arah Nico tak kunjung kembali kesadarannya, laki-laki itu bahkan ternganga.
Rommy yang sadar melirik ke arah Ardi. Mulut Ardi masih menganga lebar, kaku tak bisa mengeluarkan kata-kata. Rommy buru-buru menyikut Ardi. Namun Ardi tidak merespon sama sekali. Tanpa menunggu aba-aba lagi Rommy meneriakkan 'CUT'.
Nico menghentikan ciumannya, mundur dan berbalik meninggalkan Reana yang masih berdiri mematung. Pengunjung kantin heboh, sebagian besar dari mereka menyaksikan kejadian itu. Nico berjalan melewati teman-temannya. Ardi yang telah tersadar dari syok-nya segera berlari menghampiri Nico.
Banyak yang mengabadikan kejadian itu. Para gadis-gadis histeris, tak percaya dengan pandangan mereka pagi ini. Kejadian tadi adalah momen langka yang hanya sekali terjadi seumur hidup.
Bukan karena adegannya, tapi karena Nico. Karena pelakunya adalah Nico. Idola kampus itu telah melakukan sesuatu yang menggemparkan dunia para gadis.
"Kenapa Reana" teriak Ardi sambil merentangkan kedua tangannya meminta penjelasan.
Nico yang berjalan cepat tak mengacuhkan pertanyaan Ardi. Semua sahabatnya mengejar Nico hingga ke parkiran. Jangan ditanya kenapa Nico melakukan semua itu. Kerena dia sendiri tidak tahu apa yang merasuki pikiran hingga mampu merubah rencana mereka.
"Nic" panggil Dito.
"Nggak tau" teriak Nico gusar.
Laki-laki itu berjalan cepat sambil menggelengkan kepala. Segera memacu motornya dengan kencang meninggalkan kampus.
Kenapa Reana? kenapa dia muncul di situ? kenapa aku melakukannya? kenapa tidak ada yang melarangku? dan kenapa aku tidak bisa menahan diri? batin Nico sambil memukul stang motor sport-nya.
Reana yang baru tersadar dari syok-nya, berniat memungut ransel dan bukunya, ketika Rebecca dan teman-temannya berdiri mengelilinginya. Gadis itu urung berjongkok mengambil buku dan ranselnya.
"Berciuman di depan orang banyak, bukannya malu malah menikmati. Dasar tidak tahu malu" ucap Rebecca sinis.
"Dasar murahan" umpat gadis di samping Rebecca.
"Gampangan" hujat gadis yang satu lagi.
Air mata Reana mengalir tidak tertahankan, ucapan Rebecca dan teman-temannya sangat menyakitkan. Reana sendiri tidak menyangka kejadian ini akan menimpanya. Kenapa harus terjadi pada dirinya dan kenapa dia yang disalahkan.
Rebecca dan kawan-kawannya menghujat Reana, namun gadis itu hanya diam tak bisa berkata apa-apa. Gadis itu berdiri tertunduk, dadanya terasa perih mendengar hujatan dari teman-teman kelasnya sendiri.
Rebecca dan teman-temannya berlalu setelah menendang buku Reana yang tergeletak di lantai. Mereka pergi dengan tatapan mata yang tajam dan wajah yang sinis.
Reana mengambil buku dan ranselnya, melangkah dengan wajah yang murung. Reana kaget saat mendapati Hasbi yang tersandar di dinding sedang memandang kearahnya dengan tatapan yang tak bisa di mengerti.
Melihat ekspresi Hasbi, Reana tak bisa menahan rasa sedih, gadis itu berlari melewati Hasbi, sambil memegang ransel gadis itu menghapus air mata dengan punggung tangannya.
Kenapa aku diperlakukan seperti ini?
Apa salahku?
Kenapa dia melecehkanku?
Apa yang dipikirkan Hasbi tentangku?
Reana berlari secepat-cepatnya, hatinya bertanya-tanya.
Kembali teringat ucapan Rebecca dan teman-temannya, hatinya sungguh terasa sakit.
Teganya dia berkata seperti itu?
Bukan aku yang menginginkan ciuman itu?
Bukan aku yang ingin dicium?
Aku benci, aku benci laki-laki itu?
Reana berlari hingga halte, duduk sambil terisak-isak. Terbayang ekspresi Hasbi yang menatapnya dengan tatapan yang aneh.
Apa Hasbi juga memandangku sama seperti mereka? pandangan mata Hasbi terlihat berbeda, dia pasti berpikiran sama, dia juga pasti membenciku, dia juga pasti memandang rendah padaku, jerit hati Reana.
Sampai titik itu Reana menangis sejadi-jadinya. Tidak sanggup memikirkan Hasbi yang juga akan membencinya. Reana baru saja merasakan bahagia memiliki teman seperti Hasbi dan Alika.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Hera
syok yg jelas reana nya pastilah orang nganggep reana cewek apaan ya
2022-06-07
1
Siti Fajar Herlina
Jahad kamu Nic...
2022-03-23
1
Riza Maurul
tulisannya rapi, bahasanya bagus, aku suka aku suka
2022-03-21
2