Nico cs tertawa cekikikan, mengingat kejadian tadi malam. Semua berawal dari pembalap jagoan Dito yang mengalami crash dan gagal finish. Setiap kali race di gelar Nico dan kawan-kawan nonton bareng di tempat yang kebetulan banyak makanannya.
Kalau nggak di kost-an Ardi dan Dito berati di rumah Rommy atau yang paling sering di apartemen Nico.
Akibat kekalahannya, Dito mendapat hukuman, mereka memutuskan Dito harus berkenalan dengan seorang gadis dan harus mendapatkan nomor ponselnya.
Untuk mengobati kekecewaan Dito, Nico mengajak mereka nongkrong di kafe. Kesempatan itu dipergunakan Dito untuk mencari mangsa. Cewek-cewek di kafe kebanyakan anak-anak gaul yang mudah diajak kenalan dan bertukar nomor ponsel.
Psst, tiba-tiba Ardi memberi kode pada Dito. Nico, Rommy dan Dito pun reflek mengikuti arahan Ardi. Di belakang Dito, dua orang cewek yang lagi asyik berdiskusi memilih menu baru hari ini.
Mata Dito terpaku pada cewek yang mengenakan celana pendek berbahan denim. Tubuh langsing dan putih, rambut panjang tergerai, high heels yang di pakai menonjolkan betis indahnya.
Nico dan kawan-kawan memberi semangat. Dito yang sudah lama menjomblo seperti mendapat anugerah dari langit.
Minimal buat dapetin nomor ponselnya untuk bayaran taruhan kemaren, pikir Dito.
Dito pun menyusun skenario kilat, dia berpura-pura salah mengenali orang yang di kira teman SMA-nya dulu.
"Eh.. kamu Reni kan? teman satu SMA dulu.
Tuh cewek pasti bilang, bukan.. salah orang, cewek yang lain kali" ucap Dito.
Dito akan berkata, "masa sih ada cewek lain secantik kamu"
Nico, Ardi dan Rommy tertawa cekikikan mendengar ilustrasi busuk Dito. Rommy memaksa Dito untuk segera beraksi, takutnya itu cewek keburu kabur.
"Hei, kamu Reni kan?" terdengar Dito menjalankan rencana.
Teman-temannya mengamati dengan serius, kebetulan posisi gadis-gadis itu tak jauh dari meja mereka.
"Eh, copot, copot, jantungku?" jerit cewek itu kaget karena Dito yang tiba-tiba muncul dan sok akrab.
"Siapa ya?" ucapnya lagi.
Suara berat yang dilembut-lembutkan, jakun bergerak lincah turun naik. Dito kaget, matanya terbelalak mulutnya mangap.
"Maaf ya, salah orang" ucapnya sambil melipir.
Hasilnya pagi ini mereka tertawa terbahak-bahak di parkiran DPRD alias Dibawah Pohon RinDang. Nico dan Ardi duduk di atas motor, sementara didepannya Dito dan Rommy duduk di bangku beton yang diukir menyerupai batang kayu.
Parkiran kampus ini memang nyaman, teduh, dan aman dari curanmor, karena banyak mahasiswa yang juga nongkrong di bangku DPRD.
"Maaf ya, salah orang" kata Ardi yang meniru ucapan Dito.
"Bukan salah orang, tapi salah bencong" ucap Dito kesal.
Kawan-kawan yang lain tertawa terbahak-bahak. Dito menyalahkan Ardi yang pertama kali memberi kode untuk mendekati cewek jadi-jadian itu.
"Sorry Dit, gua nggak tau, kalo tuh cewek produk rakitan" ucap Ardi sambil menahan ketawa.
"Nggak tau, nggak tau, loe nggak liat jakunnya segede ini" ucap Dito sambil mengepal tinjunya.
Semua tertawa, renyahnya suara tawa mereka membuat orang-orang di sekitar pun ikut tertawa. Muka Dito merah menahan malu.
Sebenarnya tak ada yang bisa disalahkan, malam itu mereka hanya melihat cewek itu dari arah belakang. Dito hanya mencari pelampiasan kekesalannya. Hukuman taruhan belum terbayar, impian mendapat cewek pun buyar.
Mereka tertawa sampai perut mulas, perlahan-lahan menghentikan obrolan konyol itu. Rommy melirik ke belakang Nico. Terlihat Reana berjalan pelan sambil menunduk. Nico pun terpancing untuk melihat, membalikkan badan dan memandang ke arah Reana.
Seperti biasa Reana mengenakan kemeja lengan panjang yang digulung hingga ke siku. Kalau diperhatikan rancangan kemejanya semua sama, mungkin warnanya saja yang berbeda. Orang picik akan berpikir kalau Reana membeli kemeja lusinan.
Tapi itu tidak penting, hari ini Reana terlihat berbeda, kemeja berwarna cream, membias cerah diwajahnya.
"Gue yakin dalam pandangannya, semua gelap, kecuali jalan yang dilaluinya" ungkap Rommy sambil mengangguk serius memandang Reana.
Nico diam tak merespon matanya masih tertuju pada Reana.
Tiga semester sudah gadis itu berkeliaran di kampus ini. Tapi Nico tak pernah merasa melihatnya, mungkin karena jadwalnya yang tidak pernah sama atau Nico yang tidak pernah menyadari keberadaannya.
"Hai Re" sapa seorang gadis tiba-tiba membuat Reana gelagapan.
Reana hanya mengangguk sekilas pada gadis itu lalu kembali ke dunianya.
Sejak Reana membantu pak Prapto membahas soal, banyak orang yang mengenalnya. Entah teman kelasnya atau kakak kelas yang mengulang mata kuliah itu.
Banyak juga yang meminta bantuannya saat mereka kesulitan mengerjakan tugas. Di kelas pak Prapto, mereka berlomba untuk duduk di samping Reana. Dan, yang terpenting dari semua itu, mereka tidak se-takut dulu lagi karena ada Reana di pihak mereka.
Bahkan catatan Reana sering tidak jelas di mana rimbanya. Bergilir dari satu mahasiswa ke mahasiswa lain untuk di fotocopy.
Memang metode Reana dalam membahas soal-soal lebih detail, lebih jelas darimana asalnya, tidak melompat-lompat seperti cara Pak Prapto. Mungkin pak Prapto berpikir se-level mahasiswa sudah pasti tahu dasar-dasarnya, jadi tidak perlu dijelaskan lagi.
"Reana, tolong menu untuk meja 10" ucap Bu Shinta, Kepala Pelayan di restoran itu.
Reana segera mengambil daftar menu yang tersusun rapi di meja. Hari ini dia menambah jam kerjanya hingga malam karena menggantikan seorang pelayan yang berhalangan hadir.
Hal itu biasa mereka lakukan, di saat Reana berhalangan hadir maka pelayan lain pun rela menggantikannya.
"Re " jerit Alika.
"Kamu kerja disini?" ucapnya sambil mengamati seragam Reana.
Reana kaget, dia yang tak menyangka pelanggannya adalah Alika dan...
Reana menoleh ke seberang meja Alika, Hasbi.
Reana mengangguk dengan kikuk.
"Pantesan habis kuliah langsung pulang, nggak pernah nongkrong di kampus" ujar Alika lagi.
"Nggak juga, saya sering kok, nongkrong di perpus" balas Reana.
Alika dan Hasbi tertawa mendengar jawaban polos Reana.
"Mana ada orang nongkrong di perpus" jawab Alika masih tertawa.
Reana tersenyum malu, sepertinya dia salah memilih kata nongkrong. Hasbi tersenyum sendiri melihat keluguan gadis itu.
"Alika ulang tahun" ucap Hasbi tiba-tiba.
"Saya bingung memilih kado jadi saya ajak kesini aja" sambung Hasbi menjelaskan.
"Oh.. Mmm, selamat ulang tahun ya Al" ucapnya sambil mengamati tubuhnya, tak ada satupun didirinya yang bisa diberikan untuk Alika.
Reana gelagapan, terlihat bingung, belum pernah dia peduli dengan ulang tahun siapapun kecuali ulang tahun ibunya.
"Maaf, saya nggak punya kado" ucapnya menyesal.
"Nggak apa-apa Re, lagian kamu juga baru tahu" ucap Alika sambil tertawa.
"Baiklah kalau gitu, silahkan dipilih dulu menunya, saya harus kembali ke belakang" ucap Reana sambil sedikit membungkuk kemudian segera berlalu dari pasangan itu.
Reana merasa tidak nyaman berlama-lama di sana. Takut kehadirannya hanya mengganggu acara ulang tahun Alika.
Di balik pintu Reana mengintip ke dua temannya. Alika dan Hasbi sibuk memilih menu sambil tersenyum ceria. Sesekali terlihat Alika mencubit lengan Hasbi. Laki-laki itu pasti sedang menggoda Alika. Tanpa disadari Reana juga ikut tersenyum.
"Temanmu ?" tanya Bu Shinta tiba-tiba berdiri di sebelah Reana.
Reana mengangguk, matanya masih menatap ke arah yang sama.
"Pasangan yang serasi" sambung Bu Shinta sambil ikut mengamati.
"Kamu nggak ikut gabung? " tanya Bu Shinta iseng.
Beliau tau pasti, Reana tidak mungkin mau jadi pengganggu pasangan itu.
"Alika berulang tahun, saya tidak punya kado untuknya" ucap Reana pelan.
Bu Shinta mengangguk-angguk, tiba-tiba dia menepuk tangannya.
"Hampir lupa, di kulkas ada banyak kue tart sisa acara semalam, benarkan Nell?" ucap Bu Shinta pada Nella yang baru selesai melayani pelanggan.
Nella pekerja full time di restoran ini. Tamat dari SMA dia memutuskan langsung mencari kerja, sama sekali tak berniat untuk kuliah.
"Semalam ada yang booking restoran ini untuk acara ulang tahun. Kuenya banyaaaak sekali, selesai acara mereka nggak mau bawa pulang, jadi kami simpan di kulkas" jelas Bu Shinta.
Nella yang baru sadar apa yang mereka bicarakan, ikut mengangguk-angguk.
"Kuenya banyak, saya sampai enek memakannya" sambung Nella.
"Ayo, sini, kamu pilih sendiri kuenya" ucap Bu Shinta semangat, sambil menyuruh Nella mencatat pesanan Alika dan Hasbi.
Nella menyatukan jempol dan telunjuknya membentuk bulatan. Bu Shinta segera membuka kulkas yang besar itu, benar saja di sana berderet-deret kue tart berbagai rasa.
"Punya siapa ini Bu?" tanya Reana ragu.
"Nggak ada yang punya, siapa yang mau silahkan ambil, lagian kamu juga belum coba" jelas Bu Shinta menghilangkan keraguan Reana.
Reana membungkuk mengamati kue-kue cantik yang tersusun rapi. Akhirnya dia memilih tart yang ukurannya tidak terlalu besar, berwarna pink lembut dengan topping kelopak bunga yang indah.
Reana mengambil dan meletakkan kue di atas nampan yang disiapkan Bu Shinta lengkap dengan pisau dan piring kuenya. Tak lupa Bu Shinta menancapkan sebatang lilin ulang tahun sisa acara semalam. Bu Shinta benar-benar cekatan, restoran ini sangat bergantung padanya. Selain itu sifat Bu Shinta yang suka menolong membuatnya selalu berpikir cepat mencari solusi.
"Kalau mereka ajak bergabung, ikuti saja lagian jam segini belum banyak tamu yang datang" ucap Bu Shinta memberi izin.
Reana mengangguk meski ragu-ragu. Sambil membawa nampan ia melangkah pelan menuju meja Alika dan Hasbi. Rasanya ingin berbalik dan kembali ke dapur. Tapi Bu Shinta yang masih memperhatikannya membuat Reana melanjutkan langkahnya. Jika kembali, sama saja tidak menghargai usaha Bu Shinta.
"Al " ucap Reana.
"Saya, ini... " ucap Reana bingung memilih kata-kata.
Gadis itu meletakkan nampan berisi kue tart tersebut di atas meja.
"Cuma ini yang saya punya... tolong di terima" ucapnya lagi.
"Wow surprise, apa ada promo ulang tahun di restoran ini?" tanya Alika.
"Ah.. tidak" bantah Reana sambil melambaikan kedua tangannya.
"Kalau gitu kue ini masuk tagihan mu Bi" ucap Alika.
"Nggak masalah" jawab Hasbi sambil tersenyum.
"Ah tidak, ini gratis" jawab Reana cepat.
"Berarti, ini kado darimu?" tanya Hasbi.
"Oh.. ya, selamat menikmati" ucap Reana cepat, bergegas meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba tangan Hasbi menyambar tangan Reana, menghentikan langkahnya. Alika memandang Hasbi heran.
"Kami nggak akan sanggup menghabiskan kue ini, tolong bantu kami ya?" ucap Hasbi setengah memohon.
Alika yang baru sadar dengan apa yang terjadi, menyetujui usulan Hasbi. Reana menoleh pada Bu Shinta, meminta persetujuan. Bu Shinta mengangguk dari jauh.
"Satu, potong saja" tangan Reana yang masih bebas mengacungkan jari telunjuknya.
Hasbi mengangguk, melepaskan tangan Reana dan berdiri menyiapkan kursi untuknya. Karena meja ini memang khusus untuk berdua. Reana mengucapkan terimakasih sambil duduk di kursi yang disiapkan Hasbi. Suasana agak canggung bagi Reana, buru-buru dia menyodorkan kue tart kehadapan Alika.
"Lilinnya keburu meleleh, ayo Al... " ucap Reana.
"Make a wish" sambungnya.
Alika menutup matanya sejenak, lalu meniup lilin. Bertiga mereka bertepuk tangan. Tak menunggu lama Alika segera membagikan tart untuk Hasbi, untuk Reana dan untuk dirinya sendiri.
"Mmm, lezaaat" ucap Alika.
Hasbi tersenyum melihat ekspresi Alika, seperti anak kecil yang mendapat kue kesukaannya.
"Ayo, makan kuenya" perintah Alika pada Hasbi yang hanya memandangi.
"Nggak, terlanjur kenyang liatin kamu makan" ucap Hasbi sambil menopang dagu.
Alika langsung memotong kue di piring Hasbi dan menyodorkan ke mulut laki-laki itu .
"Makan nih, makan, makan..." ucap Alika memaksa.
Hasbi mengelak sambil tertawa, tapi akhirnya laki-laki itu berhasil disuapi Alika. Kue yang dipilih Reana adalah kue yang paling cantik menurutnya. Namun tak di sangka rasanya sangat enak, Reana senang Alika menyukainya.
Dan yang lebih berkesan bagi Reana adalah sekarang dia bisa merasakan bahagianya merayakan ulang tahun seorang teman. Hasbi dan Alika bergantian bercerita pengalaman mereka selama menjalani persahabatan. Gelak tawa mereka pecah saat mereka menceritakan kisah-kisah lucu.
Sesekali Alika mencubit lengan Hasbi atau melempar serbet karena malu. Reana tertawa, setitik air mata muncul di sudut matanya.
Setelah menghabiskan kuenya, Reana pamit kembali ke dapur restoran. Reana ingin memberikan kesempatan pada Alika dan Hasbi untuk merayakannya berdua saja.
Setelah makan malam spesial ulang tahun berakhir, Alika dan Hasbi beranjak meninggalkan meja restoran. Alika menunggu di depan sementara Hasbi membayar tagihannya di kasir.
"Mbak, bisa bantu saya?" tanya Hasbi pada wanita penjaga kasir.
"Ya, ada yang bisa di bantu?" ucap wanita itu balik bertanya.
"Bisakah mbak tolong saya bungkuskan menu yang sama untuk Reana" pinta Hasbi.
"Reana kami?" tanya wanita itu.
" Ya, tolong di berikan saat dia pulang kerja nanti" pinta Hasbi.
Wanita itu menyanggupi, Hasbi membayar semua tagihan dan tak lupa memberikan tips pada wanita itu sebagai rasa terima kasih atas bantuannya.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Citoz
semangat kk 💪
2025-03-06
0
Lily
gini aja aku nangis 😭
Hasbi baik banget
2024-02-27
0
Surabaya Honda
wonderful Thor 👍😊
2023-12-25
2