Entah sudah berapa lama Reana tidak menginjakkan kaki ditempat-tempat seperti ini, Mall. Satu-satunya rute perjalanan Reana hanyalah kost-an, kampus, restoran dan kembali ke kost-an.
Segitiga Bermuda-ku, hidupku tenggelam disitu, bisik Reana dalam hati.
Ingatan terakhir tentang mall adalah saat SMU, entah kenapa tiba-tiba teman-teman sekelasnya mengajak Reana jalan-jalan di mall.
Hanya untuk melihat-lihat, apa salahnya, pikir Reana.
Dan benar saja, Reana hanya bisa melihat-lihat sementara teman-temannya sibuk memilih barang-barang yang mereka inginkan. Sesekali mereka meminta pendapat Reana, hanya untuk basa-basi.
Reana hanya bisa memandang indahnya barang-barang yang mereka pilih. Gadis itu terbiasa hidup seadanya, memakai apa yang dia punya, tak terpikir untuk mencoba memiliki yang lain, yang baru atau yang sedang trend.
Perasaan memasuki elevator adalah perasaan yang sudah lama ditinggalkannya. Di kampus, Reana lebih memilih naik tangga ketimbang naik elevator. Bertemu dan berdekatan dengan banyak orang membuat gadis itu merasa tidak nyaman.
Reana merasa orang-orang melirik, melihat, atau memikirkan sesuatu tentang dirinya. Cara berpakaiannya, harga barang-barang yang melekat di tubuhnya, merk apa saja yang dipakainya atau apapun yang terlintas di kepala mereka. Dan elevator terasa bergerak sangat lambat.
Reana tersenyum canggung saat Nico memandang kearahnya. Mereka hanya berdua didalam elevator, Nico menyentuh jari kelingking gadis itu. Tersenyum menggoda Reana yang terlihat tegang.
Nico berjalan dengan santai, melihat ke kanan dan ke kiri. Banyak gadis-gadis yang melirik atau bahkan berani menggodanya. Nico menanggapinya dengan senyum.
Tak ketinggalan para SPG yang sengaja meninggalkan pekerjaannya hanya untuk bergosip membicarakan laki-laki tampan itu.
Mereka mungkin sudah terbiasa melakukannya. Setiap kali melihat laki-laki menarik perhatian, mereka akan langsung berkumpul membahasnya. Memberi nilai seberapa besar kadar ketampanannya.
Mungkin hanya itulah hiburan bagi mereka, disela-sela kesibukan dan rutinitas pekerjaan. Reana memandangi punggung Nico yang berjalan didepannya. Diiringi pandangan mata dari gadis-gadis berpakaian modis.
Reana memandang baju yang dikenakannya.
Apa tidak masalah, jika aku berjalan dengannya?
Apa tidak memalukan, berjalan dengan orang sepertiku?
Apa tidak sebaiknya, aku pergi saja?
Begitu banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran Reana.
Langkah Reana melambat, kakinya terasa berat. Reana memandang Nico yang semakin menjauh. Terlintas di pikirannya untuk berbalik, namun ragu karena terlanjur berjanji untuk menemani.
Tapi Reana merasa tidak percaya diri berjalan disamping laki-laki itu. Menyadari Reana tidak ada di sampingnya, Nico menoleh kearah belakang dan tersenyum lega. Nico kembali menghampiri Reana.
"Langkahku terlalu cepat ya?" tanya Nico sambil meraih tangan Reana.
Reana ingin menarik tangannya, wajahnya merona merah. Tapi Nico justru memperketat genggaman tangannya. Laki-laki itu tertawa senang melihat rona merah di pipi gadis canggung itu.
Gadis itu mencoba menarik tangannya lagi, Nico melotot menarik tangan Reana hingga ke dada bidangnya. Reana berjalan sambil tertunduk pasrah. Tangannya masih dalam genggaman laki-laki itu.
Berpegangan tidaklah seburuk berciuman, batin Reana.
Gadis itu berusaha menenangkan hatinya, teringat apa yang pernah Nico lakukan dulu, di depan orang banyak. Dan sekarang Nico melakukannya lagi, kali ini menggenggam tangan Reana di depan orang banyak.
Apa kak Nico tidak merasa malu menggandeng tanganku ? menggandeng tangan gadis miskin seperti ku ? batin Reana, dadanya terasa pedih.
Namun Nico merasa bahagia melakukan itu, tak terlihat rasa malu di ekspresi wajahnya. Laki-laki itu justru mempererat genggaman tangannya, seperti menggenggam tangan anak kecil dan takut kehilangannya.
Sesekali mereka berhenti untuk melihat barang-barang yang menarik perhatian. Tanpa disadari Reana mulai merasa nyaman digenggam tangan hangat laki-laki tampan itu.
Tangannya, aku bisa merasakan kehangatan tangannya, batin Reana, hatinya merasa tenang.
Berciuman dan berpegangan, menimbulkan perasaan yang berbeda. Tak kusangka kehangatan tangannya bisa begitu menenangkan, bisik hati Reana.
Reana mengikuti langkah Nico. Bahkan saat Nico menelepon seseorang, laki-laki itu tak melepaskan genggaman tangannya sedikitpun.
Nico berhenti di sebuah salon kecantikan yang mewah. Seorang pria gemulai menyambut Nico dengan hangat. Melirik kearah Reana, tanpa bicara melentikkan telunjuknya ke wajah Reana.
Nico mengangguk sambil tersenyum, pria gemulai itu menyipitkan matanya, seperti mencari sesuatu di wajah Reana. Entah matanya berfungsi seperti scanner, bergerak naik turun mengikuti lekuk wajah gadis itu.
Gadis itu salah tingkah dibuatnya. Lalu pria itu mengajak Reana kedalam.
"Kamu disini dulu, aku ingin mencari sesuatu. Ikuti saja apa yang dikatakannya" ucap Nico sambil menunjuk laki-laki gemulai itu dan melepaskan genggaman tangannya.
Reana menggelengkan kepalanya tapi pria gemulai itu sudah terlanjur menarik tangannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Reana kembali menengok kebelakang, Nico sudah meninggalkannya melangkah keluar dari salon itu.
Kenapa aku ditinggal sendiri, aku nggak mau disini sendirian, batin Reana ketakutan.
"Relaks aja non, jangan takut, disini salon langganan keluarga den Nico" ujar seorang wanita setengah baya melihat ekspresi Reana yang ketakutan.
Wajahnya lembut dan keibuan, tangannya lembut menyentuh wajah Reana.
"Kulitmu seperti kulit bayi, seperti tak tersentuh yang berbau kimiawi" ucap ibu itu meneliti.
"Non percaya sama den Nico kan? kalau begitu, percaya jugalah sama kami" lanjut ibu itu menenangkan Reana.
"Bu Wati, udah lama ya, den Nico nggak membawa gadis kesini?" tanya pegawai salon yang lain.
Wanita paruh baya yang bernama Bu Wati itu mengangguk.
"Cuma nona Angela, den Nico tidak pernah membawa gadis lain kesini selain nona Angela" jawab Bu Wati.
Reana hanya mendengarkan pembicaraan mereka. Sepertinya mereka tidak bermaksud jahat dan mereka terlihat sudah akrab dengan Nico dan keluarganya.
Perasaan Reana sedikit tenang, gadis itu akhirnya pasrah mengikuti serangkaian perawatan kecantikan disana.
Bu Wati dan asistennya melaksanakan tugasnya, mulai dari creambath, facial, pedicure, madicure, makeup, dan semua istilah-istilah perawatan lainnya yang bahkan belum pernah Reana dengar.
Hingga akhirnya seorang gadis memilihkan sebuah gaun indah dan sepasang sepatu cantik untuk dikenakan Reana.
"Ayo dicoba mbak" ucap gadis itu lembut dan manis.
Reana menggelengkan kepalanya sambil tersenyum canggung, mendapat perawatan kecantikan seperti ini saja sudah lebih dari cukup, gadis itu tak berharap diberi apapun lagi.
"Ayolah mbak, nanti den Nico marah sama kami" ucap gadis itu memohon.
"Ini memang perintah den Nico" ucap Bu Wati.
"Sayangkan, wajahnya udah cantik, rambutnya juga cantik, tapi tidak sesuai dengan pakaiannya" lanjut gadis lembut itu.
Reana memandang kearah cermin. Gadis itu seperti tidak mengenali dirinya sendiri. Rambutnya yang biasa di kuncir sekarang tergerai, hitam, lembut bergelombang dengan model yang terlihat lebih modern.
Wajahnya juga terlihat segar bersinar, dengan sentuhan makeup natural, gadis itu terlihat sangat cantik. Sangat tidak sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. Celana jins butut dan kemeja lengan panjang berwarna Salem polos yang digulung hingga ke siku.
Gadis lembut itu menarik tangan Reana menuju fitting room. Sambil membawa gaun berwarna peach dan sepatu jenis T- Straps.
Gadis itu memilih sepatu jenis ini karena haknya yang tidak terlalu tinggi. Mengingat Reana yang mungkin tidak terbiasa mengenakan high heels.
Strap yang melingkar di bagian pergelangan kaki dan membentuk huruf T, akan menonjolkan keindahan kaki Reana yang putih, warna peach lembut, senada dengan gaun yang dipilihnya.
Dalam fitting room, Reana memandang lama wajah dan gaunnya di cermin, dari atas hingga ke bawah. Benar-benar terlihat berbeda, Reana berubah drastis.
Untuk apa semua ini ? tanya Reana dalam hati.
Suara gadis lembut itu terdengar, menanyakan apakah Reana telah selesai mengenakan semuanya. Reana membuka tirai dan melangkah keluar. Disana sudah berdiri Bu Wati, gadis lembut itu dan... Nico.
Yang duduk disebuah sofa, menyilangkan kakinya. Sikunya bertumpu pada sandaran tangan, dengan dagu tertumpu pada ibu jarinya. Memandang lurus kearah Reana.
Gadis itu tak menyangka Nico sudah berada disana memandanginya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Reana risih, Reana salah tingkah, wajahnya menyemburkan rona kemerahan. Menambah cantik wajah gadis yang pemalu itu.
Reana memandang gaun yang dikenakannya, gaun ini terasa begitu terbuka. Gaun selutut itu memperlihatkan kaki putihnya. Kulit yang biasanya tak pernah tersentuh angin, atau terpapar sinar matahari. Karena selalu tertutupi celana jins yang setiap hari dikenakannya.
Reana merasa tak nyaman mengenakan gaun itu, apalagi melihat mata Nico yang tak berhenti menatapnya. Reana merasa tidak percaya diri.
Gadis itu menanyakan pakaian yang dipakainya tadi. Bu Wati menujuk ke dua buah shopping bag yang ada samping Nico. Satu untuk pakaian Reana dan satunya untuk ransel dan sepatunya.
Nico tersenyum lalu membawa shopping bag itu keluar. Reana terpaksa mengikuti, Nico mampir di kasir, mengeluarkan kartu kredit membayar semua tagihan.
Tak lupa dia berterima kasih pada Bu Wati, si gadis lembut dan tentu saja si pria gemulai. Semuanya mengangguk hormat padanya.
Nico kembali menggandeng tangan Reana, mengajaknya pergi dari salon itu. Tangan Reana yang dingin kembali dihangatkan oleh genggaman tangan laki-laki itu.
Nico tidak mengatakan apapun sejak Reana keluar dari fitting room. Hanya matanya yang berbinar dan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Reana menghentikan langkahnya. Langkah Nico pun terhenti lalu menoleh kearah gadis cantik itu.
"Untuk apa semua ini" tanya Reana, tadi tidak sempat menanyakannya karena Nico yang tiba-tiba meninggalkannya sendirian di salon mewah itu.
"Hadiah, karena menemaniku jalan-jalan" ucap Nico singkat.
Mata Reana memanas, hatinya terasa sakit, jika Nico merasa malu terhadap penampilannya tak perlu mengajaknya kemana-mana.
"Apa kakak malu dengan penampilanku?" tanya Reana menahan perasaan.
Nico heran lalu berjalan mendekati gadis itu.
"Kalau aku malu, aku tidak akan membawamu kesini, dan tidak akan menggandeng tanganmu didepan banyak orang" jawab Nico mencoba meyakinkan Reana.
"Kakak tidak perlu melakukan semua ini" ucap Reana pelan sambil merentangkan kedua tangannya melihat penampilan barunya.
Reana menatap Nico dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Saya sadar, saya nggak pantas jalan sama kak Nico, saya sadar, memalukan berjalan dengan orang seperti saya, tapi kak Nico nggak perlu merubah saya seperti ini, kak Nico cukup tinggalkan saya saja" ucap Reana ingin segera berlalu.
Meskipun tak ingin mendengar, tapi bisik-bisik dari para gadis yang membanding-bandingkan Nico dan Reana, sedikit banyak sampai juga ke telinganya.
Cowoknya ganteng, ceweknya udik.
Gak cocok.
Rugi amat itu cowok.
Jalan- jalan bawa pembantu, dan banyak lagi.
Reana hanya bisa menahan hati, rasanya ingin pergi tapi terlanjur bersedia menemani. Reana yakin Nico juga pasti mendengar bisik-bisik itu.
Pasti karena itu kak Nico melakukan semua ini, kak Nico malu dengan penampilanku, jerit hati Reana.
Nico meraih tangan Reana lalu menangkup wajah gadis itu.
"Aku tidak peduli seperti apapun penampilanmu, yang dulu ataupun yang sekarang, yang kulakukan hanyalah, ingin memanjakanmu" jawab Nico berusaha untuk menenangkan hati Reana, membelai lembut pipi gadis itu.
"Sejak awal aku nggak pernah merasa malu jalan denganmu, aku justru bahagia bisa bersamamu" ucap Nico mencoba meyakinkan Reana.
Reana menatap Nico, mencari kebenaran dari mata laki-laki itu.
Nico mendekatkan wajahnya, mencium lembut kening Reana, gadis itu memejamkan matanya, jantungnya berdebar-debar. Hangat dan lama, seakan-akan Nico ingin membuktikan semua ucapannya. Reana terlena.
Sekian lama akhirnya tersadar, Reana mundur dan melihat sekelilingnya. Segera Reana berjalan dengan cepat. Nico mengikuti dari belakang, laki-laki itu tersenyum melihat tingkah malu-malu gadis itu.
"Mau kemana nona Reana" ucap Nico sambil melongok dari samping kanan.
Langkah Reana terhenti.
"Nggak tau" ucapnya, wajahnya masih merona merah.
Gadis itu hanya ingin segera pergi dari situ, menjauh dari pandangan para SPG yang menatap mereka sambil berbisik-bisik.
"Bagaimana kalau kearah sana?" tanya Nico sambil menunjuk arah sebelah kiri.
Reana mengangguk, lalu melangkah ke sebelah kiri. Langkahnya terhenti, teringat sesuatu.
"Sini kak, biar saya yang bawa" ucap Reana mengulurkan tangannya hendak mengambil shopping bag dari tangan Nico.
"Ada-ada aja" ucap Nico menggeleng sambil kembali menggenggam tangan gadis itu. Berjalan bersama bergandeng tangan.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
mariyatni
Nico,, kamu manis banget siiih
2022-10-26
1
✨viloki✨
Duh re kamu feeling insecure ya 😔
2022-06-05
1
Fi Fin
Nico aku padamu 🥰🥰🥰
2021-10-07
1