NovelToon NovelToon
Whispers Of A Broken Heart

Whispers Of A Broken Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:581
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)

Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Keesokan paginya dimana cahaya matahari menembus tirai tipis kamar hotel. Rianti perlahan membuka mata.

Sekilas pandangnya menangkap sosok pria yang tengah tertidur duduk di samping ranjang sambil tetap menggenggam tangannya erat Bramantya.

Namun kilatan kenangan semalam menyergapnya.

Seseorang menyeretnya. Bau obat bius. Suara Prabu. Tubuhnya dingin. Gelap.

Rianti langsung terduduk dan—

“AAAAAAAAAA!!! JANGAN SENTUH AKU!!!”

Bram tersentak bangun.

“RIANTI!”

Rianti mundur ke kepala ranjang sambil memeluk dirinya sendiri, gemetar hebat.

“JANGAN!! JANGAN DEKET-DEKET!!!”

Nafasnya memburu. Air matanya tumpah tanpa bisa dikendalikan.

Bram mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa ia tidak akan menyentuhnya tanpa izin.

“Ri, ini aku. Bram. Suami kamu.”

Namun Rianti tetap menggeleng kuat-kuat, matanya ketakutan seolah Bram juga bisa menyakitinya.

“Pergi, jangan sentuh aku. Jangan….”

“Aku nggak akan sentuh kamu. Aku janji. Tapi tolong lihat aku.”

Rianti menatapnya, matanya penuh air mata.

Ia berlutut di lantai, sejajar dengan pandangan Rianti.

“Aku telat datang semalam. Aku minta maaf.”

“Aku janji nggak akan biarkan mereka sentuh kamu lagi. Aku akan jaga kamu, bahkan kalau kamu benci aku sekalipun…”

Rianti mulai melemah dengan bahunya yang bergetar.

Perlahan, ia menutup wajahnya dan menangis keras.

"Aku takut, Bram. Aku takut…”

Dalam sekejap, Bram langsung maju dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan.

Rianti sempat menolak, memukul dada Bram — namun pelukan Bram terlalu hangat untuk dilawan.

“Lepasin, aku takut…”

“Nggak. Aku nggak akan lepasin kamu lagi. Kamu aman di sini. Di pelukan aku kamu aman…”

Rianti akhirnya menyerah, menangis sejadi-jadinya di dada suaminya.

Bram mengusap rambutnya, menciumi pucuk kepalanya berkali-kali.

"Menangislah saja, Sayang. Aku di sini dan aku nggak akan kemana-mana…”

Pelukan itu berlangsung lama.

Hingga tangis Rianti perlahan reda.

Bram masih memeluknya, tidak melepas sedetik pun.

“Ri…”

“Hm…”

“Mulai sekarang… aku nggak akan tinggalin kamu sedetik pun. Aku tidur di sebelah kamu. Aku mandi nunggu depan pintu. Kamu ke toilet aku jagain. Deal?”

Rianti mengangkat wajahnya pelan-pelan. Matanya masih sembab, tapi ada secercah rasa aman.

“…Idiihhh protektif banget.”

Bram tersenyum kecil — senyum lega bercampur haru.

“Iya. Soalnya kamu istri aku. Dan milik aku.”

Rianti menghela napas, lalu menyandarkan dahinya ke dada Bram.

“Jangan tinggalin aku…”

Bram memeluknya lebih erat.

“Sampai mati pun nggak akan.”

Bram duduk di sofa samping ranjang, sesekali melirik ke arah pintu sambil menunggu staf resort mengantar sarapan.

Rianti duduk bersandar di kepala ranjang, rambut acak-acakan, mata kosong, memeluk bantal seolah itu pelindung terakhirnya.

Ia tidak menatap siapapun. Bahkan Bram pun tidak.

Bram menatap istrinya lama, sebelum menarik napas panjang. Dengan pelan, ia mengambil ponselnya dan mengetik pesan.

"Dr. Nadia, bisa tolong datang ke Maldives Resort? Istri saya mengalami trauma berat. Saya butuh bantuan Anda. Urgent.”

Sent.

Tak lama kemudian, pesan balasan masuk.

“Saya akan atur penerbangan tercepat. Mohon jaga dia. Jangan ditinggal sendiri.”

“Saya tidak akan tinggalkan dia sedetik pun.”

Dengan hati-hati, Bram mendekat ke ranjang.

“Ri…”

Rianti menoleh perlahan, tapi tidak bicara.

Bram duduk di tepi ranjang tapi menjaga jarak, seperti semalam ia janjikan.

“Sarapan mau aku ambilin ke sini? Atau kamu mau aku coba masakin sendiri? Biar gosong pun aku usahain.”

Tidak ada respons. Hanya tatapan kosong.

Bram menelan ludah. Rasa sakit menyeruak di dadanya melihat wanita seceria Rianti berubah seperti ini.

Ia terdiam sejenak, lalu berbicara pelan.

“Dokter psikolog dalam perjalanan ke sini. Dia akan bantu kamu, Ri. Kamu nggak perlu lawan semuanya sendirian.”

Rianti mengedipkan mata pelan. Ada air mata yang mulai berkumpul di sudutnya.

"Aku nggak rusak, kan?”

Kalimat itu membuat Bram hampir hancur.

Ia tidak bisa menahan diri lagi.

Bram langsung berlutut di hadapan istrinya.

“RIANTI.”

Rianti terkejut melihat Bram tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menatapnya tajam.

“Lihat aku.”

Perlahan, Rianti menatap wajah suaminya yang ada di hadapannya.

“Kamu nggak rusak. Kamu nggak berkurang. Kamu tetap Rianti aku yang sama. Yang cerewet. Yang keras kepala. Yang suka ngakak nggak jelas. Yang kalau marah, aku harus sujud dulu baru dimaafin.”

Air mata Rianti menetes, Bram menggenggam tangan Rianti dan kali ini Rianti tidak menolak.

“Kalau ada yang berani bilang kamu rusak…” Bram mengepal tangan satunya, rahangnya mengeras.

“…aku yang bakal rusakin dia.”

Rianti diam sejenak… lalu tersenyum tipis meskipun air matanya terus mengalir.

“…kamu brutal banget sih.”

Bram ikut tersenyum saat melihat istrinya sudah mau tersenyum.

“Suami siapa dulu.”

Tok tok tok.

Pintu kamar diketuk.

“Sir, breakfast is here.”

Bram menoleh ke arah pintu, lalu kembali menatap Rianti.

“Aku ambilin ya. Kamu tunggu di sini.”

Bram berdiri, tapi sebelum pergi, Rianti tiba-tiba menarik ujung baju Bram.

Rianti tidak berkata apa-apa, hanya memandangnya. Dan Bram langsung mengerti.

“Aku nggak akan lama.”

Bram mengatur baki sarapan di meja kecil dekat ranjang.

Pancake hangat, telur orak-arik, potongan buah tropis, dan segelas jus jeruk tertata rapi.

Ia membalik piring pancake, membentuk senyum kecil memakai potongan stroberi di atasnya.

"Tadaa, sarapan spesial ala Chef Konglomerat.”

Rianti hanya memperhatikannya tanpa ekspresi, tapi matanya sedikit bergerak tanda ia memperhatikan.

Bram duduk di kursi kecil di hadapan Rianti, tapi tetap menjaga jarak aman. Ia tidak ingin membuat Rianti merasa terkekang.

Ia mengambil sendok, berpikir sejenak, lalu bicara pelan.

“Sarapan pertama setelah penculikan, harus dimulai dengan… pancake penyembuh trauma.”

Rianti mengerjapkan mata pelan. Bram melanjutkan sambil menahan senyum.

“Kamu tau nggak? Pancake ini punya kekuatan super.”

Tidak ada suara. Tapi Rianti sedikit mengalihkan pandangan ke pancake itu.

Bram langsung semangat.

“Kalau kamu makan satu suap nanti dia bakal serang semua monster yang bikin kamu sedih. Dia tinju satu-satu. Plaak plaak.”

Bram bahkan menirukan suara tinju sambil mengangkat tinjunya.

Samar, sudut bibir Rianti bergerak.

Bram memperhatikannya, tapi masih berpura-pura santai.

“Kalau dua suap…”

“Dia bakal sampai bikin monster-monsternya nangis minta ampun.”

Satu tetes air mata jatuh ke atas selimutnya tapi bukan karena takut melainkan karena hatinya mulai mencair.

Perlahan, Rianti mengambil sendok dari tangan Bram.

Bram berhenti bicara.

Rianti memotong sedikit pancake, lalu memakannya pelan.

Bram tersenyum tipis dan kembali membuat lelucon lucu.

“Satu monster tumbang.”

Rianti menahan tawa sambil mengusap matanya.

“…kamu kok lucu banget sih, Bram.”

Bram bersandar ke kursinya, pura-pura sombong.

“Tentu. Aku suami paling lucu se-Maldives.”

Rianti menghela napas, lalu pelan-pelan menyandarkan tubuhnya ke bahu Bram masih dengan jarak aman, tapi cukup untuk menunjukkan kepercayaan.

Bram menegang sebentar, takut bergerak agar tidak membuatnya tidak nyaman.

Tapi Rianti berbisik pelan.

“Boleh aku sandar di sini sebentar?”

Bram menatapnya dan menunduk sedikit agar bahunya lebih nyaman untuk dijadikan sandaran.

“Boleh. Lama pun boleh. Selamanya pun boleh.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!