Nayla Marissa berpikir jika pria yang dikenalnya tanpa sengaja adalah orang yang tulus. Pria itu memberikan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa sehingga Nayla bersedia menerima ajakan menikah dari pria yang baru berkenalan dengannya beberapa hari.
Setelah mereka menikah, Nayla baru sadar jika dirinya telah dibohongi. Sikap lembut dan penuh kasih yang diberikan suaminya perlahan memudar. Nayla ternyata alat buat membalas dendam.
Mampukah Nayla bertahan dan menyadarkan suaminya jika ia tak harus dilibatkan dalam dendam pribadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 10
Nayla berlari kecil menghampiri suaminya ketika melihat Dhana baru keluar dari mobil. Nayla menjatuhkan tubuhnya di pelukan suaminya.
"Kamu tidak ke kampus?" tanya Dhana heran. Biasanya jam segini istrinya itu sedang kuliah.
"Aku memutuskan tidak mau kuliah lagi," jawab Nayla.
"Kenapa?" tanya Dhana lagi.
"Aku ingin mengabdi menjadi ibu rumah tangga, aku mau melayani suamiku," jawab Nayla membuat Dhana mengerutkan keningnya.
"Aku tidak mau kamu yang melayani. Di rumah ini banyak pelayan, jadi kamu tidak perlu capek mengurusi aku!" Dhana melepaskan pelukan istrinya.
"Tapi, urusan ranjang mereka tidak mungkin melakukannya!" ceplos Nayla.
Dhana yang mendengarnya melebarkan pupil matanya, apalagi di sekitar mereka ada sopir, asisten pribadinya dan seorang pelayan wanita.
"Memang benar 'kan? Apa bisa mereka melakukannya?" singgung Nayla.
Dhana menarik tangan istrinya dan membawanya menjauh dari ketiganya yang tampak mengulum senyumnya.
"Kamu mau kita bercinta?" Nayla berkata dengan nada menggoda.
"Kamu seperti ini membuat aku jijik!" ucap Dhana.
"Benarkah?" Nayla memainkan dasi yang dipakai suaminya.
"Nay, lebih baik kamu kuliah saja!" kata Dhana.
"Aku tidak mau, kuliah itu capek terus belajar!" ucap Nayla.
"Daripada kamu di rumah dan membuatmu bosan," ujar Dhana.
"Jarak rumah ini ke kampus sangat jauh dan membuatku lelah di perjalanan. Bagaimana kalau aku tinggal sementara di rumah orang tuaku sampai aku lulus kuliah?" Nayla meminta saran.
"Tidak!" Dhana menolak saran istrinya.
"Aku janji tidak akan memberitahu papa jika kamu memiliki dendam kepadanya!" ucap Nayla merayu.
"Kamu pikir aku percaya?" Dhana menatap istrinya. "Sama sekali, tidak!!" lanjutnya berkata tegas.
"Baiklah, jika kamu tidak percaya. Aku akan mencoba kabur dari rumah ini dan memberitahu mereka kalau kamu adalah penipu dan penjahat!" Nayla memberikan ancaman.
"Silahkan, jika kamu berhasil kabur dari rumah ini mungkin aku tidak akan menjemputmu," kata Dhana.
"Jangan menyepelekan aku!" ucap Nayla.
"Gadis manja yang kemauannya harus selalu dituruti dan tak bisa apa-apa kecuali dibantu orang tua, takkan mungkin dapat kabur dari rumah ini!" Dhana berkata merendahkan istrinya.
"Kita lihat saja, pasti aku berhasil kabur dari sini dan membongkar sisi burukmu!" kata Nayla dengan yakin.
"Silahkan saja, jika kamu tidak mau kehilangan salah satu dari mereka!" ucap Dhana tersenyum seringai.
Nayla yang melihat ekspresi suaminya seketika terdiam. Ya, dia takut kehilangan orang tuanya. Mereka selama ini yang selalu menemaninya, dirinya tak dapat melakukan apapun tanpa mereka.
****
Sebelum berangkat kerja, Dhana menyempatkan sarapan bersama istrinya. Ia mengatakan tidak bisa mengantarkannya ke kampus.
"Kenapa? Bukankah kita searah?" tanya Nayla.
"Ada yang mau aku persiapkan," jawab Dhana.
"Hmm, baiklah!" Nayla tampak kecewa karena tak bisa pergi bersama suaminya.
"Sepulang dari kampus, pergilah ke butik. Nanti malam ada acara, kamu harus datang!" ucap Dhana.
"Ada acara apa?" tanya Nayla.
"Kamu akan mengetahuinya," jawab Dhana.
"Kamu tidak berencana mengakhiri hidupku, 'kan?" Nayla mendekati wajahnya menatap suaminya.
"Jika aku mau, dari kemarin aku sudah melakukannya!" Dhana menekan kata-katanya.
Dhana lebih dahulu berangkat lalu disusul Nayla 15 menit kemudian.
Begitu sampai, Nayla memasuki kelas dengan langkah malas. Teman-temannya tak ada yang menyapa atau membalas senyumannya.
"Kenapa mereka begitu aneh?" batin Nayla.
Siang harinya, Nayla yang benar-benar menjadi tawanan suaminya. Ponsel ditahan, dikurung di dalam rumah yang besar jauh dari rumah penduduk dan sekarang sopir datang menjemput tepat waktu sehingga ia tidak bisa leluasa bergerak menikmati hidupnya.
Isi kepala Nayla tiba-tiba menyuruhnya kabur. Ini adalah kesempatan emas buatnya apalagi tidak ada pengawal atau pelayan.
Nayla sengaja memutar haluan, ia berjalan dengan cepat menuju pintu belakang kampus.
Senyumnya mengembang kala kakinya sebentar lagi keluar dari gedung kampus. Namun, kenyataannya langkahnya terhenti ketika seorang pria dengan tubuh besar dan kekar menghalanginya
"Nona Nayla, mau kemanakah?"
Nayla menatap pria itu dari ujung kepala hingga kaki, tubuhnya gemetar dan jantungnya berdetak kencang.
"Sopir sudah menunggu di pintu depan!" kata pria itu lagi.
"Astaga, aku lupa jalan pulang. Bukan di sini, ya?" Nayla segera membalikkan badannya dan berjalan cepat.
Dalam hatinya Nayla terus merutuki kesialannya, dia tak menyangka suaminya mengirimkan seseorang buat mengawasinya.