pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Di awal bulan November, Baskara di undang ke acara pembukaan hotel di daerah Banyuwangi milik Pak Lubis, kliennya untuk proyek di Tanjung Bira. Berpakaian rapi dengan kemeja putih dan jas set berwarna beige dan sepatu oxford suede warna senada dengan jasnya. Dirinya menikmati makanan yang ada di sana sembari membaur dengan tamu-tamu undangan. Hingga matanya melihat sosok yang dia kenal memasuki aula besar bersama pria paruh baya yang dia kenal sebagai CEO ADT Group dan wanita yang Baskara tebak adalah istrinya.
Tanpa dirinya sadari, senyumnya mengembang begitu melihat gadis itu berjalan menghampirinya. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan balutan longdress berwarna sage model sabrina dengan belahan panjang di sisi kiri yang berhenti di tengah pahanya. Rambutnya yang panjang dia buat messy bun dan poni yang sepertinya baru dipotong.
“Hai, Kak.”
“Pretty as always,” pujinya meluncur tanpa dia sadari.
Pipi Maharani memerah dengan senyum malu-malu tergurat di wajahnya, “bisaan deh lo,” Maharani memukul dada Baskara ringan, “sampe sini kapan, Kak?”
“Tadi siang. Lo sendiri?”
“Sama. Gua juga baru sampe siang tadi. Bareng Ayah sama Ibu. Eh udah ketemu sama Om Lubis?”
“Udah kok tadi.”
Maharani berjalan beriringan dengan Baskara ke arah kedua orang tuanya yang kebetulan juga ada Lubis, pemilik hotel ini bersama beberapa orang lainnya.
“Om Lubis, selamat ya Om. Hotelnya keren banget. Aku kalo liburan di sini kayaknya bakal betah deh.”
“Thanks you, Rani.”
Sore itu, Baskara sibuk di kenalkan kepada beberapa teman/relasi Lubis dan juga Andi yang hadir di sana. Memberikan kartu namanya kepada orang-orang yang dikenalkan padanya malam itu. Tanpa sadar pun, dia turut serta mengajak Maharani, mendampingi dirinya.
Selesai makan malam, Maharani menarik Baskara keluar dari hiruk pikuk pesta yang berisikan obrolan bapak-bapak. Dirinya sudah terlampau lelah dan ingin menikmati malam. Mengajak pria yang lebih tinggai 13 cm dan dari dirinya berfoto di spot-spot cantik. Dirinya belum sempat berfoto sejak menginjakkan kaki di tempat indah itu.
Sambil duduk di dekat kolam renang, Maharani memperhatikan satu persatu foto Baskara yang dia ambil tadi. Menyuruh pria itu bergaya dan viola, terlihat sangat tampan.
“Liat deh, Kak, masa yang kayak gini jadi arsitek. Harusnya jadi model ini sih,” kata Maharani menunjukkan fotonya. Berpose di bangku tepian kolam renang, dengan jas yang tergeletak rapi di sisinya, lengan kemaja yang di gulung sampai siku dan kancing yang dibuka 3. Terlihat santai dan attractive. Mahani mengambil foto pria itu dengan beberapa pose yang dia arahkan. Semuanya gak ada yang gagal atau jelek.
“Itu karena tangan lo yang bagus ambil fotonya.”
“Ck, dibilangin juga. Gua kirim ya fotonya.”
Baskara mengeluarkan ponselnya dari saku jas. Melihat banyak notif dari Instagram. Gadis yang duduk di sebelahnya ternyata memposting saat foto bersama dengan Lubis dan orang-orang penting hotel tersebut. Selain itu ada juga foto yang barusan gadis itu ambil di backdrop red carpet.
“Dingin banyak angin,” Baskara menyampirkan jasnya di bahu Maharani. Membuat gadis itu sedikit tertegun, dan pipinya menghangat. Membuatnya lupa dengan rasa kesal yang tadi dia luapkan saat bercerita tentang tingkah sang mantan yang suka tiba-tiba muncul di kantor, atau mengiriminya bunga atau makanan. Bahkan beberapa hari yang lalu, Aldo datang ke kantor Hera dan bertengger di ruang kerja Maharani seharian walau sudah diusir olehnya.
“Kalo lo sendiri gimana kak?”
“Apanya?”
“Pacar. Ada gak sih? Jomblo akut apa gimana,” guyonnya menutupi rasa takut. Jantungnya berdebar kencang dengan pertanyaan yang barusan dia luncurkan.
Baskara mengembangkan senyum tipis. Menatap kosong hamparan air biru dengan tangan kanan yang menyentuh lembut jam tangannya. Mengeluarkan aura sendu dari matanya yang coklat gelap. Sejak mereka makan di angkringan tempo lalu, rasa penasaran itu selalu menghantuinya juga jam tangan yang entah kenapa firasatnya mengatakan kalau benda itu memiliki sejarah tersendiri.
...♥...