Aisyah tidak mengetahui jika suaminya telah menikah lagi dengan seorang wanita kaya pilihan mertuanya. Kenapa suaminya tidak pernah bilang jika suaminya telah menikah lagi.
Teriris sudah perasaan Aisyah, suaminya rela mengkhianati cinta di pernikahan mereka.
Mereka hanya menikah karena terpaksa, dikarenakan kedua orangtua Aisyah yang sudah sakit menderita kanker Paru-paru.
Maka keluarga Suami menerima pinangan tersebut dengan hati sukarela. Termasuk Papa Hasan dari keluarga suami merasa iba untuk menikahi anaknya.
Namun sayang, setelah menjadi istrinya Aisyah bukan di perlakukan baik di dalam sebuah rumah mewah milik suaminya tetapi dijadikan sebagai P3mb4ntu oleh Keluarga itu sendiri.
Apakah Aisyah akan mengambil haknya sebagai seorang istri, atau sebaliknya ia ingin cerai dengan suaminya tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rohima_Cahaya18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Baik untuk Mertua
Sekar tak mampu berdalih, inilah sebabnya Sekar malah pergi tidak perduli apapun jika status suaminya terbongkar secara jelas.
Pemuda-pemuda tersebut untuk membantu Sekar, namun Sekar tak mau dibantu secara baik-baik. Malah kebanyakan cerewet dan ingin segera di bantai.
"Mbak, ga apa-apa! Mbak, gimana apa kami bisa menolong, Mbak nya!"
"Ya tolongin, malah tanyak balik. Jangan sentuh tubuhku, kalau berani macam-macam kalian akan tahu akibatnya," ucap Sekar sombong seolah-olah Ali akan menolong dirinya.
"Mbak nya galak amat, jangan galak-galak, Mbak. Nanti rezekinya keseret. Normal sedikit, Mbak. Kami hanya pos ronda keliling loh, Mbak."
Namun ucapan mereka tidak di dengar oleh Sekar, ia malah kesakitan sekalian kalinya. Jika tidak pergi meninggalkan suaminya disana, pasti kini kondisi Sekar tidak dibawa di RS. Sekar yang harus menerima kenyataan hidupnya, kini kaki Sekar harus di amputasi. Menerima kenyataan itu semua, Sekar malah menjerit jika itu terjadi, maka Sekar akan dibuang oleh Ali.
"Itu tidak mungkin, Sekar ga boleh di amputasi, ini kaki bagus. Sekar, kamu jangan putus asa, pasti Ali tetap sayang, padamu. Ingat, ini semua rencana Mama Veni yang melakukan sesuatu padamu."
Jika di pikir-pikir ulang nyatanya benar, kondisi Sekar tidak ingin seperti ini. Mustahil, kaki yamg mulus harus bagus tidak ingin di amputasi begitu saja.
****
Hasan sebagai Papa dari anaknya merasa terpukul, jika menantu kesayangan kini hamil anak Ali. Namun sayang, Ali sudah menikahi lagi dengan perempuan lain yang merupakan rencana mertuanya.
Logika? Tapi Hasan tidak memikirkan jika nantinya Ali pasti menyesal di kemudian hari, namun dibalik itu semua Hasan akan menafkahi calon bayi yang di rahim menantunya.
"Tenang nak, papa akan yang menerima anak itu lahir. Bagaimana pun itu merupakan cucu, Papa. Papa senang nantinya akan di panggil dengan sebutan, kakek," imbuh Hasan ia tersenyum kepada Aisyah.
Aisyah merasa bersalah, tetapi ia tak mau di salahkan juga atas takdir ini. Kenapa harus Aisyah yang merasakan sakit ini, kenapa dulunya ia mau di jodohkan oleh Ali, kenapa harus sesakit ini. Dibalik musibah yang menimpanya, ada kekuatan untuk bertahan. Seorang Mertua dari lelaki siap menerima lahir batin apapun yang terjadi.
Aisyah merasa beruntung karena kini Mertua lelaki tidak seperti mertua perempuannya yang hanya ingin menghancurkan rumah tangga anaknya.
Aisyah memeluk Mertua cukup erat, ada kesedihan yang menghantar lebih dalam. Ada ketakutan terbesar yang saat ini belum terpecahkan. Tapi sosok seorang papa itu ada, tapi tidak dengan papa kandung hanya papa yang bisa tahu kapan anak ini lahir ke dunia. Apakah bisa membuat Ibunya bahagia, atau selanjutnya?
Hasan membenci Ali, bagaimana pun Ali salah melangkah. Tapi, bagaimana bisa Ali berhubungan dengan Sekar, lalu siapakah yang sudah mau ikut campur dalam rumah tangga anaknya.
Tamparan keras pada pipi Ali, membekas disana. Hasan tidak terima jika Aisyah, menantu yang selama ini tidak bersalah dan kini memberi kejutan untuk dirinya. Kenapa harus di sakiti!
Tentunya sama sekali tidak di luar nalar, logika nya saja. Tatapan tajam itu melirik kearah Ali, namun Ali tetap diam saja. Bungkam, apa yang selama ini Ali tutupi darinya. Bukan bersyukur selama ini, fasilitas kerja Papahnya tangung, masalah kesehatan Papahnya tanggung. Apa kurang selama ini.
Kurang kasih sayang atau kurangnya bersyukur!
Hasan tidak perduli jika Ali sekedar meminta maaf pada Aisyah. Padahal pernikahan itu sebuah perjanjian yang sakral, disaksikan oleh sang pencipta langsung tapi kenapa anak sendiri begitu tega ingin menghancurkan rumah tangga sendiri.
"Papa benci padamu, Nak! Kamu tahu, Aisyah. Ia dari kelurga tak memiliki siapa pun, tapi kamu masih saja melukai, istrimu. Padahal Papa tak pernah mengajarkan mu dengan hal seperti ini, Papa membesarkan mu dari akhlak yang bagus, untuk kamu tahu bisa bersikap baik, berakhak mulia, tapi ini balasan kamu kasih ke Papa, Orangtuanya menitipkan ke Papa."
"Jika kamu memang tak menginginkan, Aisyah lagi. Sebaiknya pulang dan antarkan saja Aisyah ke rumah orangtuanya ataupun ke siapa. Kamu tahu, ada janin yang harus diberi asupan, kamu tahu Papa memang tak bisa melahirkan, menyusui, tapi Papa sakit saat kamu tega menyakiti perempuan, Ali," jawaban Hasan ada benarnya, tapi siapa orang yang di dalang ini.
"Papa! Maafkan Ali Pa, Ali memang salah dalam hal ini. Tapi jangan hukum mama. Mama memang yang mengabulkan permintaan Ali, tapi Ali tidak mau dengan perempuan itu, Pa."
"Ga usah kamu terlalu minta belas kasihan. Kamu memang dari dulu tak pernah berubah. Aisyah, apakah kamu memang ingin bercerai dengan, Ali! Lalu bagaimana nantinya bayi itu, nak."
"Papa, terimakasih saran dan pendapat Papa. Aisyah memang bukan dari keluarga kaya, mewah, penuh harta dimana-mana. Tapi, dengan luka sakitnya yang tak terasa ini. Aisyah ingin bercerai dengan Mas Ali, Papa, maafkan Aisyah. Aisyah tak sekuat siti Khodijah, Siti Asiah, Maryam, Pa. Tapi Aisyah tidak mau jika suatu nanti, Aisyah diasingkan oleh anak Papa," suara tangis Aisyah pecah, hidupnya terombang ambing.
"Papa akan menghantarkan dirimu, nak! Walaupun Papa bukan Papa kandung mu. Papa hanya sekedar menimang cucu Papa, walaupun kini belum lahir ke dunia. Izinkan Papa yang akan bertanggung jawab tentang cucu, Papa."
Nampaknya Arya sangat salut dengan keputusan Pak Hasan, membela perempuan demi disakiti oleh lelaki yang hanya memikirkan nafsu sesaat. Tak bisa di percaya jika benar Ali ingin berubah, sikapnya masih biasa saja. Tak sengaja kedatangan Veni juga Sella. Mereka tidak tahu kemana perginya Sekar, dan kini ada rasa khawatir yang tidak bisa Veni ungkapkan.
Berpura-pura baik dihadapan Aisyah, sengaja Veni membeli buah untuk kesehatan Aisyah. Namun Hasan menolak itu semua. Dibalik sikap istrinya yang mencurigakan, pasti istrinya sudah merencanakan hal ini.
"Sayang! Aisyah, kamu sudah sadar."
"Alhamdulillah ma, terimakasih sudah datang menjenguk, Aisyah. Tapi sebaiknya tidak di rumah saja, disini Aisyah sudah ada Papa, juga mas Ali," ucap Aisyah menghapus airmata yang jatuh. Tapi mudahnya Aisyah berbuat baik pada mertuanya.
"Iya kak Aisyah, dirumah kami hanya berdua. Lagian disini rame, iya kan ma!" ucap Sella menyenggol lengan mamanya.
"Betul sekali, Aisyah. Oh ya, kali ini yang jaga malam mama juga Sella. Papa dan Ali pulang saja."
"Tidak bisa? sebaiknya mama, Sella, Ali pulang saja. Papa lagi kangen dengan menantu Papa, tahu ga ma! Kalau Aisyah sedang hamil, dan kini memasuki usia 7 bulan. Nanti mama adakan syukuran ya, biar tambah silaturahmi untuk tetangga sebelah kalau Aisyah penambah rezeki kita."
"Ngapain juga syukuran segala, lagian kenapa harus Aisyah. lagian siapa yang hamili, Aisyah. Disentuh juga ga," mimik wajah Veni bertanya-tanya soal hamil menantu nya.
Hasan sudah mengerti pasti ini semua ulah istrinya yang tidak menginginkan Aisyah untuk menjadi menantu dirumah nya. Nyatanya Hasan akan selalu ingin mencari tahu kebenarannya.