Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Akhirnya pulang juga orang yang kita tunggu-tunggu dari tadi," ujar Mama Sovi begitu melihat Naura tiba di teras rumah.
Belum juga ia melangkahkan kaki ke dalam rumah, dirinya sudah disambut oleh tiga wanita yang selalu menyudutkannya.
"Kamu darimana saja, Naura? Kenapa jam segini baru pulang?" tanya Ria yang menatap Naura dengan tatapan tidak suka.
Beruntung Naura masih bisa menguasai diri, ia tetap menerbitkan senyuman manis ke arah mereka bertiga.
"Dari Mall, Mbak. Aku habis beli beberapa pasang baju dan keperluan lainnya. Memangnya kenapa, Mbak?" jawab Naura seraya mengangkat beberapa paper bag yang berada di tangannya dan menunjukkannya pada Ria.
"Iya kami tahu kamu habis belanja, kami bisa lihat paper bag yang kamu bawa pulang itu. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa jam segini kamu baru pulang. Padahal kamu tahu sendiri kalau anak-anak pulang sekolah siang. Saat kami pulang, Mama kerepotan sekali mengurus anak-anak," timpal Rere dengan nada tak suka.
Kedua tangannya terlipat depan dada, pertanda jika saat ini ia tidak suka dengan kelakuan adik iparnya.
"Iya, seharusnya kamu di rumah saja. Jangan kemana-mana, gimana sih. Kamu kan tahu Mama sudah tua, tapi masih saja meminta Mama untuk melakukan semua pekerjaan rumah," tambah Ria yang semakin membuat keadaan memanas.
Naura menoleh ke arah mertuanya yang terlihat puas karena menantunya yang lain memarahinya.
Pasti mertuanya itu sudah menceritakan semuanya pada Ria dan Rere. Karena jika tidak, mana mungkin mereka tahu jika dirinya tidak mengerjakan pekerjaan rumah hari ini.
"Jadi menurut kalian berdua, menjaga dan mengurus anak-anak menjadi tanggung jawabku. Begitu? Bukannya mereka itu anak Mbak Ria dan Mbak Rere ya. Jadi, seharusnya kalian yang menjaga mereka dan mengurus mereka. Bukan aku."
"Kalaupun aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah, itu sama sekali bukan urusan kalian berdua. Karena bagaimanapun, aku hanya tamu di rumah ini. Tidak mungkin kan tamu mengerjakan pekerjaan rumah. Iya kan, Ma?" balas Naura seraya melirik ke arah Mama Sovi yang sejak tadi terdiam.
Raut wajah yang tadinya terlihat sumringah karena Naura dimarahi oleh Ria dan Rere.
Kini terlihat kesal dan salah tingkah, karena memang ia sendiri yang mengatakan kalau Naura hanya tamu di rumah itu.
"Astaga, sudah pintar rupanya mulutmu ya, Ra. Aku tidak menyangka perempuan kampungan seperti kamu bisa berani menyanggah ucapan kami seperti ini."
"Kamu kesurupan atau gimana? Biasanya juga kamu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak kalau pulang sekolah. Kenapa sekarang malah jadi pembangkang seperti ini?" tanya Rere seraya bangkit dari duduknya dan berjalan pelan menghampiri Naura.
"Mau apa dia? Apa wanita yang menjadi menantu pertama di rumah ini akan menyentuhku dengan tangan kotornya itu?" tebak Naura dalam batin.
Kali ini ia tidak akan diam saja jika itu terjadi.
Sudah cukup rasanya ia bersabar selama ini, tidak dianggap dan selalu dihina seolah menjadi makanannya sehari-hari.
Sekarang ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.
"Begini ya, Mbak Rere. Aku tinggal di sini karena menikah dengan Mas Azriel. Begitu pun dengan kalian berdua, posisi kita disini sama. Sama-sama menjadi menantu karena kita menikah dengan anak Mama. Jadi jangan menganggapku seolah pembantu ataupun baby sitter di rumah ini," ucap Naura, ia lebih dulu menghampiri wanita yang hendak menghampirinya.
"Selama ini kenapa aku mau melakukan semua itu? Karena aku sudah menganggap kalian semua keluarga. Namun setelah berbulan-bulan lamanya, akhirnya aku sadar kalau kalian hanya menjadikan aku sebagai pengasuh gratis anak kalian,"
"Kalau Mama mau menjaga anak kalian, ya silahkan, mungkin Mama juga tidak keberatan untuk berlari kesana kemari karena anak-anak nakal itu. Tapi jangan memintaku untuk membantu Mama mengurus anak kalian. Karena jika kalian memutuskan untuk memiliki anak, itu artinya kalian sudah siap untuk menjaga dan mengurus mereka dengan baik." ucap Naura panjang lebar yang seketika membuat mereka terdiam.
Mereka bertiga saling lirik satu sama lain, mereka merasa syok karena tidak menyangka kalau Naura akan berani bicara seperti itu.
"Kalian lihat sendiri kan, Naura sekarang sudah berani membantah semua ucapan kita. Seharusnya dia sadar diri dari mana dia berasal, sehingga sekarang bisa ada di sini," balas Mama Sovi yang kembali membuat hati Naura bak diremas.
Jika hanya Rere dan Ria yang mengucapkan kalimat tajam, ia masih bisa menerima.
Berbeda jika Mama Sovi sendiri yang sudah angkat bicara, Naura merasakan sakit yang teramat sangat.
Tidak ada perempuan yang tidak menginginkan Ibu mertua yang baik.
Yang menganggap kita sebagai anaknya sendiri, tapi sayangnya nasib Naura tidak sebaik menantu yang lain.
"Pakai acara menyamakan posisi kami segala," timpal Rere yang ikut membela mertuanya.
"Heh, Naura. Kita ini jelas berbeda denganmu, jangan samakan posisi kita bertiga. Jelas kamu yang paling rendah, kamu itu hanya perempuan kampung yang kebetulan dinikahi oleh Azriel dan bisa tinggal di kota. Andai kamu tidak menikah dengan Azriel, kamu pasti masih tinggal di kampung. Heran aku kenapa Azriel bisa sebuta itu dalam memilih istri," Ria juga ikut menimpali yang didukung oleh anggukan kepala Mama Sovi.
"Lebih baik kamu sadar diri daripada harus malu sendiri seperti ini. Lebih baik kamu sekarang minta maaf pada Mama dan kami karena sudah lalai mengerjakan pekerjaan rumah. Jika seperti itu, setidaknya kami akan mentolerir kesalahan kamu hari ini. Besok-besok jangan di ulangi lagi, ingat itu!" tegas Ria yang ikut merasa jika Naura berbuat salah hari ini.
Hanya karena Naura tidak menjaga anak-anaknya, padahal jelas-jelas itu bukan tugas Naura.
"Siapa bilang aku akan minta maaf? Aku tidak salah jadi untuk apa aku minta maaf. Aku memang orang kampung, Mbak. Tapi aku bukan perempuan yang bisa kalian tindas! Untuk apa aku minta maaf kalau aku tidak salah?" Naura mengangkat bahu acuh.
"Tidak menjaga anak-anak kalian itu bukan salahku, karena itu anak kalian. Jadi sekali lagi aku tegaskan, siap punya anak berarti siap juga menguras tenaga untuk menjaganya. Jangan limpahkan tanggung jawab kalian padaku, aku bukan babu. Aku menantu di rumah ini!" tambah Naura yang kali melayangkan tatapan tajam.
Sekali lagi, mereka bertiga ternganga melihat sikap Naura hari ini.
Cukup sudah Naura bersabar selama ini, bangun pagi, memasak dan membersihkan rumah seorang diri.
Belum lagi baju kotor milik ibu mertuanya yang tidak boleh dicuci dengan mesin, dengan alasan takut baju-baju mahalnya akan rusak.
Memasak dengan porsi banyak karena anak-anaknya Ria dan Rere akan makan siang di rumah itu.
Belum lagi jika Mama Sovi meminta mereka membawa pulang saja makanan yang tersisa.
Membuat Naura kewalahan karena harus kembali memasak untuk makan malam.
Terasa menyedihkan dan membuat sesak memang.
"Diam kamu, Naura! Cukup ya, Mama sudah tidak tahan dengan sikap kamu yang sekarang. Pembangkang, tidak tahu sopan santun pada iparmu yang lebih tua. Lebih baik kamu sekarang minta maaf dan kembali mengerjakan hal yang sudah seharusnya kamu lakukan setiap hari. Mama tidak mau tahu, cukup hari ini saja cucu-cucu Mama kelaparan," sentak Mama Sovi yang membuat Naura terdiam.
Ingin rasanya ia pergi dari rumah itu. Mengajak suaminya untuk mencari rumah mungil, lalu hidup berdua dengan sederhana.
Namun sayang, Azriel adalah anak bungsu dan ia diminta untuk tinggal dengan sang mama selamanya.
"Kamu dengar itu kan, Naura. Mulai besok kamu harus masak seperti biasa, jangan lupa mandikan juga anak-anak. Agar tidak jadi biang keringat, kamu tahu sendiri kan kalau akhir-akhir ini panas sekali," timpal Ria.
"Kenapa harus Naura, Mbak? Kenapa istriku harus melakukan itu semua?" tanya Azriel yang tiba-tiba keluar dari kamar dan berjalan ke arah mereka semua.
***********
***********