Ribuan tahun sebelum other storyline dimulai, ada satu pria yang terlalu ganteng untuk dunia ini- secara harfiah.
Rian Andromeda, pria dengan wajah bintang iklan skincare, percaya bahwa tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa mengalahkan ketampanannya- kecuali dirinya di cermin.
Sayangnya, hidupnya yang penuh pujian diri sendiri harus berakhir tragis di usia 25 tahun... setelah wajahnya dihantam truk saat sedang selfie di zebra cross.
Tapi kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari absurditas. Bukannya masuk neraka karena dosa narsis, atau surga karena wajahnya yang seperti malaikat, Rian malah terbangun di tempat aneh bernama "Infinity Room"—semacam ruang yang terhubung dengan multiverse.
Dengan modal Six Eyes (yang katanya dari anime favoritnya, Jujutsu Kaisen), Rian diberi tawaran gila: menjelajah dunia-dunia lain sebagai karakter overpowered yang... ya, tetap narsis.
Bersiaplah untuk kisah isekai yang tidak biasa- penuh kekuatan, cewek-cewek, dan monolog dalam cermin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trishaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Bitorez Mendez
Mendez mengabaikan perkataan Rian, dan bergumam. “Manusia... tapi bukan manusia biasa.”
Lalu, Mendez mengangkat tubuhnya kembali, suaranya kini lebih keras, menggelegar, penuh kebencian.
“Tak penting siapa kau. Siapa pun yang menghalangi jalan kami… akan HANCUR!”
Mendez menghentakkan kakinya ke tanah, dan aura mengancam menyelimuti tubuh raksasanya.
Mata Mendez semakin tajam saat parasit dalam dirinya mulai aktif, tulang-tulangnya mulai berderak, tanda perubahannya sudah sangat jauh.
Sebelum Mendez sempat memulai serangan, Rian sudah lebih dulu melangkah maju dengan mantap. Chainsaw di tangannya berputar liar, meraung keras menembus suara hujan.
Dengan satu ayunan kuat, Rian mengarahkannya langsung ke tubuh sang raksasa.
Untungnya, Poin Atribut Strength (STH) milik Rian sudah mencapai angka 5 poin atribut. Jika masih di angka 3 Poin atribut, beratnya Chainsaw itu akan membuat gerakan ini mustahil dilakukan secepat dan sekuat itu.
Mendez refleks mengangkat tangan kanannya, menahan gigi-gigi tajam yang memutar brutal.
Seketika, percikan darah dan daging menciprati udara, bercampur dengan hujan yang terus mengguyur.
Namun, meski dagingnya terkelupas hingga memperlihatkan tulang, tangan kanan Mendez tidak terpotong. Ia hanya mundur satu langkah, matanya menyala penuh amarah.
Sementara itu, tangan kirinya melesat cepat, berusaha mencengkeram tubuh Rian. Tapi Rian sudah bersiap, Rian segera melompat ke belakang, menjaga jarak sambil menyiapkan langkah berikutnya.
Rian menggenggam Chainsaw di tangan kiri, lalu dengan gerakan cepat menarik revolver dari holster pinggangnya. Ia membidik kepala Mendez tanpa ragu.
Dor!
Tembakan pertama meleset, hanya menggores udara dan menembus hujan.
Dor!
Tembakan kedua menghantam tepat di mata kiri Mendez. Suara raungan kemarahan langsung terdengar dari makhluk itu.
"GRRRRRAAAHH!!"
Mendez terhuyung mundur, menahan sakit. Rian tak menyia-nyiakan kesempatan. Revolver segera diselipkan kembali, dan ia maju cepat, mengayunkan Chainsaw yang masih berputar liar.
WRRRRRRRRRRRRRR!
Pisau gergaji menghantam tubuh Mendez dari bahu hingga dada, mencabik daging dan menyemburkan darah ke segala arah. Tapi Mendez belum tumbang, ia mengayunkan tinjunya dalam pukulan brutal, mengarah langsung ke wajah Rian.
Namun Rian sudah mengantisipasinya. Ia menunduk cepat, dan dalam satu gerakan mulus, menarik Chainsaw ke belakang, lalu menebaskan ke arah kaki kanan Mendez.
CRRRRAAAKKK!!
Mendez meraung kesal dan berusaha menendang Rian, namun sang pria tampan itu sudah melompat mundur, menjaga jarak.
Mata Mendez menyala merah. Ia menatap Rian penuh kebencian dan kemarahan membuncah.
"KAU AKAN AKU BUAT HANCUR!"
Detik berikutnya, tubuhnya mulai bergetar hebat. Jubah besar di tubuhnya robek, menampakkan wujud aslinya yang mengerikan.
Tubuh Mendez memanjang, tulang-tulang berderak, dan dari perutnya muncul struktur seperti kelabang, lengkap dengan kaki-kaki kecil menjijikkan.
Dari punggung, empat tentakel berwarna abu-abu gelap mencuat, berlendir dan bergerak seperti capit kalajengking.
Kelima kuku di masing-masing tangan Mendez semakin memanjang, berubah tajam dan berwarna hitam legam.
"Bagus... Ini yang disebut ronde kedua, ya?" gumamnya, pelan tapi jelas, "tapi... laki-laki tampan ini sangat penasaran. Apa wajahku baik-baik saja?"
Tiba-tiba, salah satu tentakel di punggung Mendez melesat seperti tombak, menghujam ke arah Rian. Namun dengan refleks cepat, Rian memiringkan tubuhnya sedikit ke kiri, membuat serangan itu hanya lewat beberapa sentimeter dari wajahnya.
Tanpa membuang waktu, Rian segera mengayunkan Chainsaw ke arah tentakel tersebut.
WRRRRRRRRKKK!
Dengan suara daging terkoyak, tentakel itu terputus dan jatuh menghantam tanah dengan suara berat.
Rian menatapnya dengan sedikit keterkejutan. "Oh?" gumamnya. "Apa karena mutasi ini, daya tahan Mendez justru menurun? Itu sebabnya aku bisa memotongnya lebih mudah..."
Ia menganalisis cepat dalam kepalanya. Dari bentrokan sebelumnya, kekuatan bertarung mereka seharusnya tak jauh berbeda.
Rian unggul berkat atribut fisiknya dan senjata Chainsaw yang ia gunakan. Namun, melukai makhluk sekuat Mendez bukanlah perkara mudah.
Mendez memiliki keunggulan besar berkat mutasi Plaga yang menguasai tubuhnya.
"Meski begitu, aku tak akan lengah..." bisik Rian dengan tatapan serius.
Sebagai tanda keseriusannya, kacamata hitam sudah tidak lagi menutupi Six Eyes miliknya. Matanya terbuka penuh, menangkap setiap gerakan dengan detail luar biasa.
"GRAAAAAGHH!!"
Mendez meraung makin buas, marah karena salah satu tentakelnya berhasil dipotong.
Salah satu tentakel di punggung kanannya segera menjulur dan melilit sebatang kayu besar di dekatnya, lalu melemparkannya ke arah Rian dengan kecepatan tinggi.
Rian melompat ke samping, menghindar, dan sebelum kayu itu menghantam dinding kabin, dia sudah kembali berdiri, melaju cepat ke arah Mendez, Chainsaw terangkat tinggi.
WRRRRRRRR
ZRRRRRCK!!
Pisau berputar liar itu menebas tubuh kelabang Mendez, menyayat sisi perutnya yang dipenuhi kaki-kaki kecil menjijikkan. Darah dan lendir muncrat deras, namun Rian tetap tenang, tetap maju.
"Kita lihat... seberapa lama kau bisa bertahan di ronde dua ini." senyum Rian datar, tapi tajam seperti bilah gergaji di tangannya.
Tubuh Bitores Mendez akhirnya terbelah dua. Sebelum yang namanya ronde ketiga muncul, Rian kembali memotong tubuh Mendez. Kali ini dari kepala hingga ke pangkal tubuh, dalam satu tebasan vertikal brutal.
Chainsaw di tangan Rian masih berputar pelan, mengeluarkan suara dengung samar di tengah hujan yang belum reda.
WRRRRRRRR
ZRRRRRCK!!
Daging, darah, dan lendir tersebar ke tanah basah. Tak ada ledakan ronde ketiga. Tak ada regenerasi.
Mendez, si Pendeta Raksasa, benar-benar mati. Rian menghela napas dan bergumam pelan, “Akhirnya selesai...” gumamnya.
Rian menggenggam Chainsaw di tangan kiri, lalu mengeluarkan cermin kecil dari saku kemeja dengan tangan kanan. Menatap pantulan wajahnya sendiri, Rian tersenyum puas.
“Sudah kuduga. Wajah laki-laki tampan ini memang yang terbaik,” ujar Rian dengan bangga, mengibaskan rambut basah akibat hujan.
Ding!
Sebuah layar notifikasi holografik muncul di hadapannya.
[Envoy nomor seri 90.000 telah menyelesaikan Misi Sampingan Tingkat C: -Kalahkan Bitores Mendez-]
[+5000 Poin Sistem]
Rian menaikkan satu alis, lalu melipat cermin dan menyimpannya kembali ke saku. " Jadi sekarang tinggal satu misi utama tersisa..."
Kemudian, Rian menatap ke depan dengan tatapan tajam. "Mendapatkan Amber."
"Aku juga harus segera menyusul Luis dan Leon," gumam Rian santai, "Oh, dan si manis itu... Ashley. Aku belum sempat ngobrol lebih banyak."
"Di game, Ashley memang terkenal merepotkan karena sering diculik," ujar Rian santai sambil mengangkat kedua bahunya. "Tapi... di dunia ini, dia nyata."
Rian tersenyum tipis, lalu memejamkan mata sejenak, menikmati jeda dalam hujan yang mengguyur.
"Well... setidaknya berteman dengan gadis cantik, menawan, dan bonusnya: putri presiden..." Rian membuka matanya dan tersenyum lebih lebar. "Itu bukan hal yang buruk, kan?"
“Mau bagaimana pun... laki-laki tampan ini jarang menemukan sesuatu yang benar-benar menarik- selain wajahnya sendiri,” kata Rian sambil menghela napas dramatis. “Jadi, kau harus merasa beruntung, manis.”
Sebelum kembali mengenakan kembali kacamata hitam berlensa sangat gelap, pandangan Rian menembus hujan, menatap ke arah kejauhan.
Di sana, di balik kabut dan hujan deras, Rian dapat melihat siluet beberapa Ganado: beragam jenis. Bahkan ada satu yang tubuhnya lebih besar dari Mendez, nampak seperti troll.
"Hah... Sepertinya jalanku nggak bakal mudah," ucap Rian sambil menghela napas pelan, sekali lagi. "Ya... mau gimana lagi? Jalan hidup laki-laki tampan memang penuh rintangan."
Dengan senyum tipis dan langkah mantap, Rian mulai berjalan, mengikuti jejak yang ditinggalkan Luis, Leon, dan Ashley.
Hujan turun deras, tapi tak cukup untuk memadamkan aura percaya diri dari seseorang yang baru saja membunuh raksasa mutan tanpa goresan sedikit pun.
***
Di suatu jalan setapak berbatu yang dikelilingi pepohonan, hujan telah berhenti mengguyur wilayah Valdelobos, Leon tampak berjalan dengan sikap waspada.
Pistol tergenggam erat di tangan kanan Leon, siap digunakan kapan saja.
Tak jauh di belakangnya, Ashley mengikuti dengan langkah hati-hati. Wajahnya agak pucat, dan dari sorot matanya jelas terlihat ketakutan dan kekhawatiran.
Tiba-tiba, suara dari alat komunikasi nirkabel di telinga Leon terdengar, “Leon, apakah kau bisa mendengarku?”
Leon menyentuh alat tersebut dan menjawab, “Aku dengar, Hunigan. Bagaimana dengan informasi soal Rian Andromeda?”
“Aku berhasil mendapatkannya,” balas Hunigan. “Tapi hampir semua data tentang Rian diklasifikasikan. Usia, tanggal lahir, tempat kelahiran, hingga latar belakang keluarga, semuanya dirahasiakan."
“Bahkan kemampuan dan teknologi yang Rian gunakan selama misi pun tidak pernah tercatat,” lanjut Hunigan dengan nada serius.
Leon mengerutkan kening, mencoba mencerna informasi tersebut.
Hunigan melanjutkan, “Namun... dari sedikit data yang berhasil aku kumpulkan, Rian adalah agen yang ditugaskan khusus menangani kasus bio-weapon. Tapi berbeda dari BSSA, Rian menjalankan misinya secara personal.”
“Hanya itu yang bisa aku temukan. Dia benar-benar seperti bayangan, muncul tanpa jejak, menghilang tanpa suara,” tambah Hunigan. “Yang pasti, jika Rian sudah turun tangan, maka ancamannya bukan main-main.”
“Meski begitu, satu hal yang pasti, Rian Andromeda sangat loyal terhadap misinya,” tutup Hunigan. "Walaupun... Dia sangat eksentrik... "
“Aku mengerti,” jawab Leon singkat, lalu menonaktifkan komunikasi.
Komunikasi terputus.
Hening kembali menguasai hutan. Langkah Leon berlanjut, tetapi pikirannya kini dipenuhi satu nama: Rian Andromeda.
Jauh di luar pengetahuan Leon, penampilan dan status Rian sebagai agen spesial adalah hasil dari Reincarnation Room, penyesuaian yang memungkinkan Envoy berbaur dalam realita dunia ini.
Pada dasarnya, Rian bukan bagian dari Dunia ini, tapi sistem telah menyiapkan tempat untuknya.
btw si Rian bisa domain ny gojo juga kah?