Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanpa Cadar
Hari kedua Ibra berada di rumah, dia benar-benar memanfaatkan harinya untuk melakukan apapun yang dia inginkan terhadap istrinya.
Seharian kemarin bahkan tak beranjak dari kamarnya dengan dalih ingin istirahat, Ibra pun tak membiarkan Maryam keluar kamar lama-lama. Kasur seolah menjadi tempat ternyaman untuk Ibra hari itu. Hal yang selama ini Ibra hindari justru kini menjadi candunya.
Pagi ini untuk ke sekian kalinya selepas salat subuh Maryam kembali membersihkan dirinya. Sang suami benar-benar tak bisa dibantahnya. Ibra kembali menggempurnya selepas salat subuh padahal semalam mereka sampai larut melakukannya.
"Loh Akang dari mana?" Maryam yang masih berbalut handuk kimono dengan rambut basah terbungkus handuk terkejut saat keluar dar kamar mandi bersamaan dengan Ibra yang masuk kamar dalam keadaan sudah segar dan rapi. Saat tadi bangun dan memutuskan untuk mandi suaminya itu masih terlelap di balik selimut.
"Dari bawah, aku mandi di kamar tamu." Ibra berjalan melewati Maryam menuju ruang dimana lemari pakaian terdapat di sana.
Maryam yang hendak mengambil baju ganti pun mengikuti langkah suaminya menuju ruang pakaian.
"Pakai ini, aku suka lihat kamu pakai ini." Ibra menyerahkan sebuah daster tanpa lengan, biasanya Maryam memakai itu ketika hendak tidur dalam keadaan sendiri tapi hari ini suaminya memintanya memakai daster itu siang hari di hadapannya.
"Tapi ini terlalu seksi untuk dipakai siang hari Kang, banyak hal yang akan aku lakukan di luar kamar. Malu nanti sama Bi Ita, belum lagi Mang ..."
"Mereka berdua libur hari ini. Jadi di rumah ini hanya ada kita berdua." potong Ibra yang membuat Maryam melongo.
"Libur?" ulangnya memastikan.
"Iya, aku menyuruhnya libur. Jadi hari ini kamu yang masak."tegas Ibra yang membuat Maryam menghembuskan nafasnya cepat karena faham jika sang suami hari ini masih akan berada di rumah setelah memerhatikan pakaian santai yang digunakan Ibra.
"Memangnya Akang tidak akan ke kantor hari ini?" tanya Maryam memastikan.
"Heumm" jawab Ibra irit, walau keduanya sudah menjadi suami istri sesungguhnya namun saat bukan di atas tempat tidur stelan Ibra kembali ke semula, minim ekspresi dan kata. Maryam pun memilih memasuki ruang ganti untuk memakai bajunya.
Bahan-bahan yang akan dimasak pagi ini sudah Maryam keluarkan dari kulkas. Sop brokoli baso, udang asam manis dan tempe goreng akan menjadi menu sarapan pagi ini. Dalam setiap menu yang dibuatnya dia memang selalu menyisipkan sajian seafood karena Ibra memang sangat menyukainya.
Grepp ...
Deg ...
Maryam yang tengah fokus memasak terperanjat saat tiba-tiba Ibra memeluknya dari belakang. Dia tidak menyadari jika sejak awal memasak sudah diperhatikan dengan intens oleh Ibra yang tanpa suara langsung duduk di kursi pantri memerhatikan istrinya memasak.
Penampilan Maryam yang memakai daster tanpa lengan sedikit di atas lutut dan rambut yang dicepol sekenanya yang menampilkan leher jenjang membuat Ibra tidak mampu mengalihkan pandangannya dari pemandangan indah pagi ini.
"Akang, awas ih aku lagi masak ini." Maryam berusaha melepaskan diri, namun Ibra justru semakin mengeratkan pelukannya.
"Tapi kamu sudah menggodaku."
"Idih, siapa yang menggoda? Orang dari tadi juga lagi masak."
"Tapi ini mengandung magnet, jadi pingin gigit." Entah kemana Ibra yang berwajah datar dan irit bicara, selama dua hari ini Maryam benar-benar dibuat geleng-geleng kepala dengan kelakuan suaminya yang seolah memiliki kepribadian ganda.
"Awwww ..." pekik Maryam karena tiba-tiba Ibra menggigit belakang lehernya. Padahal di area depan depan dan dada tanda merah berserakan hasil keganasan Ibra sejak kemarin hingga pagi tadi.
"Aku ingin membawamu lagi ke atas tempat tidur." bisiknya dengan suara parau.
"Kang, tolong lepas dulu aku mau ngangkat ini, panas loh." Maryam mengacungkan spatula yang ada di tangan kanannya membuat Ibra terpaksa melepas pelukannya.
Suasana sarapan pagi ini terasa sangat berbeda, rumah yang biasanya penuh formalitas kini terasa lebih hangat dan nyaman. Ibra dan Maryam menikmati sarapan mereka dengan sesekali mengobrol hal-hal random yang menciptakan tawa di antara keduanya.
Sejenak pikiran Maryam pun melayang, rumah tangga seperti ini yang didambakannya. Apa yang tengah dialaminya saat ini masih terasa seperti mimpi.
Ibra yang tiba-tiba meminta haknya, padahal dalam satu obrolan yang pernah tercipta di antara mereka, dulu Ibra pernah mengatakan jika dia tidak akan membuat Maryam rugi setelah mereka berpisah nanti. Namun entah alasan apa, dalam keadaan sakit kemarin suaminya tiba-tiba bicara ingin memberi nafkah batin.
Sampai hari ini bahkan sudah berkali-kali mereka berdua melakukannya. Maryam tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan suaminya, namun sebagai antisipasi dia pun harus bisa melakukan upaya preventif agar jika kelak perpisahan terjadi di antara mereka cukup dirinya yang merasa sakit.
"Aaa ..." Ibra menyodorkan sendok berisi udang asam manis ke hadapan Maryam,
"Hah, iya ..." dengan gugup Maryam menerima suapan suaminya itu.
"Melamunkan apa?" tanya Ibra tanpa mengalihkan fokus dari piringnya. Dia pun menyuapkan makanan ke mulutnya dari sendok yang sama.
"Tidak ada." bohong Maryam, dia tidak mau merusak suasana.
"Tapi daei tadi kamu bengong." balas Ibra,
"Huft ... " Maryam menghembuskan nafasnya kasar, makanan di piringnya sudah habis, dia mengakhiri sarapannya dengan setengah gelas air putih.
"Pekerjaan kamu aman?" tanya Ibra lagi karena Maryam tak kunjung bicara.
"Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan baik. Aku justru khawatir dengan pekerjaan Akang, apa tidak apa-apa Akang tidak masuk kerja selama dua hari ini?" Maryam balik bertanya.
"Aman, ada Yuda yang menghandle semuanya."
"Syukurlah."
"Jadi, sebenarnya kamu melamunkan apa?" Ibra belum puasa dengan jawaban Maryam tadi, kini keduanya sudah selesai sarapan.
"Aku memikirkan hubungan kita, sebelumnya kita kan ..."
" Kita jalani saja, jangan pikirkan yang belum terjadi apalagi mengkhawatirkannya."
"Aku hanya ..."
"Kamu percaya kan Tuhan sudah mengatur takdir hambaNya sebaik mungkin?" Maryam menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Bagus, kalau begitu nikmati saja hari ini." Ibra berdiri dari duduknya.
"Aku mau kopi buatanmu, ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan sebentar." pinta Ibra dan diangguki oleh Maryam.
"Baik." Maryam berjalan berlawanan arah dengan Ibra menuju dapur untuk membuatkan secangkir kopi untuk suaminya.
Waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Ibra masih berada di ruang kerjanya. Karena bosan terus berada di kamar Maryam pun mengganti bajunya dengan gamis harian. Salah satu produk brand miliknya, baju muslimah harian yang cocok untuk dipakai sehari-hari. Dipadukan dengan pashmina berwarna senada membuat Maryam terlihat santai namun tetap elegan.
Ting tong ...
Suara bel tanda ada tamu yang datang membuat Ibra keluar dari ruang kerjanya. Dia pun menuju pintu utama untuk melihat siapa yang datang.
"Assalamu'alaikum" kompak, sahabat-sahabat Ibra dan pasangannya kacuali Malik, mereka berdiri di depan pintu dengan senyum merekah.
"Kalian ...wa"alaikumsalam."
"Masuk!" ajak Ibra, dia mundur untuk memberi ruang pada sahabat-sahabatnya masuk.
Sabrina menggamit tangan Zayn suaminya, begitu pun Liani bergandengan dengan Ahsan, hanya Malik yang masih sendiri di antara mereka. Dia pun duduk di sofa single di ruang tengah.
"Aku dengar sudah dua hari kamu tidak ke kantor karena sakit, jadi aku mengajak mereka untuk datang ke sini."
"Aku baik-baik saja."
"Akang, mau dimasakin apa buat makan siang?" suara Maryam terdengar menuruni tangga, merasa di rumah ini hanya ada dia dan suaminya dia pun sedikit berteriak saat melihat ruang kerja suaminya pintunya terbuka.
Deg,
Ibra buru-buru menoleh, dia takut istrinya keluar kamar dengan pakaian yang tadi.
"Itu istri Mas Ibra?" Sabrina istrinya Zayn yang pertama bersuara membuat Maryam yang fokus menatap setiap anak tangga yang dilangkahinya pun berhenti dan mendongak.
Deg
Semua mata tengah tertuju padanya, Maryam tidak menyadari jika di ruang tengah itu sudah ada teman-temannya. Untuk pertama kalinya teman-teman Ibra melihat Maryam tanpa cadar.
"Masya Allah, cantiknya." sambung Liani dan direspon cepat oleh Sabrina dengan menganggukan kepalanya.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪