Damien Ximen, pengusaha dingin dan kejam, dikelilingi pengawal setia dan kekuasaan besar. Di dunia bisnis, ia dikenal karena tak segan menghancurkan lawan.
Hingga suatu hari, nyawanya diselamatkan oleh seorang gadis—Barbie Lu. Sejak itu, Damien tak berhenti mencarinya. Dan saat menemukannya, ia bersumpah tak akan melepaskannya, meski harus memaksanya tinggal.
Namun sifat Damien yang posesif dan pencemburu perlahan membuat Barbie merasa terpenjara. Ketika cinta berubah jadi ketakutan, akankah hubungan mereka bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
“Karena kau mengungkitnya… aku jadi ingat kembali…” ucap Barbie pelan. “Malam itu… aku sedang dalam perjalanan pulang… karena masih awal, aku sempat berjalan menuju pelabuhan…”
Damien menatap Barbie dengan tatapan serius, fokus pada setiap kata yang diucapkan gadis itu.
“Tapi… saat di sana… aku malah melihat sesuatu yang… menakutkan…” lanjut Barbie, suaranya bergetar. Tangannya perlahan menekan dadanya, “Sekelompok orang… mereka… mereka membawa senjata tajam… dan ada beberapa orang yang diikat… dipukul… disiksa…”
Tubuh Barbie bergetar pelan, wajahnya pucat. Tiba-tiba ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, menahan rasa mual yang naik ke tenggorokannya.
Damien langsung menatapnya cemas. “Apa kamu tidak sehat?” tanyanya, tangannya menahan pundak Barbie dengan lembut.
“Bukan…!” sahut Barbie cepat, menelan ludahnya pelan sambil menutup mulut. “Aku hanya… hanya ingin muntah… saat mengingat kembali kejadian itu…” ucapnya pelan, jemarinya mengusap dadanya yang terasa sesak.
Damien menatap wajah Barbie dengan iba. Tangannya terangkat, mengusap pelan punggung gadis itu menenangkan. “Kalau begitu… jangan dipikirkan lagi…” ucapnya lembut, meski suaranya tetap terdengar dingin.
Namun Barbie menggeleng pelan, matanya menatap kosong ke depan. “Tapi… mereka… mereka sangat kasihan… diikat… dan dim*til4si… dalam kondisi hidup-hidup… org*n mereka diambil… dan… dan dimasukkan ke dalam kontainer…”
Damien terdiam. Matanya menatap gadis di pangkuannya itu dengan sorot mata gelap.
“Apakah… perd4g4ngan org4n manusia…?” gumam Damien pelan.
“Mereka… mereka sangat kejam…” lanjut Barbie, suaranya bergetar penuh trauma. “Aromanya… sangat tajam… dan membuatku sulit melupakan aromanya… aku benar-benar… hampir muntah karena bau darahnya…”
Damien menatap wajah Barbie yang pucat, jemarinya terangkat mengusap lembut pipi gadis itu. “Tidak apa-apa… jangan dipikirkan lagi…” ucapnya pelan, menahan emosi yang menggelegak di dadanya.
“Apakah… mereka melihat wajahmu…?” tanya Damien, suaranya terdengar serius dan penuh kekhawatiran.
Barbie menatap Damien dan menggeleng pelan. “Seharusnya tidak… saat itu mereka hanya menyadariku dari jarak jauh… aku langsung kabur… sebelum mereka melihat wajahku…” jawabnya dengan suara lirih. “Aku ingin melapor ke polisi… tapi aku… aku tidak memiliki bukti apa pun…”
Damien menghela napas panjang, menatap gadis itu dengan tatapan tajam namun lembut. Tangannya menangkup wajah Barbie, menatap gadis itu dalam-dalam. “Jangan lakukan apa pun… mulai hari ini… demi memastikan keselamatanmu… aku yang akan menjemputmu dan mengantarmu… ke mana pun kau pergi.”
Barbie menatap Damien dengan mata berkaca. “Apakah… kau khawatir mereka akan menemukan aku…?” tanyanya pelan, suaranya terdengar takut.
Damien menarik napas pelan, menekan emosinya, lalu mengangguk mantap. “Hanya… untuk lebih waspada,” jawabnya tegas. “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku tidak bisa tenang… kalau kau sendirian…”
Tangannya mengusap pipi Barbie dengan lembut. Matanya menatap gadis itu penuh kuasa. “Ingat kataku… ke mana pun kau pergi… beritahu aku… dan aku… yang akan mengantarmu.”
Beberapa saat kemudian.
Barbie kembali ke meja kerjanya dengan langkah pelan. Matanya menatap layar komputer.
“Barbie…” bisik seorang rekan wanita yang duduk di sebelah mejanya, menoleh cepat ke arah gadis itu. “Kau sudah dengar… kalau Jason dipindahkan ke gudang perusahaan Ximen… siang ini…?”
Barbie menoleh dengan kening berkerut. “Dipindahkan…? Kenapa…?”
Rekan wanitanya menggeleng pelan, menatap Barbie dengan tatapan heran. “Tidak ada yang tahu… kita di bagian fashion… tapi dia malah tiba-tiba dikirim ke tempat yang bukan bidang profesi kita…” jawabnya pelan sambil menatap sekeliling, memastikan tidak ada supervisor yang mendengar.
Barbie menatap meja kosong Jason dengan perasaan tidak enak. ‘"Apakah ini… ulah Damien…? Tapi kenapa?" batinnya, menahan napas pelan.
Tiba-tiba rekan wanita lain, Zoanna, menepuk pelan meja Barbie. “… bagaimana kalau malam ini kita pergi makan dan minum bersama…? Sudah lama kita tidak mengadakan acara makan sesama rekan kerja,” ajaknya dengan senyum lebar.
“Zoanna, itu ide bagus! Di mana tempatnya?” sahut rekan lain dengan antusias.
Zoanna tersenyum lebar, matanya menatap Barbie. “Barbie… kau harus hadir malam ini… karena kau karyawan baru… dan wajib hadir. Kita akan minum sepuasnya!”
Barbie menelan ludah pelan, menatap Zoanna dengan canggung. “Aku… aku bisa mabuk… aku makan saja, ya…”
“Terserah…!” jawab Zoanna cepat, sambil menepuk pundak Barbie pelan. “Yang penting kau datang…!”
Sore hari.
Damien dan Barbie duduk di dalam mobil yang terparkir di basement perusahaan. Suasana di antara mereka terasa hening, hanya terdengar suara mesin mobil yang bergetar pelan.
“Makan malam bersama rekan kerja…?” tanya Damien.
“Iya…” jawab Barbie pelan, menatap Damien dengan hati-hati. “Aku… aku tidak bisa menolak ajakan mereka. Sejak aku bergabung di perusahaan ini… mereka semua sangat baik padaku…”
Damien menghela napas panjang, matanya menatap setir mobil di tangannya sebelum akhirnya menoleh pada gadis itu. “Baiklah… kau bisa ikut hadir…” ucapnya pelan, suaranya terdengar menahan sesuatu. “Tapi… jangan sampai mabuk. Aku akan menunggumu di mobil."
Barbie menatap Damien dengan kening berkerut. “Menungguku…? Untuk apa…? Aku bisa pulang sendiri… kalau kau menungguku pasti lama…” jawabnya pelan.
Damien menoleh, matanya menatap Barbie dengan lembut namun tegas. Tangan besarnya terangkat, mengusap pelan kepala gadis itu. “Tidak masalah…” ucapnya, suaranya pelan dan dalam. “Aku hanya bisa tenang… ketika kau sudah sampai di rumah…”
Sesaat kemudian.
Barbie berkumpul bersama rekan-rekannya di sebuah restoran Beijing di pusat kota. Meja mereka penuh dengan makanan dan gelas minuman yang sudah mulai kosong satu per satu. Tawa dan candaan memenuhi meja itu, membuat suasana ramai dan hangat.
Namun di sudut restoran yang sama, duduklah Eliza dengan dua temannya. Matanya menatap Barbie tajam, menahan rasa benci yang membakar dadanya.
“Sialan…” gumam Eliza pelan, bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. Matanya menatap Barbie yang sedang tertawa bersama rekan-rekannya. “…lihat saja nanti… apa yang akan terjadi padamu…”
Eliza meneguk minumannya dengan senyum licik, pikirannya sudah dipenuhi rencana kotor untuk menjatuhkan Barbie malam ini.
dobel.up
dobel up