Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan di terima
Tuan Arganta sedikit tersinggung saat calon besannya mengatakan Seyn seorang penghianat. Meski kenyataan demikian, tuan Arganta tetap bersikap biasa biasa. Karena tidak ingin mengacaukan hari pernikahan putranya.
"Saya yakin, putraku yang kedua bukanlah seorang penghianat." Jawabnya setenang mungkin tanpa memperlihatkan kecemasannya, meski kenyataannya sangat cemas jika mengetahui sosok laki laki yang akan menggantikan Seyn sudah ada dihadapan tuan Tirta dengan jelas.
"Kenapa kamu tidak mengajak putramu yang kamu maksud, tuan Arganta?" tanyanya sambil melirik ke arah Zayen yang sedang duduk sangat santai dan tanpa ada rasa takut dan gugup sekalipun. Bahkan Zayen benar benar terlihat sangat tenang, tanpa ada rasa malu ataupun minder.
"Saya sudah mengajaknya, tuan..."
"Kenapa kamu tidak menyuruh putramu untuk masuk?" tanyanya lagi.
"Putra saya sudah ada di ruangan ini, tuan.. ini putra saya yang dimaksudkan. Namanya Zayen, maaf jika penampilan putra saya tidak enak dipandang oleh tuan." Jawab tuan Arganta sambil memperkenalkan putranya.
"Benarkah kamu yang bernama Zayen?" tanyanya sambil meneliti penampilannya.
"Benar, paman. Saya Zayen, putra kedua."
"Apa kamu bersedia menjadi suami putriku?" tanya lagi.
"Saya siap, dan secepatnya tanggal pernikahan di majukan. Tentu saja ada persyaratan dari saya, apakah tuan Tirta akan menyanggupi?" jawab Zayen sambil memberi syarat.
"Permintaan? apa yang kamu minta, katakan. Jika permintaan kamu masuk akal, dengan senang hati aku akan menerima permintaan kamu. Jika permintaan kamu benar benar diluar nalarku, maka aku menolaknya." Ucapnya setegas mungkin, Zayen hanya tersenyum tipis mendengar penuturan dari orang tua Afna.
"Permintaanku tidak sulit, dan juga mudah untuk diterimanya. Permintaanku hanya, jangan ikut campur urusan pribadiku. Jangan membantah apa yang aku ucapkan, menerima pemberianku meski itu hanya nilai paling terendah. Jangan membantuku selagi aku masih bisa memberinya, meski itu sangat buruk di mata tuan. Tinggallah bersamaku, walau hanya dengan gubuk hina dimata orang yang memandangnya rendah. Aku pastikan, aku bertanggung jawab. Setelah putri tuan sudah sah menjadi istri saya, maka sepenuhnya milik saya. Tidak ada yang boleh menjadi kompor menimbulkan bara api, apakah tuan Tirta yang terhormat akan menerima persyaratan dari saya. Jika tidak, saya tidak akan memaksa. Seperti yang anda Katakan barusan. Tuan lebih baik menahan rasa malu seumur hidup, dari pada putri tuan yang harus menjadi korban penyesalan." Jawab Zayen dengan tenang dan sangat santai, bahkan tuan Tirta sendiri bingung untuk mengoreksi ucapan ucapan dari calon menantu barunya.
Tuan Tirta masih menatap lekat sosok Zayen dengan teliti, berkali kali menimbang nimbang permintaan dari Zayen.
"Bagaimana, tuan? apakah tuan Tirta bersedia menerima permintaan dari putra saya, Zayen?" tanya tuan Arganta menimpali.
Sedangkan tuan Tirta berusaha untuk menimbangnya kembali, karena mencarikan jodoh untuk puterinya tidak sembarang orang.
Tuan Tirta berusaha mengatur pernafasannya, agar tidak salah mengambil keputusan untuk putri kesayangannya. Lagi lagi tuan Tirta memperhatikan Zayen dengan tutur berbicaranya.
'Apa aku tidak salah lihat, apa aku tidak salah menilai. Apa benar, jika laki laki dihadapanku ini adalah benar jodoh putriku. Apa Afna akan menerimanya, penampilan yang tidak jauh beda dengan preman pasar. Sangat berbeda jauh dengan kakaknya, sedangkan Seyn benar benar terlihat sangat rapi dan tampan tentunya. Sangat berbeda dengan Zayen yang terlihat acak acakan penampilannya.' Gumamnya sambil mempeehatikan penampilan Zayen yang berantakan, pikir tuan Tirta.
"Setelah aku pertimbangkan, aku menerima permintaan kamu. Dan hari pernikahan kamu akan dimajukan, kamu tidak perlu khawatir. Kamu cukup membawa apa yang bisa kamu bawa. Jika kamu hanya memiliki sebuah nasehat, aku tidak melarangmu. Aku menerima kamu untuk menjadi menantuku dengan tangan terbuka." Ucap tuan Tirta sebaik mungkin, agar calon menantunya tidak tersinggung.
"Terimaksih, jika permintaan saya di terima baik oleh tuan." Jawab Zayen datar.
"Kalau begitu, saya pamit untuk pulang. Karena saya masih banyak urusan dengan pekerjaan saya." Ucapnya berpamitan, sedangkan sang ayah hanya nurut dengan putranya.
"Baiklah, silahkan. Terimakasih atas penyelesaian masalah pernikahan dengan baik tanpa ada kebencian." Jawab tuan Tirta dengan perasaan tenang.
"Sama sama, tuan.. saya ikut pamit."
Setelah menyelesaikan permasalahan pernikahan, tuan Arganta dan putranya segera pulang.
Tiba tiba kedua bola mata Zayen tertuju pada sosok seorang gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda. Namun, Zayen tidak begitu meresponnya. Dirinya segera ke luar dari rumah tuan Tirta.
Tiba tiba Zayen berpapasan dengan Kazza saudara kembar Afna, keduanya saling beradu pandang. Tersirat rasa kekesalan pada Kazza dengan Zayen. Entah ada apa yang sebenarnya, sehingga membuat Kazza menunjukkan rasa kebenciannya terhadap Zayen.
Sedangkan Zayen sendiri sama sekali tidak merasa ada beban berat pada pikirannya, Zayen tetap bersikap santai tanpa menunjukkan kebenciannya. Zayen adalah sosok yang tidak perduli dengan sesuatu yang tidak begitu penting.
Kazza maupun Zayen sama sama tidak saling menegur walau hanya sekedar basa basi.
Zayen nyelonong begitu saja, tanpa menyapanya. Begitu juga dengan Kazza, dirinya pun tidak kalah bedanya dengan Zayen tanpa menyapa.
Tuan Arganta yang melihat pemandangan yang terlihat sengit diantara putranya dengan putra tuan Tirta hanya bisa diam, karena jika menegur Zayen bisa bisa mendapatkan kesialan.
Zayen tetap melangkahkan kakinya dengan gesit, hingga kini sudah berada di dalam mobil sambil memakai sabuk pengaman. Begitu juga dengan sang Ayah, yang juga ikut memakai sabuk pengamannya.
Didalam perjalanan, anak dan sang ayah hanya saling diam tanpa ada yang membuka suara. Zayen sendiri fokus pandangannya lurus kedepan dan fokus dengan setir mobilnya.
Tuan Arganta sendiri menyandarkan kepalanya dibagian jendela kaca sambil mejamkan kedua bola matanya yang sudah terlihat sayup karena dimalam hari.
Setelah sampai sampai di rumah, Zayen segera masuk kedalam kamarnya. Dirinya langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Dipandanginya langit langit kamarnya, Zayen seperti memikirkan sesuatu yang begitu berat. Zayen serasa memikul beban berat pada pikirannya.
Dengan pelan, Zayen mencoba memejamkan keduanya agar terlelap dari tidurnya. Namun, tetap saja Zayen tidak dapat memejamkan keduanya.
Pikiran Zayen masih saja tidak karuan, rasanya ingin menenggelamkan dirinya agar dapat melupakan pikiran buruknya yang selalu menghantuinya.
Zayen langsung bangkit dari posisi tidurnya, Dengan kasar Zayen langsung menyambar ponselnya yang berada diatas meja.
Zayen langsung menekan nama seseorang yang akan di telfonnya.
"Cepat jemput aku sekarang juga, jangan sampai telat." Perintahnya langsung mematikan panggilan telfonnya.
Sedangkan Zayen segera menyambar jaket didalam lemari langsung menggantinya. Tidak memakan waktu lama, suara mobil sudah berada di halaman rumahnya.
Zayen langsung bergegas keluar dari kamarnya, Zayen pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan sang ayah.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik