Ibu Alya meninggal karena menyelamatkan anak majikannya yang bernama Bagas, dia adalah tuan muda dari keluarga Danantya.
~
Bagas patah hati karena kepercayaannya dihancurkan oleh calon istrinya Laras, sejak saat itu hatinya beku dan sikapnya berubah dingin.
~
Alya kini jadi yatim piatu, kedua orang tua Bagas yang tidak tega pun memutuskan untuk menjodohkan Bagas dan Alya.
~
Bagas menolak, begitupun Alya namun mereka terpaksa menikah karena terjadi sesuatu yang tidak terduga!
~
Apakah Bagas akan menerima Alya sebagai istrinya? Lalu bagaimana jika Alya ternyata diam-diam mencintai Bagas selama ini?
Mampukah Alya meluluhkan hati Bagas, atau rumah tangga mereka akan hancur?
Ikuti kisahnya hanya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon znfadhila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9.
Alya masuk kedalam kamar pribadinya di rumah itu, tubuh Alya sudah lelah karena perjalanan jauh ditambah emosinya semakin terkuras karena berhadapan dengan Latif dan Lela yang selalu saja membahas tentang harta.
Hufft!
Alya merebahkan tubuhnya diatas kasur, sungguh kepala Alya pening sekali saat ini, masalah warisan semakin rumit karena Alya lah yang berhak mendapat warisan itu, Nenek Alya sudah membuat surat wasiat itu jadi Latif dan Lela tidak bisa berkutik kecuali Alya lah yang suka rela menyerahkan harta tersebut.
"Kenapa semua jadi rumit begini, aku yang tadinya gamau ikut campur eh malah terpaksa ikutan." gumam Alya menggerutu sebal.
Alya memejamkan matanya sejenak, Alya ingin memikirkan keputusan yang tepat untuk dirinya, apakah akan ikut dalam perebutan warisan ini atau tidak.
"Aku males banget berebut, tapi mereka udah keterlaluan."
Alya tentu ingin mempertahankan rumah Neneknya ini, tapi Lela dan Latif berencana menjual rumah ini, entahlah sekarang Alya dilema harus mengambil keputusan apa, tapi mengingat perlakuan Latif dan Lela tadi sungguh membuat Alya kesal.
"Dimata mereka cuma ada uang sama harta doang." kesal Alya mendengus.
Gadis itu memilih untuk membersihkan dirinya yang terasa lengket.
****
Sementara itu di ruang tengah, Lela berteriak tak terima karena Alya sudah berani melawannya bahkan Latif pun juga ikut kesal, dia heran sejak kapan Alya memiliki keberanian seperti itu.
"Sial! kenapa anak itu malah melawan sekarang!" kesal Latif menggebrak meja, wajahnya merah padam menahan emosi.
"Kan aku udah bilang sama Abang, jangan pake cara lembut! sekalian aja kita pake plan B, dia udah makin belagu mentang-mentang deket sama keluarga kaya!" ketus Lela yang mulutnya selalu nyinyir.
Dulu jika Alya dan Ambar pulang kesini untuk menjenguk Neneknya Alya, pasti Lela akan gencar menyindir Ibu dan anak itu, Lela memang iri pada Alya yang bersahabat baik dengan putri majikan Ibunya.
"Ya kan aku pikir dia masih kaya dulu, bisa kita kendalikan dengan mudah tinggal ancam sedikit kita bisa langsung mendapat apa yang kita mau, aku gamau repot Lela." Latif mengepalkan tangannya kuat.
"Sekarang udah kebukti kan? kalo dia juga mau harta warisan ibu, jadi gak usah pake mikir lagi Bang, kita pake plan B aja biar semuanya cepet selesai, sekalian kita kasih pelajaran sama Alya! beraninya dia ngeremehin kita." Lela tersenyum puas.
Wanita licik itu tidak sabar melihat Alya hancur, selain misi merebut warisan ada misi lainnya yang ingin di jalankan oleh Lela yaitu membuat masa depan Alya hancur, memang tidak punya hati wanita ini.
"Kamu bener, lagian sekarang gak akan ada yang bisa nolongin dia dari rencana licik kita ini hahaha," Latif ikut tertawa puas, mereka seperti manusia yang tidak punya hati sama sekali.
"Ayo kita lakuin secepatnya Bang, aku gak sabar ngeliat Alya hancur." ucap Lela tak sabar, Latif mengangguk.
"Kamu panggil aja orangnya dulu, biar aku yang urus sisanya." ujar Latif, Lela mengangguk.
Dia segera pergi untuk memanggil seseorang yang memang sudah bekerja sama dengannya dan Latif untuk menghancurkan Alya.
"Kita liat Alya, sampai kapan kamu bisa bersikap arogan." gumam Latif tertawa sinis.
****
Latif mencampurkan obat tidur dalam minuman yang dia buat, rencananya dia akan meminta Bibi tetangga yang mengenal baik Alya untuk mengantarkan minum supaya Alya tidak curiga.
Tentu saja Latif menggunakan tipu muslihat nya supaya Bibi tidak curiga, karena jika wanita paruh baya itu tau niat busuknya yang ada dia tidak akan bersedia.
Bisa saja Bibi itu malah membongkar niat busuk Latif pada Alya, jadi Latif harus bermain cantik supaya rencananya bisa berhasil.
"Ada apa Nak Latif? Ada yang bisa Ibu bantu?" Bibi yang dimaksud akhirnya tiba.
Latif memasang wajah sedihnya, dia membawa nampan berisi minuman dan buah-buahan.
"Begini Bi, Alya baru aja pulang dia masih sedih karena kepergian Ibunya, sebenarnya saya mau nganterin ini sendiri tapi saya takut Alya gak nyaman, ditambah tadi Alya sempat bertengkar dengan saya karena salah paham."
Latif mulai memutar balikkan fakta, wajahnya terlihat meyakinkan padahal tentu saja itu semua hanyalah kebohongan.
"Alya kecapean tadi, saya memang salah Bi makanya saya berniat minta maaf, tapi Alya menolak saya dan malah membentak saya, mungkin dia masih emosi." Latif semakin mendalami perannya.
Bibi yang memang terlalu baik itu tidak curiga sama sekali, justru dka merasa iba pada Latif.
"Mungkin Alya masih sedih dan perasaannya sensitif, Nak Latif harus biarin Alya sendiri dulu supaya lebih tenang baru nanti dibahas lagi masalahnya." ucap Bibi, Latif mengusap sudut matanya.
"Iya Bi, tapi Alya belum makan sama minum apapun saya khawatir Alya malah sakit." Latif menjalankan aksi terakhirnya.
"Jangan khawatir Nak Latif, biar bibi aja yang masuk buat anterin makanan ini, sekalian Bibi tenangin Alya siapa tau Alya mau bicara sama Nak Latif."
'Yes! Selangkah lagi.' Latif bersorak senang dalam hatinya.
"Terimakasih Bi, saya gatau harus minta tolong sama siapa lagi disini gaada siapa-siapa." Latif memerankan peran Pakde baik hati dengan penuh penghayatan.
Padahal dalam hatinya Latif tertawa puas, apalagi Lela tidak ada disini seolah mendukung apa yang Latif inginkan.
"Sama-sama Nak Latif, kalo gitu Bibi izin ke kamar dulu ya."
"Iya Bi."
Latif menyeringai melihat Bibi yang sudah mulai berjalan menjauh untuk masuk kedalam kamar Alya, mereka tadi berbincang di ruang tamu.
"Alya, selamat merasakan kejutan ini, salah sendiri kamu gamau menyerahkan semua itu secara baik-baik, jadi jangan salahkan Pakde mu ini." gumam Latif mengikuti langkah Bibi yang sudah cukup jauh.
****
"Bibi?" Alya terkejut melihat tetangga yang biasa menemani Neneknya berbincang di depan rumah.
"Apa kabar Nak? Ibu turut berduka cita atas kepergian ibumu." Bibi nampak sedih karena tidak bisa datang ke pemakaman Ambar, Bibi terkendala biaya ongkos perjalanan yang jauh.
"Makasih Bi, Alhamdulillah sekarang aku jauh lebih baik." Alya tersenyum dia mencium tangan Bibi dengan lembut.
"Yang sabar ya Nak." Bibi kini sudah duduk diatas kasur Alya bersama Alya sendiri tentunya.
Buah dan air minum yang dibawa Bibi disimpan diatas nakas, sementara itu Latif yang mengikuti dari belakang mengintip di celah pintu yang tidak tertutup sepenuhnya.
"Makasih Bibi." Alya tersenyum manis.
"Ini dimakan dulu, Bibi denger kamu belum makan kan?" Bibi menyodorkan makanan yang ada diatas nakas, Alya mengerutkan keningnya bingung.
"Dari mana Bibi tau?"
"Itu dari-"
Ting!
Ponsel Alya berbunyi, gadis itu meminta maaf dan segera membuka ponselnya ternyata ada pesan masuk dari Bagas.
Bang Bagas:
[Alya kamu dimana! Kenapa kamu tiba-tiba kabur hah?! Kamu tau semua orang khawatir sama kamu, liat aja kalo ketemu aku nikahin kamu!]
Uhuk-uhuk!
Alya langsung tersedak membaca pesan dari Bagas, Bibi yang melihat itu reflek memberikan minum yang dia bawa tadi.
"Pelan-pelan Nak, ini minum dulu."
Karena sedang tersedak, Alya menerima minum itu dengan cepat dan Alya meminumnya tanpa ragu.
"Bagus, habiskan Alya sebentar lagi hadiah mu akan datang sebentar lagi!"
Bersambung...........