Perselingkuhan adalah sebuah dosa terbesar di dalam pernikahan. Namun, apakah semua perselingkuhan selalu dilandasi nafsu belaka? Atau, adakah drama perselingkuhan yang didasari oleh rasa cinta yang tulus? Bila ada, apakah perselingkuhan kemudian dapat diterima dan diwajarkan?
Sang Rakyan, memiliki sebuah keluarga sempurna. Istri yang cantik dan setia; tiga orang anak yang manis-manis, cerdas dan sehat; serta pekerjaan mapan yang membuat taraf hidupnya semakin membaik, tidak pernah menyangka bahwa ia akan kembali jatuh cinta pada seorang gadis. Awalnya ia berpikir bahwa ini semua hanyalah nafsu belaka serta puber kedua. Mana tahu ia ternyata bahwa perasaannya semakin dalam, tidak peduli sudah bertahun-tahun ia melawannya dengan gigih. Seberapa jauh Sang Rakyan harus bergulat dalam rasa ini yang perlahan-lahan mengikatnya erat dan tak mampu ia lepaskan lagi.
Kisah ini akan memeras emosi secara berlebihan, memberikan pandangan yang berbeda tentang cinta dan kehidupan pernikahan. Cerita p
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikodemus Yudho Sulistyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Florentina: Berbicara Dalam Diam
Florentina, sudah cantik sedari lahir. Ia mengakuinya, tetapi di saat yang sama tidak merasa itu adalah sebuah hal yang perlu dibesar-besarkan. Sebaliknya, Sang Rakyan, yang sedari muda terus-menerus membuntutinya, bahkan memperlihatkan dengan jelas betapa cowok itu menyukainya, malah sejatinya adalah sosok yang luar biasa tampan tetapi tidak pernah mengakuinya.
Sampai sekarang pun, Sang, masih terlihat sangat tampan. Kulitnya memang gelap, tetapi struktur wajahnya, senyumannya, cara ia menyisir rambutnya, termasuk dari tubuhnya yang belum kendur dan buncit sama sekali itu, tidak pernah menghilangkan pesona mudanya sama sekali.
Sang baru saja menginjak usia kepala empat, dan tidak ada rekan-rekan seumurannya yang seprima dirinya.
Florentina dianggap sebagai sosok yang beruntung oleh teman-teman sekolahnya. Masalahnya, tidak ada yang berani protes melihat Florentina, si gadis mungil dengan wajah dingin itu juga sama memesonanya. Rambutnya yang sedikit bercampur warna pirang itu hampir selalu dikuncir kuda. Hidungnya mancung, matanya lebar dan tajam, serta kulitnya putih bergaya Eropa.
“Kamu yakin mau sama aku?” tanya Florentina sewaktu akhirnya Sang menembaknya, mengutarakan perasaannya.
“Kamu pikir selama ini aku mendekati kamu untuk apa?”
“Tapi kamu, ehm, ganteng. Banyak cewek mau sama kamu, lho.”
“Florentina Sumardi Durand, dengar baik-baik, ya. Tidak ada seorang pun yang menyebut aku ganteng. Kulit hitam Jawa gini, kok. Tolong selamatkan aku yang sudah suka sama kamu dari lama. Kalau kamu jadi pacarku, itu luar biasa istimewa, dan aku akhirnya dapat jodoh. Siapa lagi yang mau denganku?”
Florentina tersenyum. Senyum manis yang mahal dan mewah.
Begitulah Florentina. Ia tak mau terlalu banyak menentang, terlalu sering bertanya, terlalu kerap meragu. Kalau memang itu yang diinginkan seorang Sang, maka itulah dia. Sang adalah sosok cowok satu-satunya yang ia kenal, tentu saja selain ayahnya sendiri, yang memberikan perhatian segegapgempita ini. Sang sudah berjuang mati-matian untuk membuatnya terus tersenyum, kelak bahkan berjuang agar dapat diterima kedua orang tuanya, terakhir berjuang agar mereka dapat menikah. Florentina tak mau mempersulitnya.
Florentina tak banyak bicara. Ia tak tahu bagaimana caranya.
Sewaktu kecil, ia harus selalu dibimbing oleh ayah ibunya ketika berkomunikasi dengan orang lain. Untuk bercakap-cakap saja ia kesulitan, apalagi mengutarakan pendapat dan isi hati.
Selain pendiam, ia juga pemalu, introver dan tidak berani menghadapi dunia.
Untungnya, Sang datang sewaktu usia mereka masih sama muda. Secara kasar dapat dikatakan bahwa Sang menyumbang banyak sekali pada perkembangan diri psikologis alias kejiwaan Florentina. Suka tak suka, Florentina, dalam diamnya, merasa bahwa ia sudah menjadi milik Sang sedari lama. lebih dari separuh hidupnya hanya Sang yang ada.
Namun, ia kerap kesal dengan Sang. Apa yang diinginkan laki-laki itu darinya? Apa yang ia harapkan? Florentina adalah gadis pendiam yang kesulitan berbagi rasa dan bahasa. Mengapa laki-laki itu dengan keras kepalanya terus berusaha melayaninya? Di sisi lain, Florentina sendiri bingung bagaimana untuk meminta Sang agar tidak segiat itu, agar tak melakukannya seorang diri. Ia tak memiliki apa-apa yang bisa diberikan kepada Sang.
“Kamu cantik, cantiknya luar biasa lagi, berlebihan. Itu baru satu alasan. Alasan kedua, aku nggak ganteng. Bayangin gimana rasanya kalau aku bisa dapatin kamu. Alasan ketiga, kamu baik, tidak banyak gaya, tidak resek, tidak repot, tidak cerewet, dan … ehm, pengertian. Satu lagi, kamu juga suka sama aku. Jadi, alasan itu kuat semua. Tolong, biarkan akan memperjuangkan kamu, ya?”
Hanya itu yang Florentina bisa lakukan bagi Sang, memberikan apa yang Sang mau. Ia menginginkan kebebasan untuk memperjuangkannya, Florentina berikan. Sang menginginkan dirinya, hatinya, maka Florentina berikan pula.
Ia ingat betapa bahagianya Sang Rakyan ketika mereka akhirnya resmi menikah di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosari Suci Semarang. Florentina merasa telah berhasil menyeimbangkan kegigihan sang suami, meski ia tahu itu semua masih awalnya.
Setelah menikah, Florentina mengikuti katekumen, yaitu proses untuk dapat diterima menjadi umat Katolik. Proses ini juga tidak sederhana dan memerlukan waktu, kurang lebih setahun lamanya, melalui berbagai pendidikan keimanan sampai akhirnya ia berhak dibaptis secara Katolik dan menerikan sakramen ekaristi.
Itu bukan perjuangan sebenarnya.
Sang yang mendapatkan segala tekanan dari keluarga Florentina.
Florentina selalu sadar bahwa selama ini ia tidak pernah dibiarkan menderita oleh suaminya. Tidak boleh ada sedikit hal pun yang bisa membuat ia meringis, keberatan, apalagi sampai kesakitan. Masalahnya, semua beban itu ada di pundak Sang Rakyan.
“Sayang, sampai saat ini, apa kamu masih merasa yakin kalau aku ini pasangan yang cocok dan pantas buat kamu? Maksudku, aku bukan tidak cinta dan sayang, sebaliknya, cinta dan sayang yang aku kenal semua berasal dari kamu, bagaimana mungkin aku tak mencintai kamu? Tapi, aku sungguh tak bisa membiarkan kamu menderita bila hanya berjuang sendiri. Apakah aku cukup hanya dengan menjadi diriku, sedangkan aku tak mampu menjadi yang lain?”
Tentu saja ini tak diucapkan Florentina kepada Sang. Perempuan itu tak memiliki kalimat sebanyak dan sekompleks itu. Lagipula, ia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Sang Rakyan bila sampai ia mendengar ini dari mulut istrinya sendiri. Sang akan tersakiti. Ia akan merasa bahwa apa yang sudah ia lakukan, korbankan dan perjuangkan nyatanya sia-sia. Hidup Sang selama ini juga sudah dibaktikan untuk Florentina.
Florentina meraih selembar kertas dan mulai menulis sesuatu. Ini adalah dosa terbesarnya kepada Sang. Ia menyembunyikan semua ini kepada suaminya.
Sang tidak tahu bahwa Florentina, meski buruk dalam berbicara, tetapi baik dalam menulis. Ia menulis curahan hatinya di atas kertas, menghindarkan tulisannya agar terbaca oleh Sang. Sudah ratusan lembar yang ia tulis, untuk kemudian ia simpan beberapa lama dan bakar kemudian.
Lembar kertas ini juga akan memiliki nasib yang sama.
“Sayangku Sang. Papa Mama menuntutmu dengan begitu besar, menekanmu dengan begitu keras. Tidak hanya mereka, sanak familiku pun begitu, mencoba menilaimu hanya dari uang dan seberapa besar kamu dapat menghasilkannya. Dimana anak kita sekolah, apa mobil yang kita miliki, bekerja dimana, rumah mengontrak atau membeli, bahkan membeli secara menyicil berapa, bagaimana kamu menyediakan pakaian dan perhiasan yang pantas buat istrimu, dan terus dan terus dan terus. Aku tahu kamu lelah, aku tahu kamu mungkin ingin menyerah. Tapi kamu terikat olehku, oleh sumpah dan janjimu. Aku tak bisa membiarkan kamu melakukan itu, bukan karena aku tidak kasihan, malah sebaliknya, aku tidak mungkin membiarkan kamu menyerah sementara hanya itulah caramu untuk membuatku bahagia. Sungguh, aku bahagia, sungguh, aku tak pernah kecewa. Aku hanya bisa kecewa pada diriku sendiri – yang mana aku tak mungkin juga memberitahukanmu mengenai itu – karena tak bisa dan tak mampu berbicara, tak mampu mengutarakan apa isi hatiku. Aku cacat, aku tak sempurna. Tapi kamu, ya, sesempurna itu. Aku hanya bisa berhadap bahwa kamu mendapatkan kebahagiaan yang setimpal ketika bersamaku saat ini, entah bagaimana caranya.”
Kertas yang ditulis dengan tangan dengan jari-jari lentik itu telah penuh oleh rentetan tulisan. Satu jam kemudian, Florentina membakarnya.
Florentina si intorver yang melodramatis.
kelainan kek Flo ini, misal nggak minum obat atw apa ya... ke psikiater mungkin, bisa "terganggu" nggak?
kasian sbnrnya kek ribet kna pemikirannya sendiri
Awalnya sekedar nyaman, sering ketemu, sering pke istilah saling mengganggu akhirnya?
tapi semoga hanya sebatas dan sekedar itu aja yak mereka. maksudnya jngn sampe kek di sinetron ikan terbang itu😂
biarkan mereka menderita dan tersiksa sendiri wkwkwkwk.
Setdahhh aduhhh ternyata Florencia???
Jangan dong Flooo, jangan jadi musuh dari perempuan lain.
Itu bkn cinta, kamu ke Sang cuma nyaman. Florentina selain cantik baik kok, anaknya tiga loh... klopun ada rasa cinta yaudah simpan aja. cinta itu fitrah manusia, nggak salah. tapi klo sampe kamu ngrebut dari istri Sang. Jangan deh yaa Flo. wkwkwkwk
Keknya Florentina biarpun sama introvert kek Flo, tipe yg kaku ya... berbeda sama Flo. intinya Sang menemukan sesuatu yg lain dari Flo, sesuatu yg baru... ditambah dia lagi masa puber kedua. yang tak dia temukan sama istrinya. Apalagi setelah punya tiga anak. mungkin yaaa
Flo dengan segala kerumitannya mungkin hanya ngrasa nyaman, karena nggak semua orang dikantor bisa memahami spt Sang memahami Flo. sekedar nyaman bkn ❤️😂
Flo berpendidikan kan? perempuan terhormat. masa iya mau jadi pelakorr sihh? ini yg bermasalah Sang nya. udah titik. wkwkwkwk