Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Deg degan menunggu dilamar
"Kok, lama, Nathal?" tanya Nevia.ketika Nathalia sudah menyusul.
"Sorry." Dia akhirnya sadar setelah beberapa.lamanya kemudian. Naresh bahkan sudah sangat menjauh.
"Sudah ketemu yang ketinggalan?" tanya Adelia menyadarkan lamunannya.
"Sudah."
Karla.mengamati wajah Nathalia yang ngga seperti biasa. Setelah mengambil barangnya yang ketinggalan, wajahnya malah tampak.menahan kesal yang amat sangat
"Kamu kenapa?" tanya Karla tanggap kalo ada yang disembunyikan Nathalia.
Nathalia menggelengkan kepalanya.
"Ngga ada apa apa."
Karla tersenyum berusaha mengerti.
Nathalia membisu selama perjalanan pulang. Dia berusaha melupakan hal memalukan yang terjadi padanya tadi. Tapi tetap saja hatinya terasa nyeri.
Hari hari selanjutnya setelah hari itu Nathalia selalu mengabaikan Naresh.
Membalas penolakan Naresh terus dia lakukan. Sikap sinis selalu jadi benteng pertahanannya. Tapi rasa nyeri itu tetap saja masih ada. Bercokol kuat di dalam hatinya.
Ibarat Naresh menolaknya sekali, Nathalia membalasnya puluhan kali. Tetap saja tidak pernah cukup membuatnya lega dan menghilangkan perasaan nyeri itu. Apalagi merasa menang. Yang ada malah makin mangkel.
Tapi sayangnya dia menjadi lemah malam tadi. Penolakannya jadi tidak berarti karena laki laki itu mengaku sesuatu yang sampai sekarang tidak dia mengerti, sudah dia-mereka lakukan.
Adelia sudah lama pergi meninggalkannya, dan membawakan makanannya ke balkon.
Tapi Nathalia masih juga belum selea untuk mencicipnya. Padahal menu makanannya enak.
Laki laki selalu merusak *mood*mya.
*
*
*
(Balik ke masa sekarang, ya.....)🤭
"Pa, aku mau bicara hal penting," ucap Milan sambil melangkah mendekati papanya. Tadi dia pun ngga mengetuk pintu ruang kerja papanya.
"Ada apa?" tanya Edgar-papanya sambil menaruh pulpen yang barusan dia gunakan untuk tanda tangan kertas kertas di atas meja kerjanya.
Milan segera duduk di kursi di depan papanya.
"Pa, lamarkan Nevia besok malam, ya."
Hening, sunyi. Papanya menatap Milan ngga percaya.
"Kamu salah makan obat?" Dia meneliti keseriusan di wajah putranya. Permintaan putranya ngga sembarangan, kalo yang dia maksud adalah Nevia-temannya yang merupakan bagian dari keluarga Airlangga Wisesa.
Milan nyengir.
"Obat cepat nikah, pa."
Papanya tergelak.
Dasar Milan, makinya dalam hati.
"Maksud kamu, melamar Nevia anaknya Hazka?" Edgar memastikan agar tidak timbul salah paham diantara keduanya.
"Iya, pa. Memangnya ada Nevia yang mana lagi?"
Edgar tersenyum melihat cengiran santai putranya.
Tumben dia serius, batinnya masih ngga percaya.
Kapan mereka pacaran? Taunya malah minta dilamar. Papanya masih belum bisa percaya.
"Memangnya Nevia mau sama kamu. Dia gampang banget nyari yang lebih dari kamu," ejek papaanya dalam derai tawanya.
Milan tetap santai, ngga jadi rendah diri karena hinaan papanya.
Kalo saja mereka belum berci uman, pasti dia akan merasa sangat insecure.
Edgar sampai menaikkan alisnya .
Nevia sungguhan mau dengan putra tengilnya? Dia ngga bisa mempercayai ini.
"Gimana, pa? Mau, kan, dapat menantu yang super gitu?" Ganti Milan sekarang yang meledek membuat papanya tergelak.
"Kenapa harus besok malam?" tanyanya setelah tawanya mereda..
Edgar merasa terlalu diburu buru. Bukannya dia dan istrinya harus menyiapkan banyak.seserahan yang tidak sembarangan. Ini tentang putrinya Hazka dan Kirania. Dia ngga bisa menyiapkan yang standar. Harus yang edsi terbatas, tapi waktunya sangat singkat.
"Aku juga sudah janji dengan Om Hazka akan datang besok, Pa."
Ha?
"Kok, bisa?" Seingatnya saat bertemu Hazka di pesta tadi, Hazka tidak mengatakan apa apa tentang hubungan anak anak mereka.
Milan tersenyum miring.
"Tadi aku melamar Nevia setelah papa pulang. Terpikir begitu saja. Sebenarnya tidak juga, sih. Aku terintimidasi oleh Naresh yang melamar Nathalia. Jadi aku ....." Milan menghentikan ucapan ucapannya yang ngga beraturannya. Dia merasa bingung mencari kalimat yang tepat untuk menyampaikannya pada papanya.
"Kamu mencintai Nevia?" Edgar berusaha meyakinkan dirinya.
"Ya, pa, tentu saja. Sudah lama, sih," cengirnya.
Edgar masih mendengarkan.
"Aku sudah menembaknya. Tapi dia minta waktu. Akhirnya aku menemukan momen yang tepat untuk melamarnya. Om Hazka menerima dan dia meminta papa dan mama datang besok malam ke rumahnya. Melamar secara resmi," jelas Milan panjang lebar. Sekarang kalimat kalimatnya lebih teratur dan rapi
Edgar bengong mendengarnya. Ngga dia sangka putranya sudah berusaha sejauh ini.
"Om Emir dan Om Emra juga menantikan kedatangan papa," sambungnya lagi.
"Mereka juga tau?"
Milan menganggukkan kepalanya.
"Mereka ada saat aku melamar Nevia, pa."
Edgar tertawa kini, mulai lepas.
"Ternyata kamu berani juga." Kagum juga dia dengan putra tengilnya.
"Anak siapa dulu, dong." Keduanya tergelak bersama.
"Jadi kamu sudah pastikan kalo Nevia juga menyukai kamu?" tanya Edgar setelah tawa keduanya mereda.
"Sudah, dong, pa."
Memangnya si Naresh, terpaksa melamar karena sudah ketahuan berci uman, celanya dalam hati. Dalam hati Milan.bersyukur karena ci uman dia dan Nevia tidak ketahuan.
"Kalo kamu sudah mantap begitu, okelah. Papa sangat senang mendengarnya. Besok malam kita akan lamar Nevia." Papanya tertawa lagi ketika mengucapkan janji. Kali ini tawa yang menggambarkan kebahagiaan hatinya.
"Makasih, pa." Milan tersenyum lega.
Papanya merespon dengan anggukan dalam tawa berderainya.
*
*
*
"Nathal, kamu deg degan, ngga, nunggu malam?" tanya Nevia. Dia sengaja maen ke kamar sepupunya.
Nathalia menggelengkan kepalanya. Menafikan apa yang sedang dia rasakan. Karena dalam hati dia ngga yakin Naresh akan beneran datang melamarnya..
Dia ngga mau menaruh harap pada laki laki yang pernah mengecewakannya.
"Kamu kenapa kepikiran Milan? Bukan Ferdi?" tanya Nathalia mengganti topik. Dia ngga mau membicarakan Naresh.
"Aneh, ya?" tawa Nevia berderai.
"Iya." Nathalia ikut tertawa.
"Aku juga ngga tau. Waktu dia bilang suka sama aku, aku masih sempat ngasih dia waktu percobaan dua bulan," cerita Nevia setelah tawanya mereda.
"Iya, aku ingat. Tapi kenapa jadi berubah?" Nathalia menatap Nevia kepo.
"Katanya ngga mau kalah sama Naresh," cicit Nevia lagi kemudian terkekeh.
Naresh lagi. Naresh lagi. Bosan dengarnya, rutuk Nathalia dalam hati.
"Kayaknya orang tua kita sudah sepakat agar nikahan kita bisa bareng."
Nathalia menghembuskan nafas.
"Padahal baru aja nikahan Fadel sama Karla."
"Iya, sih."
"Kira kira kapan, ya, mereka mutusin kita nikah?" Nathalia jadi cemas juga kalo memang nanti jadi nikah sama Naresh.
"Mungkin bulan depan," tebak Nevia asal.
Haaa? Nathalia hampir saja mengeluarkan seruan kagetnya.
Dia ngga siap. Mungkin ngga akan pernah siap.
Semoga laki laki itu membatalkan niatnya, harap Nathalia dalam hati.
"Kalo kita nikahnya bulan depan, bisa jadi bumil bareng dengan Karla dan Kayana, dong. Pasti bakalan seru, ya." Nevia makin tertawa lepas setelah mengatakan isi khayalan tingkat tingginya.
Bumil? Maksudnya hamil anak Naresh?
Kepala Nathalia mendadak pusing. Tadi dia juga hanya makan sedikit.
Apa karena itu? batinnya ketika merasa denyutan denyutan yang cukup kuat di saraf saraf yang ada dalam kepalanya.
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna