NovelToon NovelToon
Dewa Ninja Lima Element

Dewa Ninja Lima Element

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Igun 51p17

menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.

pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.

penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 6

Hari demi hari bergulir tanpa henti. Bayu Wirata, bocah yang mulai mengenal dunia tenaga dalam, duduk bersila dengan mata terpejam, perlahan mengatur napasnya.

Udara masuk dan keluar dari paru parunya seolah mengalirkan energi baru ke seluruh tubuhnya.

Di sela sela latihan, tangan kecilnya sigap meneguk ramuan beraroma pahit yang sudah menjadi ritual wajib, berharap lingkar tenaga dalamnya tumbuh semakin besar dan kuat. Ia tahu, semakin besar lingkar tenaga dalam itu, semakin besar pula kekuatannya yang bisa ia simpan di dalamnya.

Bayu Wirata terus melakukan hal tersebut setiap hari tanpa mengenal waktu. Ia sangat bersemangat dalam melatih dan memperbesar lingkar tenaga dalamnya.

Hingga beberapa waktu kemudian, Ki Laksmana mendapatkan panggilan di salah satu perguruan yang ada di dalam Kota Sagatani. Ia di panggil karena ada banyak murid di sana yang sedang mengalami luka luka kecil maupun luka parah akibat sebuah pertarungan di dalam misi mereka. Hingga pada akhirnya ia mengajak cucuknya untuk ikut dengannya.

“Bayu, kau ingin ikut dengan kakek?” suara berat itu mengisi ruang, disertai tatapan tajam penuh harap. “Sudah lama kau tidak ikut kakek dalam melakukan pengobatan di tempat lain, sejak kau sibuk dalam melatih tenaga dalammu.” kata Ki Laksmana kepada cucunya yang sedang melakukan meditasi di tepian sungai yang penuh dengan suara gemericik air yang mengalir

Bayu Wirata membuka matanya. Dan keluar dari dunia meditasinya. Setelah itu ia menatap kakeknya yang sudah berdiri di depannya,

"Baik kek. Aku akan ikut lagi pula aju juga sudah lama tidak keluar dari tempat ini" kata Bayu Wirata penuh semangat. Lalu ia beranjak berdiri.

“Kalau begitu, kita berangkat sekarang,” ujar Ki Laksmana sambil menepuk pundak cucunya.

Ki Laksmana dan Bayu Wirata melangkah pelan menyusuri jalanan kota Sagatani, tujuan mereka adalah pengobatan yang sudah lama dinantikan oleh para pasienya.

Suasana di kota ini terasa cukuo damai, angin sepoi mengelus wajah mereka berdua, meski samar terdengar bisik bisik tentang adanya beberapa pendekar hitam yang sesekali membuat keributan di dalam kota tersebut.

Namun, Ki Laksmana tahu, jika kehadiran para pendekar putih yang menjaga ketertiban dan menghentikan aksi kriminal dari pendekar golongan hitam. Hingga membuat suasana kota tetap terkendali.

Bayu Wirata melemparkan pandangannya ke sekeliling, menikmati geliat kota yang berbeda jauh dari tempat tinggal mereka yang berada di pinggiran kota, sementara langkah kaki mereka bersatu dalam diam yang penuh arti.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di tempat tujuan mereka yang terdapat sebuah gerbang cukup besar berdiri di depan mereka, dengan plakat bertuliskan

“Perguruan Teratai Emas”.

“Kita sudah sampai, Cu,” kata Ki Laksmana sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah gerbang masuk perguruan, matanya penuh harap.

Bayu menganggukan kepalanya, namun, ia tidak tahu perguruan apa yang akan mereka datangi itu. Sehingga membuat bocah itu bertanya kepada kakeknya.

"Perguruan apa ini kek?" Tanya Bayu Wirata yang baru kali ini ia di bawa oleh kakeknya ke sebuah perguruan.

Ki Laksmana menggosok rambut dari Bayu Wiraya dengan perasaan yang gemas.

"Kau akan tahu jika kita sudah berada di dalam. Ayo kita masuk.!" Jawab Ki Laksmana laku mengajak cucunya untuk masuk ke dalam perguruan.

Namun, sebelum mereka memasuki perguruan, mereka di sambut terlebih dahulu oleh para penjaga gerbang yang bertugas di hari itu.

"Apakah kau tabib Laksmana?" Tanya salah satu penjaga gerbang.

"Benar aku adalah tabib Laksmana. Aku di panggil ke perguruan ini untuk mengobati murid murid yang ada di sini" jawab Ki Laksmana berterus terang tanpa di tutupi sama sekali.

Penjaga gerbang menganggukkan kepala mereka. Dan tidak lagi menahan sosok tabib tua di depan mereka.

"Silahkan masuk. Ketua sudah menunggu" kata penjaga gerbang, sambil membuka pintu masuk perguruan.

Penjaga gerbang itu masuk terlebih dahulu untuk mengantarkan tamu mereka. Sementara itu Ki Laksmana dan cucunya langsung mengikutinya dari belakang.

Pada saat ini, mereka sudah berada di dalam Perguruan Teratai Emas. Di mana di dalamnya terdapat halaman yang cukup luas.

Di dalam halaman tersebut. Ratusan murid sedang melakukan latihan gerakan dalam sebuah pertarungan. Gerakan itu terdiri dari gerakan penyerangan dan gerakan pertahan. Para murid perguruan itu di bimbing oleh beberapa orang guru pengajar yang setia menemani mereka.

Kebetulan di saat yang bersamaan, Ki Laksmana dan Bayu Wirata harus melewati halaman yang luas tersebut. Sehingga tanpa sengaja mereka melihat langsung apa yang di lakukan oleh murid murid yang ada di sana.

Bayu Wirata, bocah yang haus akan rasa ingin tahu yang tinggi. Melihat semua gerakan gerakan yang di lakukan oleh semua murid yang ada di sana.

Tanpa di sadari oleh siapapun, Bayu Wirata mengingat semua gerakan itu di dalam kepalanya.

Sesaat bocah itu menghentikan langkahnya. Lalu matanya pokus ke depan, melihat aktipitas para murid tersebut.

Rasa penasaran muncul dalam hati Bayu Wirata. Hingga pada saat ini, ia benar benar ingin menyaksikan semua gerakan gerakan dalam pertarungan tersebut.

Namun sesaat kemudian, Ki Laksmana merasa cucunya tidak mengikutinya lagi. Hingga membuatnya untuk menegurnya.

"Apa yang kau lakukan?, ayo ikut kakek" kata Ki Laksmana memanggil cucunya.

Bayu Wirata menoleh sekilas saat suara kakeknya memanggil, tapi pandangannya tak bergeser, tetap fokus menatap para murid Perguruan Teratai Emas yang tengah latihan. Gerakan mereka lincah, cepat seperti aliran air.

"Aku di sini saja, Kek. Aku ingin melihat apa yang mereka lakukan," katanya pelan, menolak ajakan itu dengan nada mantap.

Ki Laksmana menatap dalam ke arah cucunya, matanya menyiratkan pengertian yang dalam. Setelah beberapa saat, ia mengangguk pelan, seolah mengerti sesuatu.

"Dia punya rasa ingin tahu yang tinggi. Bagus sekali," gumam Ki Laksmana, penuh dengan rasa kagum.

"Kalau begitu, kakek pergi dulu. Kakek akan kembali setelah memeriksa para pasien sudah selesai," ucap Ki Laksmana sambil melangkah pergi.

Bayu Wirata menelan ludah, matanya tak lepas dari gerak tubuh para murid. Setiap jurus direkamnya di ingatan, detail demi detail. Ia mengernyitkan dahi lalu memejamkan mata, berusaha mengingat semua gerakan yang baru saja dilihat.

"Apakah ini jurus bertarung?" bisiknya lirih, sebuah harapan dan rasa penasaran terpendam terpancar jelas di wajahnya.

Beruntung pada saat itu. Ia bisa mengingatnya dengan sempurna tanpa ada yang terlupa sedikit pun.

Perlahan Bayu Wirata membuka matanya sambil tersenyum lebar yang tercetak di bibirnya.

"Aku akan mencobanya nanti di pondok" gumam Bayu Wirata mantap penuh keyakinan.

Namun, setelah berguman seperti itu, beberapa anak yang sedikit lebih tua darinya datang menghampirinya.

"Hey bocah. Apa yang kau lakukan di perguruan kami?" Tanya mereka yang ternyata adalah murid dari perguruan tersebut.

Usia mereka sekitar tujuh tahun. Dua tahun lebih tua dari Bayu Wirata. Akan tetapi pada saat ini, murid murid itu baru belajar menguasai tenaga dalam. Sama dengan apa yang di lakukan oleh Bayu Wirata.

Bisa di katakan jika tingkat kependekaran mereka yang di ukur dari besarnya tenaga dalam, maka Bayu Wirata sudah berada sedikit di atas mereka.

Hal itu di sebabkan karena Bayu Wirata lebih sering berlatih dan mengkonsumsi ramuan obat untuk membuat lingkar tenaga dalamnya membesar. Sangat jauh berbeda dengan murid perguruan tersebut yang hanya baru melakukan latihan olah pernapasan. Dan sedikit meditasi. Itu pun meditasinya masih kurang pokus.

Pada saat ini, Bayu Wirata sudah berada di kependekaran tingkat perunggu tahap Akhir. Dengan lingkar tenaga dalam yang lebih besar dari pada murid yang menghampirinya itu, Sedangkan murid murid yang baru datang itu baru berada di tahap awal dan pertengahan saja.

Bayu Wirata mendengar pertanyaan dari mereka yang baru datang itu, napasnya sedikit tertahan. "Aku datang bersama kakekku untuk mengobati orang orang yang ada di sini," jawabnya dengan nada seadanya, mencoba terdengar yakin.

Hahahaha..

Tiba tiba, tawa nyaring meledak dari kelompok itu. Gelak mereka menggema, menusuk telinga Bayu Wirata.

"Ternyata hanya cucunya seorang tabib," ejek salah satu di antara mereka, nada sinis begitu pekat sampai Bayu bisa merasakannya seperti racun.

Mereka saling berpandangan sejenak, lalu senyum miring menghias di bibir mereka, licik dan penuh niat setelah mereka menemukan sebuah ide untuk menjahili Bayu Wirata.

"Kakekmu seorang tabib? Pasti dia bisa mengobati luka, kan? Betul begitu?" suara mereka mulai meledek, seolah sedang menantang.

Bayu mengangguk dengan bangga, bahu sedikit tegap, "Benar. Kakekku bisa mengobati banyak penyakit."

Murid murid itu semakin merapat, mata mereka berbinar jahat. Beberapa dari mereka langsung mengayunkan tinju ke wajah Bayu Wirata.

"Kalau begitu, apakah kakekmu bisa mengobati bekas pukulan ini?" sahut salah satu dari mereka sambil tertawa sinis.

Bughhh...

Satu pukulan mendarat di wajah Bayu Wirata. Membuat bocah tersebut terhuyung kebelakang. Lalu terduduk di atas tanah halaman karena kehilangan keseimbangan.

Rasa perih menyebar dari bagian tubuh Bayu Wirata yang baru saja dihantam pukulan oleh mereka. Belun juga rasa sakit itu hilang, tiba tiba tangan kasar mereka kembali menerjang dan memukulinya tanpa jeda. Sekali, dua kali, berkali kali pukulan dan tendangan menghujam tubuhnya tanpa ampun. "Bugshhh... bugshhh..." suara pukulan bergema di udara, disusul helaan napas tertahan.

arkhkk..

Bayu menjerit dalam batin, tubuhnya langsung meringkuk, kedua tangan buru buru menutup kepala. Ia tahu, melawan hanya akan membuat luka semakin dalam.

Sekeliling keributan itu mulai dipadati oleh murid murid lain. Mereka membentuk lingkaran, wajah wajah penasaran menatap tanpa sedikit pun usaha untuk menghentikan amukan itu.

Ada sesuatu yang menusuk di dada Bayu bukan hanya rasa sakit dari pukulan, tapi juga keheningan penonton yang seolah menikmati pertunjukan kasar ini.

"Mereka sama sekali tidak berniat membantuku" gumam Bayu Wirata yang masih meringkuk menahan sakit.

Setetes cairan merah perlahan membasahi sudut bibirnya, baju yang dipakai juga sudah terkoyak berantakan, saksi bisu dari kekejaman yang menimpa dirinya.

Tapi Bayu Wirata tetap diam, berusaha bertahan dengan tubuh yang rapuh dan hati yang bergejolak.

Beruntung tidak lama kemudian, salah satu guru pengajar datang dan melerai keributan tersebut.

"Sudah hentikan keributan kalian ini" kata guru pengajar tersebut.

Murid murid itu langsung menghentikan aksi mereka. Namun mereka sama sekali tidak takut atau pun merasa bersalah setelah melakukan aksi yang tidak terpuji itu.

Di saat yang bersamaan Ki Laksmana juga datang bersama dengan ketua Perguruan Teratai Emas yang bernama Ki Sarlah.

Mereka datang setelah memeriksa dan meracik obat untuk murid murid yang teluka di Perguruan Teratai Emas.

Ki Laksmana berdiri terpaku, matanya menatap tajam ke arah cucunya yang terkulai di bawah. Pakaian Bayu berantakan, berceceran cairan merah dan debu. Sekujur tubuhnya penuh memar, bekas pukulan yang menyakitkan.

Sesak menyergap dadanya saat ia tahu, jika cucunya itu jadi korban penganiayaan oleh murid perguruan tersebut yang baru berusia tujuh tahun.

Tangan Ki Laksmana mengepal tanpa sadar, otot ototnya menegang seperti menahan amarah yang hampir meledak. Namun ia tetap terdiam, tubuhnya membeku oleh ketidakberdayaan. Napasnya ditarik dalam dalam, mengisi seluruh rongga dada sebelum perlahan dilepaskan, mencoba meredam badai emosi yang bergemuruh di hati.

Dengan langkah berat, Ki Laksmana mendekat ke arah Bayu Wirata. Ia mengangkatnya dengan hati hati, sosok cucunya yang terkulai lemas dengan mata terpejam.

Tanpa berkata sepatah kata pun, ia berbalik dan berniat meninggalkan Perguruan itu, tekadnya membara untuk membawa Bayu Wrata jauh dari luka dan kekerasan.

Sesaat matanya melirik ke arah Ki Sarlah. Namun, ia melihat tidak ada rasa bersalah pada ketua perguruan tersebut. Seolah apa yang menimpa cucunya itu adalah bukan apa apa bagi orang tersebut.

Ki Laksmana menatap tajam ke arah Ki Sarlah, suaranya mengandung ketegasan yang sulit dibantah.

"Aku harap kau bisa mendidik murid muridmu dengan baik. Mereka masih beruntung karena yang mereka aniaya adalah cucu seorang tabib. Kalau yang mereka sakiti berasal dari golongan hitam, bisa jadi semua muridmu akan binasa," ucapnya pelan tapi penuh ancaman tersirat.

Ki Sarlah duduk terdiam, wajahnya kusut penuh beban. Ia tahu kata kata itu benar, tapi mulutnya terkunci rapat, hanya mampu mengangguk kecil tanpa sepatah kata.

Beberapa langkah kemudian, Ki Laksmana menggendong Bayu Wirata di punggungnya keluar dari Perguruan Teratai Merah. Langkah kakinya menjauh dari Perguruan tersebut, tapi ia menyusuri jalan setapak yang berkelok menuju sudut yang sepi.

Tanpa aba aba, Ki Laksmana menggunakan jurus perpindahan yang bisa membuatnya berpindah ke suatu tempat melalu sebuah benda yang ia tandai dengab tenaga dalam di temlat lain.

Dalam sekejap mata, tubuh Ki Laksmana dan Bayu Wirata langsung lenyap, berpindah lokasi.

Pada saat ini, Ki Laksmana sudah berads di dalam pondok sederhana mikiknya yang ada di pinggirab Kota Sagatani.

Suasana hening sejenak, namun sesaat kemudian pecah oleh suara Bayu Wirata yang tiba tiba berbicara dari punggung Ki Laksmana.

"Mengapa kita tiba tiba berada di dalam pondok kek?" Tanya Bayu Wirata dengan nada lemas.

Suara itu membuat Ki Laksmana sedikit terkejut menegakkan badan, mata sekejap menatap ke belakang dengan sedikit terkejut namun cepat kembali tenang.

"Kakek pikir kau sedang pingsan" kata Ki Laksmana yang tidak menjawab pertanyaan cucunya.

Ki Laksmana mendudukkan cucunya di atas lantai pondok, lalu meninggalkannya sesaat karena ia harus mengambil beberapa obat luar yang harus ia gunakan pada tubuh cucunya.

"Kau tunggu sebentar. Kakek mau ambil obat dulu untukmu" kata Ki Laksmana sembari berjalan sedikit menjauh dari Bayu Wirata.

Bayu Wiraya menganggukkan kepalanya sembari. Membetulkan posisi duduknya agar terasa lebih nyaman.

1
nts 03
no komen yg jelas keren banget
nts 03
keren/Good//Good//Good//Good/
nts 03
keren
igun 51p17
berikan bintang lima kalian sebagai penyemangat saya dalam berkarya.
Baby MinMin <3
Baper abis. 😢❤️
Claudia - creepy
Hats off untuk authornya, karya original dan kreatif!
Zuzaki Noroga
Kece banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!