NovelToon NovelToon
JURUS-JURUS TERLARANG

JURUS-JURUS TERLARANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyelamat
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Eka Magisna

Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.

SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AKSARA 9

Gendhis Wangi, gadis berhijab kenalan baru Saka, gadis yang bertanya tentang siswa bernama Gege Wangsa yang meninggal karena bunuh diri di sekolah enam bulan lalu.

Untuk mengobrol lebih leluasa tentang hal itu, karena terdorong penasaran juga, Saka membawa Gendis ke sebuah tempat.

Tidak jauh dari sekolah, sebuah bangku kayu panjang di bawah pohon besar. Sepuluh meter di depan mereka, banyak anak laki-laki kecil asyik bermain gundu.

"Nih."

Gendhis menerima satu cup plastik es teh berpenutup yang dibelikan Saka di warung kecil tak jauh dari posisi keduanya saat ini. "Makasih," ucapnya.

"Hmm." Saka menurunkan badan, ikut duduk di samping Gendhis dengan jarak pisah setengah meter.

"Jadi kamu anak baru?" Gendhis membuka obrolan, suara lembut yang seakan tersusun dari tulus dan kerapuhan. Matanya yang bening sekilas melirik Saka.

"Iya," jawab Saka. Senyumnya yang teduh menciptakan irama hangat, satu yang membuat Gendhis bersedia mengikutinya.

Minuman serupa diseruput anak muda itu sembari menatap ke depan. "Aku gak tahu ada kejadian kayak gitu di sekolah ini. Gak pernah ada yang bahas." Sengaja menyenggol tema tentang satu hal yang membuatnya bersama Gendhis sekarang, sekalian untuk melepas canggung.

Gendhis menanggapi tercenung, kemudian tersenyum kecut. "Pasti begitu. Mereka pasti udah ngelupain semuanya gitu aja," katanya lalu merunduk menatap es teh di genggam tangan. "Cuma aku yang masih berlarut-larut."

Saka menolehnya, diam menatap sampai menghasilkan perasaan iba dalam hatinya. Wajah Gendhis muram kembali. Detik berikutnya dia bertanya, "Kalo bolah tahu, siswa yang meninggal itu ... siapanya kamu?"

Tiga detik Gendhis terdiam. "Kembaran aku," jawabnya setelah itu.

Saka tertegun sebentar kemudian manggut. "Oh." Seperti wartawan, banyak pertanyaan tiba-tiba menumpuk di kepalanya. Salah satunya langsung dia lontarkan dengan nada yang sangat hati-hati, "Umm ... maaf ... apa yang buat kamu datang ke sekolah ini sekarang, padahal kejadian itu udah lumayan lama?"

Es teh manisnya dilupakan sejenak, Gendhis mengalihkan pandangannya ke depan, ke arah anak-anak kecil yang masih belum mau mengalah dalam permainan mereka.

“Lama bagi orang lain, tapi aku ngerasa semua masih jalan di tempat. Kesakitan dan rasa kehilangan yang aku rasain masih sama, belum ada yang berubah."

Saka merasa bersalah. "Sorry," ucapnya.

Gendhis tersenyum, maklum dengan itu. "Gak apa. Kamu cuma anak baru yang gak tahu apa-apa. Dan dengan ketidaktahuan itu, aku dengan percaya diri ngajak kamu ke cerita ini."

Saka bingung mengambil sikap, tapi tak ingin menimbulkan ketidaknyamanan di antara pertemuannya dengan gadis malang itu, dia memilih kalimat, "Umm ... aku emang gak tahu apa-apa ... tapi kamu boleh kok ceritain sama aku. Aku siap dengerin, dan kalo ada yang bisa kubantu, aku pasti bantu."

Pasang mata Gendhis mengamati cowok itu sebentar, lalu mengangguk dan tersenyum saat tak menemukan nilai kegombalan apa pun di wajah Saka, anak itu menunjukkan ketulusan yang bukan untuk menggoda.

“Aku gak percaya Gege bunuh diri," ungkapnya lalu, dengan pandangan sudah lurus ke depan. "Aku butuh kesaksian orang-orang di sekolah buat meyakinkan hukum kalau kematian Gege bukan karena hal konyol semacam itu. Aku mau keadilan. Karena itu aku datang lagi ke sekolah hari ini. Tapi jawaban mereka semua nyaris sama ... sama-sama bilang gak tahu dan gak mau mendorong diri.” Wajahnya yang oval itu muram menatap langit. “Aku gak punya bukti dan gak bisa mendapat saksi. Cuma keyakinan gak akan bisa bikin kasus ini dibuka kembali.”

Setiap kata Gendhis mengandung keputusasaan, Saka bisa melihatnya dengan jelas. Pertanyaannya bertambah, tapi untuk saat ini menurutnya belum tepat untuk dilontar.

Setelah diam sekian detik, Gendhis meneruskan dengan cerita. Dongak wajahnya lurus kembali. "Gege bukan tipe orang yang akan ngelakuin hal rendah kayak gitu." Dia menggeleng tak yakin. "... Lompat dari lantai tiga gedung sekolah, mustahil."

Mengejutkan Saka. "Lompat dari lantai tiga?!"

“Hmm! Ruang kesenian.”

Tatapan Saka beku di wajah Gendhis yang menyamping itu, memperlihatkan hidung kecil mencuat lurus.

“Gege orang yang ceria. Dia menyenangkan,” sambung Gendhis. “Cita-citanya tersusun apik sampai mulutnya yang berisik itu terus mengulang. Gege mau jadi orang yang kerja di perfilm-an. Dan aku terus-terusan ejek dia dengan kalimat bodoh, paling-paling jadi tukang urusin nasi kotak.” Sudut bibirnya sedikit lebar saat mengenang itu, namun seketika muram kembali. “Tapi semua cita-cita hebatnya luruh dalam sekejap. Bahkan jadi tukang nasi kotak pun nggak!”

Saka mendengarkan dengan serius, belum berniat menyela.

"Kejadian itu sesaat setelah Gege video call-an sama aku. Dia masih ketawa-tawa. Kami ngebahas liburan dan dia bakal temuin aku ke Bogor di akhir pekan. Tapi tiba-tiba detik-detik akhir, layar panggilan video-nya berubah jadi gelap, terus mati gak jelas.”

Mata yang merah bertambah merah, perlahan mengembun hingga butirnya menggantung di pelupuk. Sekali kedip, air mata Gendhis jatuh menimpa pipi.

Saka tergetar hati, ingin setidaknya memberi usapan halus di punggung cewek itu, tapi mereka bahkan baru bertemu dan kenal kurang dari satu jam, mana bisa langsung bertingkah.

Untuk beberapa saat Saka membiarkan Gendhis bergelung dengan perasaannya. Dia akan menunggu setidaknya sampai perasaan gadis itu membaik.

Dalam masa menunggu ini, pikiran Saka tentu saja sudah mengembara kemana-mana. Dan di antara itu, segaris asumsi naik ke pusat pikiran.

“Banyak berandalan di sekolah itu. Bukan gak mungkin apa yang dibilang Gendhis adalah benar. Kembarannya bisa aja dibunuh ... salah satu dari mereka.”

Seperti Ibrahim yang disiksa tanpa belas kasihan. Ya, bisa jadi seperti itu.

Setelah tercenung memikirkan kemungkinan, Saka kembali menoleh Gendis, gadis itu sedang mengusapi wajahnya yang basah dengan jari-jemari.

“Umm ... udah tenang?” tanya Saka.

“Lumayan," jawab Gendis. “Maaf, ya.” Diiring pulasan senyum tak enak hati.

“Gak apa-apa. Aku anter pulang, ya. Obrolannya kita terusin nanti. Sekarang boleh minta nomor kontak kamu? Um ... bukan maksud apa-apa. Aku mau coba tanya-tanya di sekolah. Siapa tahu ada informasi penting. Kalo ada, aku bisa kabarin langsung ke kamu. Gitu.”

Gendis paham dan mengangguk tanpa berpikir. “Boleh,” katanya sembari merogoh ke dalam tas selempang kecil yang dibawanya, mengambil ponsel. “Makasih sebelumnya, ya.”

“Gak masalah.”

Pertukaran kontak pun berlangsung singkat.

Seperti yang dikatakan, Saka mengantar gadis itu sampai ke halaman rumah yang ternyata cuma kontrakan kecil. Jaraknya hanya tiga ribu rupiah naik angkot dari depan sekolah.

“Aku pamit ya,” kata Saka setelah sesaat celingukan ke sekitaran. Tidak bertanya meskipun hal itu menumpuk banyak dalam kepala.

“Makasih udah anterin aku. Makasih buat hari ini.”

“Oke, sampai ketemu.”

1
Batsa Pamungkas Surya
ini mantap banget
Wan Trado
bingung kan sak..?? gendhis atau liona yg menawarkan diri..??
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
Wan Trado
sak..?? sak semen kahh..?? 🤣
Batsa Pamungkas Surya
dan.... besok jawabnnya
Batsa Pamungkas Surya
ada misi apakah si Grayon kok menampakkan diri?
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Liat2 aja, Kak🤣
total 1 replies
Wan Trado
sejauh ini alur berjalan baik, tidak bertele-tele.. intrik dan misteri tersedia dalam kondisi realita, kondisi pertempuran dan keilmuan beladirinya juga dapat diterima logika.. namun hati-hati dalam mendapatkan kesaktian jangan terlalu dibuat sangat luarbiasa, mengingat usia saka yg masih muda sudah mampu berilmu sangat tinggi melampaui lawan-lawan yg sudah mendalami ilmu tahunan.. buat bertahap atau diadakan percepatan saka sudah menjadi lebih dewasa..
🙏
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Muda bukan tolak ukur lemah atau kuatnya individu, bukan patokan bodoh atau cerdas, bukan juga mentah dan matangnya pola pikir seseorang. Usia dewasa hanya perkara angka, bukan jaminan pengalaman seseorang bisa sebaik yang [mungkin] memangku anugerah. Anugerah yang bahkan bisa saja didapat sejak dalam kandungan. Di dunia ini gak ada yg mustahil meskipun bertentangan dengan logika.

Dan satu lagi ... It's just fiction.

Buat kakak yang baik dan kerena abis, makasih sarannya, sangat aku terima.
Makasih taburan bintangnya, dan makasih juga buat bergelas2 kopi yang bikin melek itu.😍😜

Saranghaeyo..🥰
total 1 replies
Wan Trado
ga keliatan juga senyum sinisnya, kan pake masker... 😁
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Gak tau kenapa, sistem lagi sentimen banget. balasan komentar aku semuanya kena hide🥴
total 1 replies
Be___Mei
Shiva shiva shiva kwwkkwkw
Be___Mei
ngenes cinta modelan begini, kasih tak sampai lebih parah dari Mangu Yara sama Jefrey 🥺
Be___Mei
Bukan kadang aja mak, selalu jahat buat korban KTP pinjol 😅🤣🤣
Be___Mei
Ohh, jadi si Yordan ini introvert sikopet yang cintanya ketahan karena Liona sukanya sama Gege. Bahaya sih otaknya, Gege happy dikit auto kebakaran hatinya. Kudu di ruqyah mak ni anak 😱
Be___Mei
'P' nggak tuh 😭 gedeg banget kalo ada yang chat pake pe gini. Kayak nggak ada salam baik gitu lhoooo
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Sama, Mak.
Sepanjang miara WA, sekalipun belum pernah aku pake 'P' buat ngechat orang
kalo Liona di sini kan genZ🤣
total 1 replies
Be___Mei
Menyinggung fakta yang bikin kang bakso nangkring depan rumah 😏
Be___Mei
217 T dikurung 6 tahun. Ups!!!
Be___Mei
Tekanan karena cinta? Si Yordan sampe tega ngabisin nyawa Gege? Nggak otak itu anak!!
Be___Mei
Kwkwkwk kaget sendiri ni anak 😅🤣🤣
Be___Mei
Nah! Kan! kan! beneran dia mak??
Be___Mei
Garam China 😶
Be___Mei
Apa Grayon si tali sepatu merah? Kayak kuat banget aura mem-bully-nya 🙏😅
Be___Mei
Jon, woi Jon!!! 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!