Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Sementara dilain tempat, Mars saat ini tengah menuju toko bunga. Dan kebetulan, masih ada satu toko yang buka.
Begitu sang pemilik akan mengganti tulisan 'Open' ke 'Close', dengan cepat Mars turun dan menghampirnya.
"Mbak, maaf. Apa saya masih bisa memesan satu buket bunga mawar?!" Mars menatap penuh harap, begitu pandanganya jatuh pada bunga-bunga indah didalam.
"Masih, Pak! Tunggu 10 menit saya bungkuskan ya!" Pemilik wanita itu langsung masuk kembali kedalam.
Sambil menggenggam gawainya, Mars berdiri dengan wajah yang sudah tidak sabar. Begitu 10 menit berlalu, si pemilik menyerahkan buket mawar tadi. Dan yang lebih mencengangkan, diatas buket itu terdapat tulisan,
~Happy Birthday Istriku~
Setelah bertransaksi, Mars kembali melajukan mobilnya kesuatu tempat.
Mobil itu Memasuki sebuah komplek perumahan, dan berhenti dibangunan minimalis namun cukup nyaman ditempati. Begitu mobil hitam itu berhenti didepan salah satu rumah no 10, Mars langsung segera masuk, karena sebelum itu ia sudah mengabari pemiliknya.
"Ayah pulang ...." teriak bocah kecil berusia 4 tahun. Ia kini menatap belakang untuk memanggil kakaknya, "kak ... Ayo cepat kesini, Ayah sudah pulang."
Dan tak berselang lama, dengan wajah bahagianya bocah pria berusia 7 tahun itu berlari keluar.
"Ayah ...." teriaknya bocah bernama Farel itu.
Mars bersimpuh dan memeluk tubuh dua putranya. Setiap kali ia pulang, jujur saja ada rasa bersalah serta penyesalan yang begitu dalam. Kedua matanya berkaca, menyesali perbuatanya dengan berkhianat. Namun, Mars menganggap semua itu hanyalah bisnis dalam pekerjaan.
Dan untung saja, Mars selalu memakai pengaman setiap bermain dengan Andini. Dan begitu Andini yang selalu meminum obat pengamanya.
Seorang wanita cantik yang kini mengenakan dress muslim rumahan serta jilbab instan, ia berjalan kedepan sambil merekahkan senyumnya. Jujur saja, semua itu terlalu berat bagi Karina. Ia sudah mulai mencurigai pekerjaan apa yang suaminya geluti di kota.
Mars bangkit, setelah menyerahkan mainan dan juga makanan untuk putra putrinya. Kini ia mengambil sebuah buket indah, yang tadi ia taruh diatas bangku kursi.
"Selamat ulang tahun istriku!" Mars menyerahkan buket tadi, dengan kedua mata yang sudah berembun.
"Terimakasih, Mas!" Karina menerima buket itu, dengan senyum hangat yang mengembang.
'Karina, tolong maafkan aku! Aku berdosa kepadamu. Sayang, yakinlah ... Jika aku sudah mendapatkan semuanya dari wanita murahan itu ... Secepatnya aku akan mengajak kalian pergi dari sini! Aku akan membelikan rumah yang nyaman untuk kalian tempati.' air mata Mars terjatuh tanpa ia dapat menahanya.
Tangan Karina terulur untuk mengusapnya. "Mas, apa ada yang terjadi? Ceritalah padaku. Ayo kita masuk!"
Mars malah tersenyum, menarik kedua tangan istrinya untuk ia cium begitu dalam. Tangisan Mars semakin menjadi, tanpa dapat ia kendalikan.
Dan menurut Karina. Apa yang terjadi pada suaminya itu bukan lah hal pertama kali. Seminggu dua kali Mars pulang, dan pria itu selalu menangis, menyesali perbuatanya.
Mars-pria itu selalu memeriksakan tubuhnya, sebelum ia memutuskan pulang. Meski memakai pengaman, ia tidak ingin jika istrinya nanti terjangkit penyakit, ataupun hal lainnya. Dan itulah sisi lain dari Marselino. Pria yang sangat mempedulikan keluarganya.
*
*
Pagi harinya, Rasyid yang semalam menginap dirumah Jesica, begitu setelah sarapan, ia langsung berangkat menuju kantor. Rasyid rasa, rumah tangganya dengan Jesica teramat menenangkan bagi hatinya.
Jesica dengan penuh kasih selalu melayaninya dengan segenap jiwa. Ia tidak pernah melibatkan sang pelayan dalam mengurus suaminya. Dan itu mendapat poin baik tersendiri bagi Rasyid.
"Adnan, kalau mau sarapan, sarapan aja ya! Tadi aku udah masak banyak soalnya. Bik Minah juga sudah sarapan tadi." Jesica berhenti dulu, ketika Adnan baru saja datang dan mem parkirkan motor maticnya.
"Tadi sudah sarapan di rumah, Mbak!" jawab Adnan segan.
Setelah itu, Jesica langsung masuk kedalam kembali.
Begitu ia selesai mandi, dan sudah rapi dengan abayanya, Jesica kini menatap kaca rias, sedikit berputar menampakan penampilanya yang sempurna. "Perfect!"
Namun disaat ia berbalik, dibawah ranjangnya terdapat sebuah benda yang tergeletak disana. Jesica agak mengernyit. "Kayaknya, itu dompet Mas Rasyid deh?!" tak berpikir dua kali, Jesica berhasil memungut dompet kulit bewarna hitam itu.
Jesica memberanikan diri untuk membukanya. Sesuai apa yang selalu Jesica pikirkan selama ini. Seakan pagi ini takdir menjawab semuanya. Namun baru saja ia akan menarik KTP milik Rasyid, tiba-tiba ....
Brak!!
Pintu kamar terbentur dengan kuat, begitu Rasyid berhasil membukanya dari luar. Ia yang teringat jika dompetnya tertinggal, segera berputar balik dan langsung kembali kerumah.
"Mas, kamu pulang lagi?" Jesica menatap suaminya seraya mendekat.
Dan dengan cepat, Rasyid langsung menyambar dompetnya. "Jesica, makasih sudah menemukan dompetku. Didalamnya terdapat cek, dan harus aku cairkan untuk pembangunan pabrik di Surabaya!" jujur saja, Rasyid saat ini tampak gugup serta cemas sekali.
Jesica sempat tersentak dengan sikap aneh suaminya saat ini. Melihat itu, Rasyid langsung mendekat, "Sudah ya, nggak usah berpikir yang tidak-tidak. Aku berangkat lagi. Nanti kamu hati-hati kalau mau ke pengajiannya."
Cup!
2 bulan menikah, baru kali ini Rasyid mengecup pipi istri mudanya. Sama-sama merasa salah tingkah, Rasyid langsung melenggang begitu saja.
"Mas, hati-hati nggak usah ngebut!" Jesica yang sudah berdiri diteras, melambaikan tanganya kearah sang suami.
Begitu mobil Rasyid kembali lagi, Jesica masuk kedalam untuk berpamitan pada Mbok Minah. "Mbok, Jesica pamit dulu ya!" pamitnya sambil mengecup tangan sang pelayan.
Mbok Minah tidak hanya seorang pelayan, tapi lebih ke Neneknya sendiri. "Non, Non Jesica sehat-sehat 'kan? Wajah Non pucat?!" Mbok Minah sampai menelisik dengan tatapan selidik. Ia tahu, meskipun Jesica tutupi dengan riasannya.
Hehe ...
"Nggak, Mbok! Tapi hanya sedikit pusing aja. Nanti juga baikan kok!" Jesica malah terkekeh. "Ya udah, Jesica jalan dulu ya Mbok!"
Dengan berat hati Mbok Minah terpaksa melepaskan Nona Mudanya. Desahan nafas lirih itu, jelas sekali wajah tua Mbok Minah tampak begitu khawatir.
*
*
Mobil yang Adnan bawa sudah berhenti dihalaman masjid kota Malang. Hari ini terdapat sebuah acara tausiyah yang mendatangkan Umi Khadijah secara langsung.
"Nan, kamu pulang saja nggk papa! Nanti kalau pulang aku telfon," kata Jesica sebelum ia turun.
"Baik, Mbak!" jawab Adnan.
Beberapa Satriwati sudah berdatangan memenuhi Masjid Jami kota Malang. Jesica saling bertukar salam, hingga disana ia mendapat beberapa teman.
Dan tepat pukul 9 pagi, Mobil mewah yang dinaiki Umi Khadijah baru saja memasuki halaman Masjid tersebut. Dan kebetulan, Umi Khadijah diantarkan oleh putra sulungnya~Huda Yahya.
"Cari apa, Mbak Jesika?" tegur Ifani teman barunya.
"Duh, aku lupa pakai kalung identitas Mbak Ifa. Pasti ketinggalan dirumah deh," sesal Jesica dengah wajah melasnya.
Padahal, kalung identitas itu yang nantinya akan diperlihatkan kepada panitia. Tapi milik Jesica kini malah tertinggal dirumah.
Dari kejauhan, Huda Yahya tampak memfokuskan pandangannya. Benar, wanita cantik yang kini berbalut abaya merah muda itu, adalah Jesica.
"Bismillah," lirih Huda, memberanikan diri untuk menghampiri wanita pujaannya. Entah mengapa, tubuh Huda saat ini terasa gemetar serta keluar keringat dingin.
"Assalamualaikum ...." Seru salam Huda begitu ia sudah sampai di belakang tempat Jesica.
Begitu Jesica menoleh, kedua matanya melekat kesekian detik, hingga ia mampu mengendalikan semua itu. Reflek, Jesica langsung tertunduk. "Walaikumsalam, Mas Huda. Mas Huda juga ada disini?"
"Bagaimana kabarmu, Jesica?" suara Huda begitu lembut.
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you