Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siang Pertama
Selepas menunaikan salat subuh, Maryam bergegas pergi ke dapur menyiapkan sarapan. Sekilas dia melirik Ibra yang kembali naik ke atas tempat tidur.
Sejak semalam dia melihat ada yang berbeda dari suaminya itu lebih banyak diam dan tumben-tumbennya sudah masuk kamar sebelum jam sembilan. Padahal biasanya, ruang kerja menjadi tempatnya setiap malam dan baru masuk kamar setelah hari cukup larut dan Maryam sudah terlelap.
Maryam memilih melanjutkan langkahnya keluar kamar setelah sebelumnya menyiapkan pakaian kantor Ibra. Dia mengabaikan Ibra yang kembali menarik selimut.
"Loh, Akang." Maryam yang sudah selesai dengan aktivitasnya di dapur. Bermaksud menyusul sang suami yang tak kunjung keluar untuk sarapan. Namun saat sampai di kamar, dia dikejutkan dengan sang suami yang masih anteng dia atas ranjang dengan berbalut selimut.
"Akang kenapa belum bangun?"
"Kang, Akang." Maryam menepuk pelan bahu Ibra karena tak kunjung bangun dengan hanya dipanggil namanya.
"Heumm" Ibra hanya bergumam tanpa membuka mata.
"Sudah siang Kang, ini sudah jam tujuh. Akang nanti terlambat ke kantor."
"Aku sakit." gumam Ibra lagi dengan suara serak, matanya masih betah tertutup.
"Hah, Akang sakit?" Maryam panik, dirabanya kening Ibra, sedikit hangat tapi tidak panas.
"Kalau gitu kita ke dokter?" ajak Maryam menarik tangan dari kening Ibra namun tiba-tiba di tarik oleh Ibra hingga membuat tubuh Maryam pun tertarik dan semakin dekat dengan Ibra.
"Akang ..."
"Aku gak perlu ke dokter, aku mau istirahat saja. Kami temani aku." Ibra yang terus menggenggam tangan Maryam dan dibawa ke dadanya membuat Maryam terpaksa naik ke atas tempat tidur dan turut berbaring sembari memeluk Ibra dari belakang.
Deg deg deg ...
Dada Maryam berdebar tak karuan walaupun mereka sudah menikah hampir sepuluh bulan tapi mereka hanya sebatas tidur sekasur tanpa ada keintiman seperti saat ini.
Bukan hanya Maryam yang tiba-tiba berdebar kencang, namun juga Ibra. Dia tidak bisa menyimpulkan perasaan apa yang tengah dirasakannya saat ini. Namun ada kenyamanan yang sebelumnya tak pernah Ibra rasakan saat mereka berdekatan seperti ini.
"Akang, sarapan dulu atuh ya? Habis itu minum vitamin. Sepertinya Akang kecapean." Maryam mencoba melepaskan tangannya namun Ibra semakin kuat menggenggamnya.
"Tapi aku gak kuat bangun, pusing." lirih Ibra tanpa membuka matanya. Posisinya masih membelakangi Maryam.
"Kalau begitu biar aku ambilkan dulu makanannya, sarapan di sini saja ya."
"Heumm"
"Lepas dulu atuh tangannya." dengan terpaksa Ibra melepas tangan Maryam.
"Jangan lama." ucapnya lagi.
"Iya." jawab Maryam.
Dengan telaten Maryam menyuapi suaminya. Untung saja pagi ini dia memasak sup ayam jamur wortel. Tambahan rolade tahu menjadi menu yang tepat untuk kondisi Ibra saat ini.
"Ke kantor sudah berkabar?" tanya Maryam disela-sela menyuapi Ibra. Ibra pun menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, mulutnya masih penuh dengan makanan yang baru disuapi Maryam.
"Tolong ambilkan ponselku." pinta Ibra setelah makanan di piring itu tandas. Dia menunjuk ponsel yang ada di atas meja yang biasa Maryam gunakan untuk menggambar.
Maryam menurut, dia pun mengambil ponsel itu dan menyerahkan pada suaminya.
"Assalamu'alaikum Yud. Hari ini aku tidak ke kantor, kamu handle semua pekerjaanku ya."
" ... "
"Sakit."
" ... "
"Heum, assalamu'alaikum." pungkas Ibra, dia tengah mengabari asistennya.
"Ini vitaminnya Kang, diminum dulu ya." Maryam mendekatkan piring kecil berisi dua tablet vitamin.
"Obat apa itu?"tanya Ibra tidak langsung menerima pemberian Maryam.
"Ini vitamin Kang. Aku biasa mengomsumsinya setiap hari sekali untuk menjaga sistem ketahanan tubuh. Biar gak mudah lelah dan sakit."
Tanpa bertanya lagi Ibra langsung mengambil dua tablet vitamin itu dan meminumnya dalam sekali teguk.
"Mau kemana?" tanya Ibra saat melihat Maryam beranjak dari tempatnya duduk.
"Ke dapur, ini nyimpen piring dan gelas."
"Jangan lama." lagi-lagi Ibra bertindak aneh menurut Maryam.
"Kamu di sini." Ibra menepuk ruang kosong di samping tempat tidurnya. Setelah memastikan semua pekerjaan dapur selesai dia buru-buru kembali ke kamar karena Ibra berteriak memanggilnya.
"Iya." Maryam menurut. Tanpa aba-aba Ibra yang awalnya duduk bersender di kepala ranjang langsung merubah posisinya menjadi tiduran, dia miringkan tubuhnya sambil memeluk paha Maryam.
"Aku pusing, mau tidur. Jangan kemana-mana, temani aku di sini." ucapnya dengan mata terpejam. Satu tangan kelarnya melingkar kuat di kedua paha Maryam.
Maryam hanya bisa pasrah, ditatapnya wajah laki-laki yang selama ini selalu dingin kepadanya namin terlihat hangat saat bersama teman-temannya. Saat mengingat itu tiba-tiba ada bagian dari hati Maryam yang seolah tercubit, sakit.
Satu jam berlalu, Maryam berusaha menggerak-gerakan jemari kakinya yang terasa pegal. Ibra sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk beranjak bahkan hanya sekedar untuk merubah posisi.
Keringat tampak membasahi kening suaminya itu. Maryam melirik tisu yang berada di atas meja kecil si samping tempat tidur. Dengan sisa-sisa jangkauannya dia meraih tisu itu.
Disekanya dengan lembut kening suaminya, perlahan sangat pelan-pelan. Maryam tidak ingin mengganggu istirahat suaminya itu yang terlihat begitu lelap. Badannya yang tadi sedikit hangat pun kini mulai terasa normal.
"Heumm" gumam Ibra mengubah posisinya, dia menjadi tidur terlentang yang otomatis tangan kekar yang melingkar di kedua paha Maryam pun terlepas. Kesempatan untuk Maryam bergerak dan merubah posisi karena kakinya sudah cukup pegal.
"Mau kemana?" Ibra kembali memeluk kaki Maryam, dia sangat menyadari pergerakan istrinya itu.
"Akang kakiku pegal, aku mau meregangkan dulu otot-otot kakiku." jawab Maryam yang sudah tidak tahan lagi dengan keadaan kakinya.
"Makanya tiduran." Ibra menarik tangan Maryam membuat istrinya itu pun berubah posisi menjadi tiduran.
Maryam berguling sedikit menjauh dari suaminya. Dia merenggangkannya otot-otot tubuhnya agar sedikit nyaman.
Ibra tidak membiarkan Maryam menjauh darinya. Dia yang sudah terbangun sepenuhnya meraih tubuh Maryam dan ditariknya agar kembali dekat dengannya.
"Akang." tegur Maryam saat Ibra memeluknya, bahkan di antara sadar dan tidak dia merasakan suaminya itu mengecupi lehernya walau pun terhalang jilbab.
"Aku sudah sembuh."
"Syukurlah, kalau begitu..."
"Aku mau meminta hakku." potong Ibra yang membuat tubuh Maryam seketika membeku.
"Aku ingin menunaikan tugasku sebagai suami seutuhnya, kamu adalah istriku. Pernikahan kita sah di mata agama dan negara. Izinkan aku memberimu nafkah batin." Ibra bangun dan langsung mengungkung tubuh Maryam di bawahnya.
"Akang yakin?" tanya Maryam dengan nada suara sedikit bergetar. Selain gugup dia pun merasakan sesuatu yang tidak dapat diungkapkanya dengan kata-kata saat Ibra tiba-tiba mengecup bibirnya.
"Boleh?" tanya Ibra. Maryam menatap dalam mata suaminya, tatapan Ibra kali ini benar-benar berbeda, ada sesuatu yang tengah ditahannya. Matanya sudah berkabut gairah.
Setelah hening melanda di antara adu tatap keduanya, Maryam pun menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban.
Tanpa menunggu lagi Ibra langsung memburu bibir mera muda yang terlihat begitu menggoda untuknya.
"Eumhh" Maryam melenguh saat bibir Ibra turun ke area lehernya, entah kapan jilbab instan yang dipakainya terlepas, kini kancing gamisnya bagian depannya bahkan sudah terlepas.
Tubuh Maryam kini telah polos, Ibra tidak lagi menahan dirinya. Setelah berhasil meloloskan semua pakaian yang melekat di tubuh istrinya kini gilirannya untuk melepas semua pakaiannya.
"Akang."
"Aku lakukan sekarang ya."
"Berdo'a dulu."
"Sudah."
"Heummm ..."
Siang itu pun menjadi siang pertama untuk sepasang suami istri itu melakukan ibadah dengan kenikmatan tak terhingga. Bahkan hingga suara adzan dzuhur terdengar Ibra belum berhenti, dia masih asik dengan urusannya.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪