Ratu Yang Digulingkan

Bahkan setelah kemarin membuat keributan, Raja kembali membuat keputusan yang membuat gempar. Bahwa Ratu diperkenankan keluar dari kediamannya sampai satu bulan lamanya. Jean pembantunya juga ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

Jean tidak berteriak maupun meraung. Dia harus bisa melindungi nama baik sang Ratu. Jadi dia dibawa tanpa protes dan pasrah.

"Jean... Bertahanlah sebentar saja." Kata Prim sebelum Jean melangkah pergi.

Prim pusing kepalanya. Dia memejamkan kepalanya sejenak. Harus sampai kapan dia bertahan kalau terus seperti ini?

Sepertinya simpanan suaminya kini bebas memanipulasi pikiran suaminya. Masalahnya adalah dia kepala suatu negara. Dia tidak boleh gegabah dalam membuat suatu keputusan. Salah salah itu bisa merugikan rakyat rakyatnya. Primora memikirkan hal tersebut.

***

Robert setelah mendengar hasil dari kurungan sang Ratu dan dayangnya yang dapat jebloskan ke penjara dengan sangat patuh itupun senang.

Dia ingin menunjukkan kuasanya. Bahwa disinilah dia yang berkuasa. Jangan mentang mentang menjadi Ratu dia bisa segalanya. Pikiran seperti itu harus dia hilangkan.

Robert adalah segala pusat otoritas yang ada. Primora hanya Ratu dalam nama. Begitulah yang ada dipikiran Robert. Padahal sejatinya tugas Ratu sangat banyak. Apalagi jika Robert pergi berperang. Dialah yang menggantikan tugas dan wewenangnya. Dia dikenal sebagai ratu yang bijak yang selalu mengutamakan rakyat. Primora disegani oleh para bangsawan. Karena itu, pamornya semakin meroket . Dan Robert yang terkena omongan kesana kemari mendengar pujian kepada Ratunya menjadi sangat tidak suka. Dia menganggap Primora serakah terhadap kekuasaan.

"Yang Mulia..." Esme mendekati Robert dan bergelanyut manja.

Dia sudah mendengar tentang keputusan Raja untuk Ratu, dan itu membuatnya menang atas segalanya. Tak lama lagi dia juga lagi bisa menggeser posisi Ratu. Saat ini dia adalah selir, tapi siapa tahu ke depan. Dia akan menjadi seorang Ratu. Berdiri disamping Robert yang gagah perkasa. Dia memang seorang pahlawan sejati di Medan perang. Sayang, pikiran itu tidak berlaku di meja kerajaan. Karena kebencian telah memenuhi isiii kepalanya.

"Kenapa bangun Esme ... Kamu harus banyak beristirahat."

"Tapi aku ingin terus bersama dengan Yang Mulia. Sepertinya ini kehendak bayinya." Esme membimbing tangan Robert untuk membelai perutnya.

Robert tersenyum penuh dengan kehangatan. "Kamu harus bisa bersabar. Aku ini seorang kepala negara, jadi pasti sibuk. Tapi aku usahakan untuk setiap malam datang kesini."

Mendengar itu, Esme langsung memasang wajah cemberutnya.

"Tapi Yang Mulia harus janji ya!"

Robert menganggap.

Esme tersenyum lalu memeluk lelakinya. Saat ini, dialah pemenang hati nya.

"Tapi Yang Mulia... Aku sebenarnya merasa sangat kesepian disini."

Robert mulai berpikir. "Bagaimana kalau mengenal bangsawan lokal disini. Membuat teman akan membantumu kedepan nanti."

Esme langsung kegirangan. "Terimakasih atas sarannya Yang Mulia. Tapi dari mana saya harus memulainya?"

"Aku akan mengaturnya untukmu."

"Benarkah?"

"Yang mulai memang terbaik."

Robert tersenyum kembali. "Asal kamu senang, aku juga bahagia."

"Sungguh?"

Robert menyentil hidung Esme.

"Sarapan sudah siap Yang Mulia."

Baru saja mau bermesraan, datang dayang untuk memberi tahu.

'Menganggu saja!'

"Esme, ayo makan bersama. Kamu harus makan agar badanmu kuat. Ingat kamu tidak sendiri sekarang." Robert berkata dengan penuh kelembutan.

"Baik Yang Mulia. Terimakasih atas perhatiannya."

"Dia anakku, tentu saja aku harusnya perhatian."

'Teruspaj bermanfaat untukku kelak nak.'

Mereka kemudian berjalan bersama menuju ruang makan.