London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 9
Hampir jam sebelas malam, Orion baru tiba di rumah. Tentu saja Nero, Raina, dan Tara sudah tidak ada di sana. Tinggal Riu dan Vale yang sengaja duduk di ruang tamu guna menunggu kepulangannya.
Orion agak terkejut mendapati orang tuanya ada di ruang tamu, menyambut dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Namun, jelas saja itu bukan sesuatu yang baik.
"Mama, Papa," sapa Orion dengan sedikit canggung.
"Apa ini yang kuajarkan padamu, Orion?" tegur Riu. Tatapannya cukup tajam dan membuat nyali Orion hampir menciut.
"Orion, apa selama ini Mama memaksamu? Nggak, kan? Kalaupun Mama mengenalkan seseorang ke kamu, Mama nggak pernah memaksa kamu untuk menjalin hubungan istimewa dengan mereka. Keputusan akhir tetap di kamu, Orion. Mama mengenalkan mereka ke kamu, itu juga untuk kebaikanmu sendiri, agar kamu nggak terus terpaku dengan seseorang yang nggak jelas siapa. Lima tahun bukan waktu yang sebentar, Orion, dan kamu tetap kayak gitu. Mau sampai kapan?" omel Vale. Tatapannya tak kalah tajam dengan Riu.
"Ma, aku—"
"Kamu tahu kan Om Nero itu siapa? Dia rekan bisnis papamu yang sangat berpengaruh. Kalau dia tersinggung dan nggak mau melanjutkan kerja sama, kita juga yang rugi. Lagi pula, hubungan kita dan keluarga Om Nero itu sangat baik, Orion. Bisa-bisanya kamu malah mengabaikan semua itu? Kamu nggak mikir dampaknya, hah?" pungkas Vale, kembali melanjutkan omelannya.
Orion menunduk. Dia sedikit merasa bersalah, tetapi tidak menyesal. Menurutnya, yang ia lakukan tadi adalah yang terbaik untuknya.
"Untung masih ada Olliver yang bisa menyambut baik mereka, jadi Om Nero dan Tante Raina nggak terlalu mempermasalahkan ketidakhadiranmu." Riu turut menyela, dengan nada yang belum ramah tentunya.
Dalam beberapa saat, Orion diam dan tak menyahut. Namun, dengan gerakan pelan dia mengambil tempat di depan orang tuanya.
Setelah menatap ayah dan ibunya secara bergantian, lalu melihat amarah yang mulai mengendur, Orion menarik napas panjang.
"Ma, Pa," panggil Orion dengan pelan.
Riu dan Vale tidak menyahut, sekadar melayangkan tatapan intens, seolah menuntut Orion untuk memberikan penjelasan.
"Aku minta maaf, Ma, Pa, tadi nggak menemui Om Nero dan Tara. Sebenarnya aku niat pulang tadi, tapi—"
"Tapi macet? Atau ban meletus? Atau mobil mogok? Atau nabrak ayam dan terpaksa ngubur dulu?" Vale kembali memotong ucapan Orion.
"Nggak gitu, Ma. Aku tadi beneran udah mau pulang. Bahkan aku sempat mau beli sesuatu untuk menyambut mereka. Tapi, tiba-tiba aku melihat cinta pertamaku, Ma, Sunny."
Vale dan Riu terkejut sesaat, sempat saling pandang dan kemudian kompak menatap Orion.
"Jadi sekarang kamu udah tahu siapa namanya, alamat rumahnya?" tanya Vale dengan cepat.
Orion menggeleng pelan.
"Lantas?" selidik Vale.
"Aku melihatnya, tapi pas kukejar jejaknya hilang. Tapi, Ma, setidaknya aku udah punya petunjuk kalau dia ada di kota ini. Kalaupun nggak bisa mendapatkan informasinya malam ini, aku yakin dalam waktu dekat pasti bisa."
Riu mengembuskan napas panjang. Lalu melipat tangannya di dada dan berkata, "Kalau sudah mendapatkan informasi tentangnya, lalu kamu mau apa? Kamu tidak tahu kan dia masih lajang atau sudah menikah. Ingat ya, Orion, secinta apa pun kamu terhadap seseorang, Papa tidak akan pernah merestui kamu merusak pernikahan orang!"
Orion mendadak diam. Pikirannya kembali kacau. Setelah was-was karena gagal mengejar Sunny-nya tadi, sekarang was-was dengan omongan Riu. Bukan mustahil. Bisa saja Sunny memang sudah berkeluarga. Lima tahun bukan waktu yang sebentar.
"Kalau dia udah punya suami, aku akan mundur, Pa," ujar Orion, sangat lirih, nyaris tak terdengar.
Sebelum Vale atau Riu kembali memberikan tanggapan, Orion lebih dulu bangkit dan beranjak pergi menuju kamar. Vale dan Riu hanya bisa menggeleng-geleng, tak habis pikir dengan perasaan Orion yang terpaut pada wanita sampai sedalam itu. Vale jadi penasaran, sesempurna apa wanita itu hingga membuat Orion bertekuk lutut. Kira-kira lebih sempurna mana dengan Tara?
_______
"Kamu serius masih mau menunggu Sunny? Yakin nggak mau kenal Tara? Dia cantik banget loh, cerdas lagi. Udah gitu anggun dan elegan, yakin nggak akan bikin kamu risih. Dia beda dengan wanita-wanita kebanyakan yang pernah kamu temui, Orion. Percaya sama aku, kamu nggak akan nyesel kenal dia. Aku aja sekali lihat langsung ada perasaan yang lain kok."
Belum sempat masuk ke kamar, Orion sudah dihadang Olliver. Nyaris sama seperti Vale, Olliver juga memuji Tara. Malah menurut Orion, pujiannya sangat berlebihan.
"Kalau kamu ada perasaan lain, ya udah kamu aja yang menjalin hubungan sama dia. Aku akan tetap mengejar Sunny," sahut Orion tanpa senyum sedikit pun, juga tanpa minat meski Olliver berulang kali hendak menunjukkan foto dan nomor Tara.
"Oke, berarti deal ya, kamu nggak mau sama Tara. Kalau nanti aku beneran pacaran sama dia, bukan aku yang ngerebut ya," kata Olliver.
"Iya!"
"Oke. Tapi, awas ya, kalau nanti pas udah tahu wajah cantiknya Tara kamu mendadak tertarik. Gue bunuh lu!" jawab Olliver sambil melotot, memasang wajah garang.
"Nggak bakal!"
"Bagus deh. Soalnya aku kalau udah jatuh cinta dan memilih dia sebagai kekasih, nggak bakal kulepas sekalipun itu untuk kamu. Mau sujud, mau nangis darah, aku nggak bakal peduli. Wanitaku, tetaplah wanitaku."
Orion berdecak kesal. "Iya, nggak perlu ngomong banyak, aku udah paham. Lagian siapa juga yang mau sama Tara."
Usai menggerutu, Orion langsung masuk ke kamar tanpa permisi, meninggalkan Olliver yang masih berdiri sambil memonyong-monyongkan bibir, menirukan gerutuan Orion.
Bersambung...
semoga happy ending
Tapi semua nya terserah tangan author nya , author yng punya kuasa 🤭🤭😍😍
Apa ya yng di minta Orion
lanjut thor 🙏
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara