Ini adalah novel religi pertamaku. Banyak banget yang butuh perbaikan sana sini. jika ada yang tidak sesuai, othor terima banget masukannya.
Tiba-tiba dilamar oleh seorang Ustad, membuat Arin berpikir dan melakukan berbagai cara untuk membatalkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danie A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Rencanaku gagal total. Berkunjung ke tempat Mbak Musda justru membuatku mendapatkan pukulan telak. Informasi dari Mbak Musda sama sekali nggak membantuku mendapatkan solusi, tapi justru bikin aku makin pusing.
"Udah mau sore Mbak, aku mau pulang aja!" pamitku pada Mbak Musda. Sebelum aku mendengar banyak hal mengenai Huda lagi, lebih baik aku segera pulang ke rumah saja. Sudah cukup aku mendengar nama Huda dan pujian-pujian yang dilontarkan untuk pria itu pada hari ini. Makin sering mendengar nama Huda hanya akan membuat suasana hatiku semakin memburuk.
"Eh, kok buru-buru, sih? Di sini aja dulu! Kamu nggak ada kegiatan juga kan di rumah?" cegah Mbak Musda.
Tiba-tiba saja terdengar suara tangisan kencang dari dalam rumah. Aku pun mengurungkan niatku untuk pergi dan ikut masuk ke dalam rumah Mbak Musda untuk melihat keponakanku yang baru saja bangun tidur. Bocah kecil berumur dua tahun itu mengucek matanya yang sudah memerah.
"Satria udah bangun?" sapaku pada putra kecil Mbak Musda itu.
"Satria, lihat nih ada siapa yang datang? Ada Tante Arin!" ucap Mbak Musda pada putranya itu.
Aku pun meluangkan waktu sejenak untuk bermain dengan Satria, kemudian benar-benar berpamitan. Namun, Satria merengek saat aku hendak pergi dan memaksa untuk ikut.
"Satria di rumah aja sama Ibu, ya? Tante mau pulang dulu ke rumah Kakek!" ucapku mencoba membujuk Satria.
"Kamu bawa aja deh, Rin. Daripada nangis lagi di rumah," ujar Mbak musda.
"Nggak apa-apa nih kalau aku bawa pergi?"
"Kamu ajak keliling sebentar bisa, kan?
Aku pun menuruti keinginan Mbak Musda dan membawa keponakan kecilku itu pergi dari rumah Mbak Musda. Aku mengajak Satria berjalan-jalan sejenak mengelilingi kota, dan mengajak bocah itu bermain di beberapa tempat hingga sore hari.
"Satria, udah sore nih. Kita pulang, yuk!" ajakku pada keponakanku itu.
Belum sempat aku beranjak dari tempat itu, tiba-tiba saja aku mendapatkan pesan dari Mbak Musda. Pesan itu pun membuatku tahu harus membawa Satria pulang ke mana setelah selesai bermain.
[Rin, Mbak boleh minta tolong? Bawa Satria pulang ke rumah Ibu aja, ya? Mbak sekalian titip. Mbak ada urusan mendadak di luar kota buat beberapa hari ke depan. Kamu bisa jagain Satria, kan? Tolong bilangin juga Ibu sama Bapak, ya?]
Aku membaca pesan dari Mbak Musda dengan seksama. Cuma jagain bocil aja sih bukan hal yang susah buat aku.
[Oke, Mbak. Aku langsung bawa pulang Satria ke rumah Ibu, ya?]
"Makasih banyak ya, Rin. Mbak nggak akan pergi lama.]
"Satria mau kan pulang ke rumah nenek nggak?" tanyaku pada bocah yang belum bisa berbicara jelas itu.
Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera membawa Satria pulang ke rumah kedua orang tuaku, bukan pulang ke rumah Mbak Musda. Dengan senang hati, aku membawa bocah kecil itu pulang ke rumah kedua orang tuaku. Bapak dan ibuku pasti juga senang mendapatkan kunjungan dari cucu mereka. Selama beberapa hari ke depan, rumahku yang penuh dengan orang tua, akan diceriakan oleh kehadiran anak-anak.
"Eh, cucu nenek kok bisa sama tante? "Sapa ibuku begitu beliau melihatku datang bersama dengan Satria.
"Halo, Nenek! Satria main ke rumah neneyk boleh, kan?" ocehku mencoba mewakili Satria berbicara.
"Boleh dong, Sayang! Sini gendong sama Nenek, ya?"
"Satria main sama Nenek dulu, ya?" sahutku.
"Kamu tadi ke rumah Musda ya, Rin?" tanya ibuku.
"Iya, Bu. Tadi aku main ke sana. Terus disuruh bawa Satria main," jawabku.
"Kenapa kamu bawa pulang ke sini?"
"Mbak Musda ada urusan katanya, Bu. Satria mau dititip di sini selama beberapa hari katanya," ungkapku.
Ibuku manggut-manggut tanpa mengatakan apa pun lagi. Aku pun berbalik badan dan hendak masuk ke dalam rumah. "Ibu lagi pergi ya, Sayang! Nggak apa-apa. Satria di sini aja ya sama Nenek. Di sini ada Kakek sama Tante Arin juga," ucap ibuku mengajak cucunya berbincang.
"Eh, Rin! Tunggu sebentar!" Ibuku memanggilku, tapi sayangnya aku sudah terlanjur masuk ke dalam rumah.
Harusnya aku berhenti dulu waktu dipanggil ibuku. Aku beneran nyesel. Mungkin ibuku manggil aku buat ngasih tahu soal hal yang bikin aku kaget di ruang tamu.
Ya, saat aku masuk, aku melihat dua orang asing yang tengah menatapku. Aku benar-benar terkejut begitu melihat sosok tamu tak terduga yang duduk di kursi ruang tamu.
Tamu itu adalah Huda dan Ustadz Wahab yang tiba-tiba muncul di rumah orang tuaku tanpa pemberitahuan. "Apa-apaan sih mereka? Mereka ada urusan apa di sini?" batinku keheranan dengan kedatangan orang-orang yang tak ingin kulihat itu.
****
akhirnya nikah juga..
syukur deh kalau wirda menyesali perbuatannya.. semoga Wirda diketemukan dengan org yang tepat yaa thor...