Dara Respati, gadis cantik dan seksi. Gadis yang menjadi impian Dicky. Dicky yang sejak awal tahu bahwa mereka memang bukan saudara kandung, memendam cinta pada adiknya tersebut.
Dicky selalu menemani Dara disaat Dara susah maupun senang. Apalagi disaat Dara terpuruk, dikhianati oleh kekasihnya, Dicky yang selalu menemaninya.
Akankah Dara membalas cinta sang kakak, ataukah dia akan menikah dengan pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eni pua, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Cemburu sebagai apa?
Dara kaget saat membuka pintu, ternyata ayahnya pulang sendirian. Ada rasa kesal dan sedih yang dia rasakan. Dara tidak yakin dengan perasaannya sendiri. Tidak mungkin dia cemburu karena sang Kakak sedang bersama wanita lain.
"Dara, kok kamu yang buka pintu, mana bibik?" tanya sang ayah pelan.
"Kebetulan Dara sedang haus, jadi saya minta Bibik untuk istirahat dulu," jawab Dara beralasan.
"Oh, ya sudah. Kamu tidur saja, sudah malam," kata sang ayah saat didepan Dara.
"Tapi, Kakak belum pulang," kata Dara cemas
"Dicky itu sudah dewasa. Mungkin malam ini, dia tidak akan pulang. Dia sedang pergi bersama Kesya," jawab sang ayah sambil menepuk bahu Dara. "Jangan cemas."
Dara terdiam lalu dia menarik napas dalam-dalam. Setelah ayahnya pergi, Dara melihat keluar rumah yang tampak sepi. Dia lalu menutup pintu dan menguncinya seperti perintah sang ayah, dia harus segera tidur.
Dara melangkah hendak masuk kekamarnya ketika dia mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Dara berlari menuju ke pintu dan dia mengintip lewat kaca jendela.
Tampak seorang wanita cantik turun dari mobil bersama sang Kakak. Wanita itu memeluk Dicky dan Dicky tidak menolaknya. Dara merasa kesal dan rasa cemburunya mulai terlihat.
Dicky berjalan kearah pintu dan mengetuk perlahan. Dara segera membukakan pintu meski hatinya kesal.
"Dara, kamu belum tidur?" tanya Dicky kaget.
"Belum, tadi habis ambil air minum," jawab Dara datar.
"Sudah makan? Kakak bawakan makanan untukmu," ucap Dicky sambil menunjukkan bungkusan yang dia bawa. "Kita makan bersama."
Dara mengekor sang kakak yang berjalan menuju meja makan. Dengan cekatan Dicky membuka bungkusan dan menaruhnya di atas piring. Beberapa potong ayam goreng crispy yang tampak menggiurkan ada didepan mata. Dara yang kesal mulai terlihat menelan ludah. Dicky hanya tersenyum melihat perubahan emosi Dara.
Dicky mendekatkan kursinya di samping Dara. Dia mengambil sepotong ayam goreng lalu diarahkan ke mulut Dara.
"Kakak ... Dara tidak lapar," ucap Dara sedih.
"Kamu kenapa, menunggu Kakak pulang, 'kan? Atau menunggu oleh-oleh dari Kakak?" tanya Dicky sambil menarik napas panjang.
"Papa tadi bilang, Kakak tidak akan pulang. Memang Kakak dan pacar Kakak pergi kemana, ke hotel seperti kita kemarin?" tanya Dara curiga.
Dara menahan kesal saat melihat Kakaknya tertawa pelan mendengar ucapannya.
"Pacar apa, pergi ke hotel lagi. Dengar, adikku yang cantik, Kakak tidak akan pergi kemanapun apalagi pergi ke hotel. Cukup malam itu dengan kamu saja," ucap Dicky sambil mengetuk jidat Dara dengan jarinya.
"Kakak ... sakit. Tapi, tadi kalian berpelukan," ucap Dara manja.
"Kamu cemburu? Kalau nggak, Kakak tidak akan menjawabnya. Sudahlah, ayo dimakan. Kakak sudah capek-capek bawa dari tempat yang jauh, lho," kata Dicky sambil menyodorkan sepiring ayam goreng didepan Dara.
Dara masih kesal karena Dicky, tidak menjawab pertanyaan darinya. Tetapi, melihat ayam goreng kesukaannya ditambah malam ini dia tidak ada nafsu makan, rasa kesalnya mulai hilang. Dengan tenang, Dara menikmati satu persatu.
Dara gadis yang gampang dibujuk. Asalkan ada makanan kesukaannya, semua bisa diatasi oleh Dicky. Karena memang mereka sudah hidup sebagai Kakak adik begitu lama, semua hal dan kebiasaan Dara, Dicky sudah tahu betul. Apa yang dia suka dan apa yang dia tidak suka, semuanya sudah ada diluar kepalanya.
Perut Dara sudah terasa kenyang, dan dia mulai mengantuk. Dara tersenyum pada Kakaknya lalu melangkah pergi. Dicky mengikuti langkah Dara hingga Dara merasa ada yang salah.
"Kakak, ada apa, kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Dara sambil membalikkan badan.
"Kamu tidak merasa bersalah?" tanya Dicky sambil menatap Dara.
"Salah apa, Kak, aku tidak tahu," jawab Dara bingung.
"Semua makanan kamu habiskan. Padahal Kakak juga belum makan," jawab Dicky kesal.
"Kakak, kenapa tidak bilang dari tadi. Terus gimana dong, semua sudah terlanjur habis," jawab Dara merasa bersalah.
"Biarkan aku merasakan aromanya," jawab Dicky lalu menarik tubuh Dara masuk kedalam kamar Dicky yang kebetulan berada di dekatnya.
Dara diam saja ketika sang Kakak mendekatkan wajahnya ke wajah Dara yang terlihat canggung. Kaki Dara terasa lemas ketika hidung Dicky menempel di hidung Dara. Lebih mengejutkan lagi, bibir sang Kakak mulai menempel di bibirnya.
Mata Dara membulat lebar. Tetapi, Dara mencoba merasakan sensasi hangat dari bibir Kakaknya. Ini kali pertama, sejak dia tahu mereka bukan saudara kandung.
Rasanya sungguh berbeda. Dicky mampu mengobati luka hatinya dengan kebaikan dan perhatiannya. Untuk beberapa saat, bibir mereka saling melu-mat. Tidak disangka, gairah Dicky mulai timbul saat mendapatkan balasan ciuman dari Dara.
Dicky mulai berani mencium telinga dan leher Dara.
"Aku mencintaimu, Dara," bisik Dicky sambil mencumbunya.
"Kakak, aku ...," ucap Dara lalu dia mendorong tubuh Kakaknya dan berlari keluar.
Dicky mundur selangkah, menyesali apa yang dia lakukan pada Dara. Sementara Dara berlari masuk ke dalam kamarnya. Dia bingung dengan perasaannya. Dara belum masih belum yakin jika dia mencintai Kakaknya. Ini hanya rasa takut kehilangan orang terdekat yang selalu memberinya perhatian.
Dia adalah Kakakku dan selamanya dia akan tetap menjadi Kakak bagiku. Jadi aku tidak boleh jatuh cinta pada Kakak, batin Dara.
Keesokan harinya, Dara pergi kuliah seperti biasa. Dia tidak takut lagi bertemu Raka ataupun Meri. Dia sudah siap menghadapi mereka. Sudah cukup mereka menertawakan dirinya yang di nilai kampungan.
Saat itu Dara bertemu Kelima sahabatnya yang sudah berkumpul di tempat biasa mereka berdiskusi. Dara duduk diantara mereka tanpa sepatah kata. Meri juga tidak bicara apapun padahal biasanya dia yang sering menggoda Dara
"Dara, kenapa diam saja, Meri juga? Ada apa ada apa ini?" tanya Sari sambil bercanda.
"Iya, nih. Sepi ya kalau kalian berdua tidak bicara," ucap Listi menambahkan.
"Pada sariawan kali ya?" tanya Wawan.
"Eh, atau lagi ikut kuis siapa diam dia menang," kata Nanda sambil tersenyum.
"Ra, pacarmu datang tuh," ucap Sari sambil menepuk bahu Dara.
"Hmmm ...." Hanya itu jawaban Dara saat mendengar ucapan Sari. Mereka memang belum tahu apa yang terjadi pada hubungan mereka. Dan Dara juga tidak ingin memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Dara, bisa kita bicara?" tanya Raka yang membuat yang lain kaget.
"Sepertinya semua sudah jelas. Jadi tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," jawab Dara datar.
"Tapi, aku perlu menjelaskan semuanya. Tolong, Ra. Maafkan aku," kata Raka memohon.
"Dara, ada apa? Kalian sedang ada masalah?" tanya Sari cemas melihat sikap Dara pada Raka yang berubah total.
Dara melihat kearah Meri yang tampak tidak senang dengan sikap Raka yang masih terus mengejar Dara.
"Tidak ada masalah. Kami hanya merasa tidak cocok lagi. Kami sudah putus," ucap Dara mengagetkan mereka kecuali Meri.
"Apa, putus?" tanya Listy kaget.