Di sebuah desa yang masih asri dan sejuk juga tak terlalu banyak masyarakat yang tinggal hidup lah dengan damai jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang sibuk.
Kegiatan yang wajar seperti berkebun, memancing, ke sawah, juga anak-anak yang belajar di sekolah.
Di sekolah tempat menuntut ilmu banyak yang tak sadar jika terdapat sebuah misteri yang berujung teror sedang menanti masyarakat lugu yang tidak mengetahui apa penyebab nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risma Dwika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Saat ini sudah hampir tengah malam, Zaki berusaha untuk menelepon uwa Daris agar hati nya lebih tenang.
Namun telepon itu tak kunjung dapat jawaban.
Terpaksa Zaki harus melakukan perjalanan dalam keheningan dan kegelapan.
Kini ia melewati sekolah yang dulu pernah belajar di sana.
Keringat dingin mengucur deras karena ia teringat peristiwa kelam.
Buru-buru ia menginjak pedal gas agar segera sampai.
Zaki melewati gubuk tua yang kemarin neng lihat. Namun Zaki lurus saja tak melihat ke kanan kiri. Dia hanya fokus ke depan.
Beruntung Zaki tak menengok kemana mana, karena di gubuk tua tadi cahaya lampu minyak terang benderang, padahal tak ada seorang pun di sana.
"Sedikit lagi sampai"
Namun saat sampai depan rumah dan Zaki sudah memarkirkan mobilnya, dia malah termenung.
Dia merasa bodoh sekali.
"Kenapa aku kemari?"
Zaki memijat pelipisnya.
"Ibu kan di rumah sakit, uwa juga di sana. Kenapa aku malah kemari. Sendirian pula".
Zaki segera memencet nomor telepon uwa Daris berharap ada jawaban.
Setelah beberapa kali berusaha menelepon, akhirnya uwa Daris jawab panggilan telepon Zaki.
"Halo assalamualaikum uwa".
"yaa waalaikumsalam nak. Kamu sudah sampai di mana?" ucap uwa Daris di seberang telepon sana.
"Uwa, Zaki lupa kalau kalian di rumah sakit. Saya di rumah ini wa. Di kunci nggak yaa".
"Sebentar uwa tanya ibu mu dulu".
Uwa Daris pun membangunkan adiknya Bu Munah.
"Ki, kata ibu kunci nya di atas ventilasi pintu atas".
Zaki segera meraba bagian atas pintu.
"Ada nak?" tanya uwa lagi.
"Ada wa. Besok aku baru ke rumah sakit yaa wa".
"Besok neng sudah boleh pulang Ki. Kamu tunggu saja di rumah nggak usah nyusul yaa".
"Oh begitu wa, syukur deh wa kalo neng sudah sehat mah".
Zaki merasa sedikit tenang karena adik nya sudah boleh pulang dari rumah sakit. Itu artinya neng sudah sehat bukan?
"Sebaiknya aku bawa masuk dulu barang bawaan".
Zaki sibuk membuka bagasi, mengeluarkan koper dan juga banyak oleh-oleh dari kota.
Sebenarnya Zaki setiap tahun membeli hadiah untuk di bawa ke kampung, namun hati nya belum mantap untuk mudik.
Nah saat ini dia bawa semua hadiah yang ia simpan bertahun-tahun lamanya, sampai penuh mobilnya.
Butuh waktu untuk menurunkan semua barang bawaan.
Saking sibuk nya, Zaki sampai lupa rasa takut yang tadi ia rasakan.
Karena desa nya masih gelap dan hening.
Rumah berikut nya terlihat, namun jauh.
Cahaya terlihat dari kejauhan, cahaya yang tidak terlalu terang.
Zaki menoleh sekilas ke rumah itu, rumah uwa Daris dan istri nya tinggal.
Dari rumah Bu Munah, masih terlihat teras rumah tersebut meskipun tidak terlalu jelas.
Setelah semua barang bawaan nya turun, dia ingin masuk lalu menutup pintu.
Tapi sebelum menutup pintu, ia melihat ada perempuan duduk di kursi teras rumah uwa Daris.
"Loh uwa nyai ngapain duduk di depan tengah malam gini".
Zaki pun mengeluarkan ponsel nya lalu mengambil gambar uwa nyai yang sedang duduk.
Lalu ia kirim ke nomor uwa Daris dengan pesan juga
ia menuliskan pesan "uwa nyai kenapa duduk depan teras, apa lagi nunggu saya ya wa?"
Setelah pesan nya terkirim, pintu di tutup kemudian Zaki membersihkan diri sebelum tidur.
Zaki tidur di kamar dia sewaktu dulu.
"Ternyata ibu selalu merapihkan dan beresin kamar ku yaa". Kamar itu sangat bersih dan rapih.
Kasur nya pun wangi dengan sprei yang baru di cuci seperti nya.
"Pasti ibu kangen banget sama aku. Kamar ini wangi seperti habis di bersihkan. Semoga ibu senang dengan oleh-oleh yang ku bawa ".
Zaki merebahkan tubuh nya, lalu dengan cepat terlelap.
Belum lama terlelap, di dalam mimpi Zaki melihat perempuan yang ia pikir uwa nyai sedang duduk di kursi teras rumah uwa Daris.
Persis seperti yang tadi ia lihat.
Mimpi nya itu saja sepanjang malam ini.
Saat adzan subuh berkumandang, Zaki terbangun.
"Selama tidur kok mimpi nya itu doang yaa. Aneh banget".
Tanpa memikirkan mimpi nya, dia menuju toilet kemudian mandi lalu melaksanakan ibadah.
Setelah sholat, ia membongkar tas belanja yang berisi makanan dan camilan.
Perutnya terasa lapar, ia menyusun makanan yang ia bawa di dapur.
Koper nya ia bawa masuk ke kamar lalu ia susun baju bajunya.
Peralatan kerja nya pun dia susun rapih di meja belajar nya dulu.
Oleh-oleh yang ia bawa, ia rapihkan di atas meja ruang keluarga.
Sampah-sampah plastik ia kumpulkan lalu ia buang ke tong sampah yang ada di depan rumah.
Saat ia keluar, matahari mulai muncul sedikit. Memberikan cahaya remang-remang di pagi hari.
Kemudian ia menoleh ke rumah uwa nya, betapa terkejut nya ia melihat uwa nyai masih duduk tegak di kursi teras nya.
"Lah uwa nyai masih di situ kenapa".
Akhirnya Zaki memutuskan untuk menelepon uwa Daris, ia takut terjadi sesuatu pada uwa nya itu.
Satu panggilan saja langsung di jawab telepon nya.
"Halo nak, ada apa?"
(Mampir dulu kang beli sarapan)
Deegggg
Lidah Zaki rasanya kelu.
Ia kenal betul suara itu, suara yang ngajak beli sarapan.
"Halo, Zaki. Ada apa nak? Zaki".
Zaki membeku sambil menatap perempuan yang duduk di teras itu.
Tangan nya sampai tak bisa bergerak untuk sekedar memencet tombol off pada ponsel nya.
"Zaki, uwa kira-kira satu jam lagi sampai rumah. Kamu baik-baik yaaa".
Telepon pun terputus.
"Hai nak Zaki yaa ini ?".
Zaki pun langsung tersentak saat bahu nya di sentuh.
Zaki langsung bisa menggerakkan tubuhnya.
"Nak, kenapa ? Ada apa?" tanya pak min.
"Ah itu pak, uwa nyai dari semalem duduk di teras. Kenapa ya".
Pak min pun menoleh...
"Loh uwa kamu kan di rumah sakit Ki. Nggak ada orang di rumah ".
Pak min merasa ada yang tidak beres.
"Yuk duduk dulu, bapak ambilkan minum yaa".
Zaki yang masih syok mengangguk saja.
Pak min ke dapur ambil air, dan Zaki masih terus menatap teras rumah uwa nya.
'Kenapa cuma aku yang lihat?'. batin Zaki.
'Dia masih duduk tegak di sana. Maksudnya apa?'.
"Ini nak minum dulu ayo"
Zaki pun meminum air dari pak min kemudian ia lunglai lalu pingsan.
Pak min menelepon uwa Daris dengan ponsel Zaki yang tadi masih menyala.
Pak min memberitahu kondisi Zaki saat ini.
Zaki di bawa masuk ke dalam, lalu di baringkan di sofa rumah nya.
Pak min menunggu uwa Daris dan Bu Munah di teras rumah.