NovelToon NovelToon
Celine Juga Ingin Bahagia

Celine Juga Ingin Bahagia

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Trauma masa lalu
Popularitas:778
Nilai: 5
Nama Author: *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*

Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kakak ku akhirnya pergi...

Mendengar Celine bicara seperti itu membuat Felix tertawa dengan keras, ternyata dia mempercayai apa yang dikatakannya.

Celine menatap kakaknya itu dengan heran tapi sekaligus kesal "Kenapa kakak tertawa seperti itu?" matanya menyipit dan suaranya terdengar tak bersahabat karena ditertawakan.

"Tidak, tidak. Kakak hanya merasa lucu bagaimana kamu bisa percaya dengan kata-kata kakak Celine." dia kembali tertawa masih merasa geli dengan perkataan adiknya.

Celine pun menatapnya dengan kesal "Huh, dasar!" dia menatap kakaknya itu dengan tatapan sinis yang jarang dia tunjukkan.

Felix yang melihat tatapan adiknya itupun segera berhenti tertawa "Kamu tampak sangat galak seperti itu" dia mencubit pangkal hidung adiknya.

"Habisnya kakak selalu menertawakan aku!" serunya terdengar sedikit kesal.

"Kakak... hanya merasa lucu mendengarnya Celine" dia menunjukkan senyuman lebarnya pada adiknya.

Celine hanya memanyunkan bibirnya dan menatapnya dengan sinis, jarang-jarang dia merasa kesal pada kakaknya itu.

Felix yang tadinya menatap Celine, melihat jam di ponselnya. Waktu sudah sore dan tampaknya dia sudah harus berangkat pergi.

Dia duduk di tempat tidur adiknya, yang diikuti oleh Celine untuk duduk.

Seolah paham dengan apa yang terjadi Celine menarik tangan Felix dan menggenggam nya erat. "Kakak sudah harus pergi ya?" gumamnya dengan tatapan yang menyiratkan kesedihan.

Felix mengangguk "Iya, Celine" tangan satunya berada di atas kepala adiknya dan mengelusnya dengan pelan.

"Kapan... Kakak akan kembali?"

Felix menghela nafas "Kakak belum tahu, Celine" balasnya dengan suara yang sama pelannya.

"Aku berharap, kakak segera kembali agar aku bisa punya teman lagi!" serunya

Felix menatap mata adiknya itu dengan lekat, mengusap pipinya dengan ibu jarinya. "Celine kan masih ada teman di sekolah, dan lagi dirumah ada bibi Erina yang akan menemani Celine" dia mencoba menenangkan adiknya itu.

"Iya... memang apa yang kakak katakan benar. Tapi, teman ku yang benar-benar teman adalah kakak seorang, tahu!" suaranya terdengar menahan tangisan tapi matanya tampak galak, hanya tidak ingin kakaknya menyadari kesedihannya.

"Kakak janji, kakak akan sering-sering menelpon Celine di sini. Dan lagi, kakak akan sering-sering menyuruh paman untuk melihat Celine supaya Celine memiliki teman, oke!" serunya dan mengangkat satu tangannya, hanya ingin agar adiknya memberikan tos di tangannya.

Celine yang tampak ragu sesaat hanya mengangguk dan dia pun menepuk tangan kakaknya itu. "Kakak janji cepat kembali dari sana, ya" suaranya bergetar, dia tampak ingin menangis segera tapi menahannya.

"Iya, kakak janji akan kembali dari kuliah kakak dengan cepat" dia mencium kening adiknya itu dan memeluknya dengan erat.

Dan akhirnya beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil barang-barang di kamarnya yang sudah dia kemas sebelumnya.

Celine hanya mengurung diri di kamarnya, tak ingin pergi keluar karena akan ada papa dan mama sambungnya dibawah. Dia masih merasa marah karena kejadian hari ini.

Bukan tanpa sebab, tapi Celine sendiri tahu dengan apa yang dikatakan oleh papanya sebelum masuk ke dalam rumah. Yaitu, tentang pergi ke sekolah Anastasya.

Celine jelas tahu papa nya itu mendatangi acara hari ayah di sekolah Anastasya alih-alih pergi ke sekolahnya. Dan... Celine diabaikan seolah-olah tidak pernah ada.

Dia pun hanya bisa menatap pintu kamarnya, ingin sekali dia pergi untuk mengucapkan salam perpisahan pada kakaknya itu. Tapi, dia tak ingin melihat mereka.

Celine pun mengurungkan niatnya untuk pergi dan memilih duduk diam di kamarnya, dia akan menelpon kakaknya saat sudah sampai di sana saja, pikirnya.

...****...

"Pa, aku pergi dulu" kaki Felix melangkah ke luar rumah menuju mobil yang sudah menunggu nya.

"Hati-hati di jalan, Felix" ucapnya sambil menatap kepergian anaknya itu.

Sebelum benar-benar pergi, Felix berbalik menatap ayahnya. "Pa..." panggilnya pelan.

Damian menaikkan alisnya saat melihat Felix berbalik dan bicara padanya "Ada apa?" tanya nya pelan.

"Tolong... Bersikap adil lah pada orang dirumah kita" kalimat itu jelas merujuk pada adiknya Celine, yang selalu merasakan ketidakadilan dirumahnya sendiri.

Damian yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang dan menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan Felix.

Felix yang tak tahu harus berkata apapun lagi akhirnya berbalik dan menuju ke mobil. Memasukkan kopernya ke dalam bagasi dan segera menutupnya sebelum dia akhirnya duduk di kursi penumpang.

Damian hanya menatapi mobil yang yang perlahan keluar dari gerbang rumahnya. Tanpa sadar Valora sudah ada di belakangnya dan mengagetkan nya.

"Sayang..." Valora memegang pundak Damian dengan lembut.

Damian pun berbalik dan menatap istrinya itu. "Ada apa? Kamu butuh sesuatu?" tanya nya dengan suara lembut.

"Tidak, hanya saja... Aku tidak begitu suka bagaimana Felix selalu ingin kamu perhatikan pada anak sial itu" ucapnya dengan sedikit sinis.

Damian lagi-lagi hanya menghela nafas panjang. "Ku pikir, Felix melakukan itu hanya karena tidak ingin adiknya merasa diabaikan lagi oleh kita"

"Tidak! Aku tidak ingin memperlakukan dia dengan baik!" tegasnya. Suaranya yang tadinya lembut berubah 360° menjadi keras dan kasar.

"Bagaimana bisa kamu memperlakukan anak sial itu dengan baik, sementara dia yang menyebabkan Isabella mati?!" tegasnya.

Damian sedikit terkejut dengan nada keras yang tak pernah dia dengan dari Valora sebelum nya. Tapi, lagi-lagi dia mendengarkan kata istri keduanya itu.

Alih-alih memberikan Celine kasih sayang, Damian terus menghujami nya dengan cacian dan makian. Bukan tanpa alasan, tapi karena selalu mendengarkan perkataan istri keduanya itu.

Entah apa maksud Valora selalu bersikap seperti itu pada Celine, tapi tampaknya dia hanya tidak ingin kasih sayang Damian lebih besar kepada anak kandungnya ketimbang dengan Anastasya yang bukan anak Damian.

Valora selalu menghasut Damian untuk membenci Celine, anak paling kecilnya itu. Dan Damian selalu mengikuti perkataan istrinya yang egois itu.

...****...

"Kakak sudah pergi apa belum ya?" Celine yang berbaring di kamarnya sambil menatap langit-langit. Penasaran apakah Felix sudah pergi apa belum.

Tak lama, suara ketukan pintu mengagetkan nya. Dia pun cepat-cepat turun dan membukakan pintu.

"Siapa?" dia membuka perlahan pintunya hanya memberikan sedikit celah.

Setelah dia melihat ternyata itu bibi Erina yang menunggunya di depan dengan wajah tersenyum. "Nona Celine!" serunya sambil berbisik.

Celine pun membuka pintunya lebih lebar. "Ada apa, bi mencari ku?" dia menyuruh bibinya untuk masuk.

"Ini" dia menyodorkan sebuah ponsel baru kepada Celine.

Celine menatap ponsel itu beberapa saat sebelum dengan tangannya dia mengambilnya.

"Ini... kenapa bibi memberikan ini padaku? Dari mana bibi mendapatkan nya?" tanya nya sedikit penasaran.

"Yah... Tadi tuan Felix yang memberikan nya pada bibi, katanya antarkan pada nona Celine kalau dia sudah pergi." bibi Erina menjelaskan.

"Tapi kan bi, ini baru. Darimana kakak membelikannya? Maksud ku, uangnya"

Bibi Erina tertawa kecil mendengar pertanyaan nya "Nona tidak perlu khawatir, karena sebenarnya paman nona, yaitu tuan Ricardo memberikan nya pada tuan Felix sebelumnya." dia menambahkan.

Celine pun menatap ponsel itu dengan tatapan kagum sekaligus senang. Dia tak pernah mendapatkan ponsel dari ayahnya alasannya karena dia masih di bangku persekolahan dan tidak boleh memegang ponsel.

"Jadi... Ponsel ini, paman berikan padaku ya bi?" dia mencoba meyakinkan

Bibi Erina mengangguk cepat. "iya, ini untuk nona dan nona harus menjaganya dengan baik."

Setelah itu bibi Erina pun kembali turun kebawah, takut-takut Damian tahu dia ada dikamar Celine dan akan marah pada mereka.

1
Musri
baru awal aja dh suka,mudah2n alur ceritanya bagus GK berbelat Belit...semangat Thur💪🫰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!