NovelToon NovelToon
Selalu Mengingatmu

Selalu Mengingatmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Idola sekolah
Popularitas:234
Nilai: 5
Nama Author: Fayylie

Olivia pernah memberanikan diri melakukan hal paling gila di hidupnya: menyatakan perasaan ke cowok populer di sekolah, Arkana. Hasilnya? Bukan jawaban manis, tapi penolakan halus yang membekas. Sejak hari itu, Olivia bersumpah untuk melupakan semuanya, terlebih dia harus pindah sekolah. Namun, dia pikir semua sudah selesai. Sampai akhirnya, takdir mempertemukan mereka lagi di universitas yang sama.
Arkana Abyaksa—cowok yang dulu bikin jantungnya berantakan. Bedanya, kali ini Olivia memilih berpura-pura nggak kenal, tapi keadaan justru memaksa mereka sering berinteraksi. Semakin banyak interaksi mereka, semakin kacau pula hati Olivia. Dari sana, berbagai konflik, candaan, dan rasa lama yang tak pernah benar-benar hilang mulai kembali muncul. Pertanyaannya, masih adakah ruang untuk perasaan itu? Atau semuanya memang seharusnya berakhir di masa lalu? Dan bagaimana kalau ternyata Arkana selama ini sudah tahu lebih banyak tentang Olivia daripada yang pernah dia bayangkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fayylie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 8

Siang itu taman kampus rame tapi adem. Pepohonan rindang bikin suasana sejuk, beberapa mahasiswa nongkrong sambil nugas, ada yang rebahan di rumput, ada juga yang sibuk foto-foto buat konten.

Di salah satu bangku panjang, Olivia duduk bareng Stefan dan Nayla. Di meja kecil depannya ada gelas plastik minuman boba dan sisa gorengan dari kantin.

“Gila, panas banget hari ini. Kayak hati lo, Liv, abis kegep nontonin video Arka.” Stefan langsung nyeletuk begitu duduk.

Olivia langsung semprot. “ANJIR VAN! Jangan dibahas lagi, sumpah gue malu kalo inget!”

Nayla ngakak sampai hampir tumpahin minumannya. “Tapi serius deh, Liv. Kocak juga kalau diinget.”

Olivia nutupin muka pakai tangan. “Kenapa sih kalian selalu bahas itu? Kan udah lewat.”

“Belum lewat lah,” Stefan nyengir. “Itu bahan gosip se-fakultas kali. Video promosi lo sama Arka tuh mirip banget. Semua orang ngomongin. Lo sadar nggak, kemarin di kantin ada yang bisik-bisik nyebut nama lo sama Arka barengan?”

“Hah?!” Olivia langsung mendelik. “Serius lo?!”

“Iya. Gue aja sampe hampir ketawa, tapi gue tahan biar lo nggak makin malu,” Stefan jawab enteng sambil ngunyah risol.

Olivia makin nyungsep. “Sial… kenapa hidup gue harus begini.”

Nayla masih ketawa-ketawa. “Yaudah lah, Liv. Ambil positifnya aja. Setidaknya nama lo naik. Orang-orang jadi inget lo.”

“Naik apaan? Naiknya gara-gara disangkain nyontek jawaban Arka. Itu mah jatohnya aib,” Olivia ngedumel.

Stefan langsung nimbrung, “Eh, tapi kalau dipikir-pikir… jangan-jangan Arka yang nyontek lo.”

Olivia langsung nengok, sinis. “Apaan sih, Van.”

“Lah, siapa tau? Kan lo lebih dulu bikin videonya. Jadi bisa aja dia terinspirasi sama jawaban lo,” Stefan berteori sok serius.

Nayla ngakak. “Inspirasi dari mana, jawabannya cuma kopi, pantai. Kayak orang lagi main this or that di TikTok.”

“Ya tetep aja,” Stefan ngotot. “Gue nggak percaya itu kebetulan. Antara dia sengaja bikin mirip atau… dia pengen nyolek lo.”

Olivia langsung lempar tatapan tajam. “Nyolek pala lo. Nggak ada hubungannya.”

“Eh, eh, tapi serius,” Nayla tiba-tiba nyeletuk, kali ini nadanya agak serius. “Kalau dipikir lagi… ini tuh kayak pertanda, Liv. Lo sama dia tuh udah nyambung dari dulu, bahkan tanpa lo sadarin.”

Olivia bengong sepersekian detik. “Nyambung gimana maksud lo?”

“Ya… lo tau sendiri,” Nayla angkat bahu. “Dulu lo pernah suka sama dia kan? Terus sekarang, di momen random kayak gini, lo sama dia ngasih jawaban yang sama persis. Itu kayak semesta lagi nge-remind lo sesuatu.”

Stefan langsung manggut-manggut dramatis. “Bener banget! Ini kayak film romance Netflix. Tokoh ceweknya denial, tapi tanda-tanda udah jelas.”

“ANJIR jangan lebay, sumpah.” Olivia langsung ngelempar sedotan bekas ke arah Stefan.

Stefan nggak peduli, malah makin semangat. “Gue tanya serius ya. Lo udah pernah ngobrol sama Arka soal perasaan lo dulu?”

Pertanyaan itu bikin Olivia langsung kaku.

“Maksud lo? Ngobrol… soal itu?” Olivia nyoba ketawa kecil. “Nggak lah. Ngapain juga? Itu kan udah lama. Udah lewat.”

“Ya lewat sih, tapi nggak pernah ditutup,” Stefan jawab cepat. “Makanya sekarang lo sama dia jadi awkward terus. Kayak ada bom waktu yang nunggu meledak.”

Nayla ikutan nimbrung. “Bener. Liv, lo harus ngomong. Minimal biar clear. Lo bilang aja kalau itu udah masa lalu, lo udah move on. Jadi nggak ada beban lagi.”

Olivia menggigit bibir. “Tapi… kalau gue ngomong, bukannya malah bikin makin canggung? Bayangin aja, tiba-tiba gue nyamperin dia, terus bilang ‘eh Ka, dulu gue emang suka sama lo, tapi sekarang udah move on’. Mana bisa gue ngomong gitu?”

Stefan ngakak keras. “Ya jangan gitu cara ngomongnya lah, bego! Lo bisa bikin versi halusnya. Kayak, ‘gue dulu pernah kagum sama lo, tapi itu udah lewat, sekarang tolong jangan dibahas lagi’. Nah, gitu misalnya. Simple.”

Nayla setuju. “Iya, Liv. Lagian kalau lo diem terus, lo bakal terus kepikiran. Mending sekalian lo buka topiknya, biar hati lo juga lega.”

Olivia diem, mainin sedotan plastik di tangannya. Jantungnya berdegup lebih cepat. Dia nggak pernah benar-benar mikirin buat ngomong soal itu langsung ke Arka. Selama ini, pilihannya cuma menghindar.

“Tapi… harus banget ya?” Olivia akhirnya bersuara pelan.

Stefan langsung nunjuk Olivia pake risol sisa setengah. “HARUS! Demi kedamaian kampus ini.”

“Demi kedamaian apaan, bego.” Olivia melotot.

“Ya biar lo nggak digosipin terus. Biar lo nggak kepikiran terus. Dan biar gue juga nggak pusing liatin lo drama sama dia tiap hari,” Stefan ngegas sok bijak.

Olivia ngelirik Nayla, berharap ada jawaban lebih waras. Tapi Nayla malah ngangguk mantap. “Gue setuju. Mending lo ngomong sekarang juga. Daripada nanti malah makin ribet.”

“Sekarang?!” Olivia langsung panik.

Belum sempet dia nolak lebih jauh, Nayla tiba-tiba melirik ke arah kiri taman. Matanya langsung melebar.

“Eh… bukannya itu Arka?” Nayla nyeletuk.

Olivia refleks nengok. Dan bener aja—nggak jauh dari mereka, Arkana lagi jalan santai bareng seorang cowok lain. Setau Olivia itu kayaknya temen satu SMA dulu, Olivia gak kenal tapi pernah lihat sering bareng Arkana. Namanya Daniel, kalau nggak salah.

“Anjir…” Olivia langsung keringetan dingin. “Kenapa timing-nya harus sekarang sih?!”

Stefan malah makin semangat. “WOI! Ini kesempatan lo! Ayo, Liv. Jangan nunggu-nunggu lagi. Lo samperin dia sekarang, terus obrolin.”

Olivia langsung geleng keras. “NGGAK MAU. Gue belum siap.”

“Siap nggak siap, harus siap.” Stefan berdiri, setengah maksa. “Gue sumpah nggak bakal biarin lo kabur lagi. Ini momen emas.”

Nayla ikut dorong-dorong pelan bahu Olivia. “Liv, ayolah. Lo nggak perlu ngomong panjang. Cukup bilang lo mau ngobrol bentar. Sisanya ngalir aja.”

Olivia makin panik. “Gila lo semua! Gue keringetan nih, sumpah.”

Tapi kedua temennya nggak kasih celah. Stefan udah berdiri di samping Olivia, Nayla udah nyengir penuh arti.

“Liv, denger. Kalau lo nggak maju sekarang, gue bakal teriak ke seluruh taman kalo lo dulu pernah suka sama Arka,” Stefan ancam.

Olivia melotot kaget. “JANGAN GILA VAN!”

“Yaudah, maju dong.” Stefan nyengir.

Olivia akhirnya mendesah panjang. “Ya Tuhan… kenapa temen gue isinya provokator semua.”

Dengan langkah berat, Olivia bangkit dari bangku. Tangannya dingin, jantungnya deg-degan kayak mau sidang skripsi. Dia jalan pelan ke arah Arka dan Daniel, yang sekarang lagi berhenti sebentar di dekat pohon besar.

Olivia manggil dengan suara agak serak. “Arka.”

Arkana langsung nengok. Wajahnya datar, tapi matanya fokus ke Olivia. Daniel sempat melirik sebentar, lalu senyum tipis. “Gue cabut duluan, Ka.”

“Ya,” Arka cuma jawab singkat. Daniel pun pergi ninggalin mereka berdua.

Sekarang tinggal Olivia dan Arka. Jarak mereka cuma beberapa meter, tapi rasanya kayak ada tembok tinggi di antara. Suasana sekitar masih rame, tapi di telinga Olivia, semua suara mendadak menghilang.

Dia berdiri kaku, Arka juga diam. Mereka saling tatap, nggak ada yang buka suara duluan.

Olivia ngerasain tenggorokannya kering. Stefan dan Nayla dari kejauhan melambai-lambai, nyuruh dia ngomong. Tapi lidah Olivia seakan beku.

Hening.

Sampai akhirnya—

“…”

1
Sara la pulga
Gemesinnya minta ampun!
Nụ cười nhạt nhòa
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
°·`.Elliot.'·°
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!