NovelToon NovelToon
Menikahi Adik Sang Mafia

Menikahi Adik Sang Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Obsesi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ericka Kano

Ivy Cecilia, seorang perawat yang bertugas di salah satu rumah sakit harus rela kehilangan sang suami dalam kecelakaan tunggal saat pulang dari rumah sakit. Pesan terakhir suaminya adalah jasadnya harus dikebumikan di tanah kelahirannya, Tondo, di negara Filipina. Demi rasa cintanya, Ivy pun menyanggupi. Dengan membawa dua anak mereka yang masih kecil, Ivy mengurus keberangkatannya membawa jenazah suaminya ke Filipina. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Ivi berniat tindak lama di sana. Selesai misa pemakaman Ivi akan kembali ke Indonesia.

Namun, yang menanti Ivy di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Bukanlah pertemuan dengan keluarga mertua yang seperti biasa. Kegelapan, darah, amarah, dan jebakan paling menyiksa sepanjang hidupnya sudah menanti Ivy di Tondo, Filipina.

Apakah Ivy berhasil melalui itu semua dan kembali ke Indonesia?

ataukah Ivy terjebak di sana seumur hidupnya?

Ayo, temani Ivy berpetualang di negeri seberang, Filipina, melaksanakan pesan terakhir mendiang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 : Percobaan Kabur Kedua

Ivy mengurung diri di kamar. Dia baru saja selesai berdoa novena untuk arwah suaminya. Selasai berdoa, dia membuka galeri hp dan melihat foto-foto Rafael.

"Kenapa kamu tidak pernah jujur tentang latar belakangmu sayang.. Kenapa kamu membuat aku dan Aiden harus terjebak di sini," air matanya menetes. Air mata kesedihan dan keputusasaan menjadi satu. Tiba-tiba dia teringat Bella. Tapi dia belum mengganti SIM card nya. Dia bingung bagaimana harus menghubungi Bella. Percobaan lari yang pertama membuat keluarga Vergara lebih ketat menjaga dia dan Aiden. Gerak-geriknya diawasi.

Pintu kamarnya diketuk.

"Masuk!," seru Ivy.

Sofia masuk membawa sebuah gaun.

"Kak Ivy, harus siap-siap. Sebentar lagi kita akan ziarah ke makam kak Rafael. Ini sudah hari ke-9. Di sini kami punya keyakinan bahwa di hari ke-9 roh orang yang sudah mati akan pergi melakukan perjalanan panjang. Jadi kita harus mendoakannya di kuburan," Sofia membawa sebuah gaun hitam panjang.

"Aku masih punya stok baju hitam, Sof. Kenapa harus repot membawakan gaun,"

"Ibu yang pilihkan kak. Kakak tahu kan, pilihan ibu adalah perintah. Jadi pakai saja. Mungkin satu jam lagi kita akan menuju ke makam,"

Ivy memandangi gaun itu. Otoritas Nyonya Christina sangat terasa. Jadi mau tidak mau dia harus mematuhinya. Dia mulai bersiap. Berdandan setipis mungkin.

Selesai berdandan, Ivy menuju lantai satu. Dari tangga sayap-sayap dia mendengar suara Nyonya Christina sedang mengobrol dengan seseorang.

"Kalau bukan karena menikahi wanita itu tidak mungkin Rafael memilih lari ke Indonesia. Aku sudah pilihkan tempat yang bagus untuknya di Selandia Baru. Kenapa dia harus memilih ke Indonesia,"

"Nasi sudah menjadi bubur, Nyonya. Bersyukur Tuan Rafael masih sempat memiliki anak," timpal wanita yang satunya, Connie. Kepala pelayan di rumah ini. Wanita berusia sekitar 40 tahun, berbadan gemuk dan memiliki wajah sangat jutek.

"Wanita itu sudah masuk ke dalam kehidupan keluarga kami. Tidak mungkin melepaskannya. Aku punya rencana...,"

"Glandma....," Aiden berlari ke arah Nyonya Christina. Dia sudah selesai didandani Maya. Maya kini jadi suster buat Aiden.

"Cucu Grandma," Nyonya Christina menyambut Aiden dan langsung menggendongnya.

Ivy yang tadi menguping dari balik tangga, segera turun agar tidak menyolok.

"Hai semuanya," sapa Ivy. Nyonya Christina menengok ke arah Ivy. Gaun yang dipilihkannya begitu cocok di tubuh Ivy. Rambut panjang Ivy yang dibiarkan tergerai hanya diikat setengahnya dan dibiarkan beberapa helai di bagian depan membuat Ivy terlihat semakin manis.

"Apakah semua sudah siap, Connie? Kalau sudah, kita sebaiknya bergegas pergi sebelum hari lebih panas," ujar Nyonya Christina tanpa membalas sapaan Ivy.

"Mamaaa," Aiden melambai pada ibunya. Dia tetap dalam gendongan Grandma nya.

Tak berapa lama mereka semua sudah dalam mobil masing-masing. Seperti biasa, Ivy berada dalam mobil dengan Aiden dan Damon. Sedangkan yang lainnya, Ivy tidak tahu bagaimana formasinya karena ada sekitar lima mobil yang berjejer menuju makam selain mobil yang ditumpangi Ivy. Benar-benar rombongan besar untuk sekadar ziarah.

Begitu tiba di pemakaman, Damon membukakan pintu untuk Ivy. Ivy keluar dan matanya bertemu dengan mata Lukas. Tapi Lukas segera membuang mukanya.

Sombong, batin Ivy.

Mereka mendekati makam Rafael yang sudah selesai dibuat. Cukup megah hanya untuk sebuah makam. Tapi sepertinya dia adalah putra kesayangan Nyonya Christina jadi pantas saja dibuat sespesial itu.

Seperti biasa cuaca cukup terik padahal belum tengah hari. Beberapa penjaga memayungi Nyonya Christina, Ivy, dan yang lainnya. Nyonya Christina tampak menangis. Begitu pun Sofia. Tapi Ivy menatap nanar makam suaminya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya yang membuat dia tidak bisa menangis sekalipun rasa kehilangan masih sangat besar di hatinya.

"Aku masih ingin berlama-lama di kuburan anakku. Kalau kalian ingin istirahat di mobil silakan," ujar Nyonya Christina. Dia berjongkok dan memegangi nisan Rafael. Di sana dia menangis.

Aku tidak mau menangisi Aiden seperti ini kalau Aiden menjadi mafia dan harus mati di tangan musuh. Aku tetap harus pergi dari sini supaya Aiden tidak jadi mafia seperti mereka ini .

Tiba-tiba Ivy mendapat ide.

"Pak Damon, boleh kah aku dan Aiden beristirahat di mobil, kepalaku seperti nya sakit lagi," ujar Ivy setengah berbisik.

"Tentu saja, Madame. Akan kuantar ke mobil," Damon mengarahkan Ivy menuju mobil. Di sisi lain, Lukas memperhatikan setiap gerak gerik.

Ivy mengangkat Aiden dalam gendongannya.

"Nyonya Ivy ingin beristirahat. Kamu tetap dalam mobil," perintah Damon kepada supir.

"Baik, Pak,"

Ivy mulai memainkan perannya seolah sangat pusing.

"Pak, apakah anda keberatan untuk menunggu di luar mobil saja? Saya tidak bisa istirahat dengan baik jika ada orang lain dalam mobil,"

"Eh tapi..,"

"Tidak apa-apa. Jangan jauh-jauh dari mobil. Aku hanya ingin istirahat. Lagi pula, saya ditemani anak saya,"

Setelah berpikir sejenak, supir itu pun keluar. Dia berdiri tak jauh dari mobil itu.

Ivy pun melangkah ke kursi supir. Mobil ini transmisinya otomatis. Jadi gampang untuk dikendarai Ivy. Dia pun mengundurkan mobil dan melesatkan mobil keluar dari area makam. Supir menjadi panik. Begitu pun para pengawal yang tadi sempat belum ngeh dengan yang terjadi kini langsung bergerak. Damon yang mendapat info dari HT nya langsung mengambil alih satu mobil dan mengejar Ivy.

"Ada apa?," tanya Lukas pada pengawalnya karena melihat beberapa orang berlarian menuju mobil.

"Nyonya Ivy melarikan diri dengan mobil. Pengawal sementara mengejar," jawab pengawalnya

"Damn!!," Lukas mengepalkan tangannya dan segera berlari ke arah mobilnya.

Kejar-kejaran pun tidak dapat dihindari. Ivy tidak tahu sama sekali jalanan yang dia lalui. Baginya dia harus pergi jauh dari keluarga Vergara. Dia menancapkan gas. Melalui jalanan dan rumah-rumah penduduk. Kini dia melewati jalanan sunyi berbukit dan di sebelahnya jurang. Jalan itu sempit sehingga mobil di belakang tidak bisa mendahului. Tiba-tiba dari arah bukit ada yang menembak. Ivy terkejut dan sempat membanting stir ke kiri. Untungnya dia masih bisa menyeimbangkannya sehingga tidak jatuh ke jurang. Orang itu menembak lagi. Ivy menghindar lagi. Terlihat dari kaca spion mobil di belakang Ivy membalas tembakan dari arah bukit.

"Kenapa mereka saling tembak? Apakah yang dari bukit itu orang lain?," Ivy berbicara pada diri nya sendiri.

Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena mobil di belakangnya sudah hampir mencapainya.

Ivy menginjak rem tiba-tiba. Di depannya ada mobil melintang dengan beberapa orang penembak.

"Siapa mereka ya, Tuhan," mereka menembaki ban mobil Ivy dan seketika keempat ban mobil langsung kempes.

Ivy menjadi panik. Salah satu dari orang itu, seorang pria berambut kriting dengan hidung mancung menggunakan jas garis-garis sambil membawa pistol mendekati mobil Ivy.

Mobil yang di belakang Ivy seolah memberi jarak karena tahu ada bahaya di depan.

Ivy semakin panik karena si rambut kriting mengetuk jendela kaca mobilnya.

Ivy menggeleng kepala. Tidak mau membuka pintunya. Ivy tidak mengenal mereka.

Damon melihat Benjamin mendekati mobil Ivy segera menginstruksikan melalui HT supaya pengawal di mobil belakang bersiap karena musuh mereka menghadang di depan.

Mobil Lukas berada di paling belakang dari barisan kejar-kejaran. Melihat mobil di depan berhenti dia tahu ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Dia segera mengambil pistolnya.

"Buka!," pria bernama Benjamin mengetuk kaca lebih keras

Ivy mulai menangis ketakutan. Dia memegang tangan Aiden dengan kuat.

"Buka atau ku pecahkan!," seru Benjamin dengan mengetuk lebih keras lagi. Melihat sudah terdesak, Ivy terpaksa membuka pintu mobilnya. Dia keluar menggendong Aiden dengan wajah penuh ketakutan.

"Wahahaha, selamat datang Nyonya Rafael Vergara di Pearl of Oreant Seas ( julukan untuk Filipina),"

Melihat Ivy sudah keluar dari mobil, Damon, Pengawal, dan Lukas pun keluar dari mobil sambil mengangkat senjata.

"Ouww, Vergara's guard. Sabar bro. Kami hanya ingin menjemput nyonya Rafael dan anak tuan Rafael tentunya. Kami tidak ingin cari gara-gara," Benjamin berbicara sambil tertawa sinis. Memperlihatkan gigi emasnya yang ada di deretan depan atas.

"Kami peringatkan untuk tidak melakukan hal di luar batasanmu, Benjamin," seru Damon

"Damon Abalos, tenang saja. Aku tidak sedang ingin berperang dengan kalian. Aku hanya ingin mengambil mereka berdua. Lagian, mereka sepertinya tidak betah dengan kalian. Jadi lebih baik dengan kami saja, hahaha", Benjamin kembali tertawa.

"Tidak semudah itu membawa anggota keluarga kami Benjamin," suara Lukas terdengar muncul dari belakang Damon. Kini posisinya berhadapan langsung dengan Benjamin. Melihat kedatangan Lukas, pengawal Benjamin langsung mengarahkan pistolnya kepada Lukas.

"Lukas Vergara, El Silencio . Sungguh suatu kehormatan bertemu dengan mu di situasi ini," Benjamin menatap Ivy dan Aiden, "Mereka sepertinya tidak ingin jadi anggota keluarga Vergara. Buktinya mereka ingin kabur,hahaha," Benjamin sengaja memancing kemarahan Lukas.

"Tuan, mundurlah. Biar ini saya yang urus," ujar Damon yang berada tepat di belakang Lukas.

Lukas tak bergeming. Pistolnya tetap diarahkan ke arah Benjamin.

Benjamin menarik kasar lengan Ivy agar Ivy lebih dekat padanya. Dia menodongkan pistol tepat di pelipis Ivy.

"Satu langkah maju sama dengan satu tembakan, Tuan Lukas, hahaha,"

"Kupastikan kau menyesal kalau sampai terjadi sesuatu pada mereka," ucap Lukas dengan tatapan tajam.

"Wow, mengancam rupanya. Aku tidak akan menyakiti mereka. Aku hanya akan membawa mereka," Benjamin menyeringai.

Benjamin berjalan mundur ke arah mobilnya sambil menarik lengan Ivy dan menodongkan pistol ke arah Ivy.

"Paman Yukas, tolong Aiden dan mama," Aiden berteriak sambil melihat ke arah Lukas. Lukas tahu dia tidak boleh gegabah. Sedikit saja salah perkiraan dia bisa membahayakan Ivy dan Aiden.

Lukas menghitung jumlah pengawal Benjamin mereka ada enam orang.

"Tunggu. Kenapa kamu hanya membawa mereka berdua. Bawa saja denganku sekalian," seru Lukas. Benjamin menghentikan langkahnya.

"Apa aku tidak salah dengar? Bisa kamu ulangi?," Benjamin tersenyum licik

"Bawa aku juga," Lukas membuang pistolnya ke tanah. Dia melangkah dengan perlahan sambil mengangkat kedua tangannya.

"Wait wait bro. Kami tidak ada urusan denganmu. Mungkin ayah punya urusan. Tapi urusanku hanya dengan dua orang ini,"

"Kenapa tidak sekalian Benjamin. Bukankah dari dulu kalian ingin menghancurkan keturunan keluarga Vergara?," Lukas tetap maju pelan-pelan ke arah Benjamin.

"Come on, bro. Aku tidak mau cari gara-gara denganmu. Kembali saja. Tugasku hanya untuk mereka berdua ini,"

Saat Benjamin membalikan badan akan masuk mobil dengan gerakan cepat, Lukas menarik Benjamin, membuat pistol Benjamin terlempar dan mengunci Benjamin dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya dengan cepat menarik pistol kecil yang tersembunyi di balik sakunya. Lukas lebih tinggi dan kekar dari Benjamin sehingga Benjamin tidak bisa melawan dengan tangan kosong. Kini Benjamin sudah berada di tangan Lukas.

"Lemparkan pistol kalian atau kepala Benjamin saat ini akan aku kosongkan," perintah Lukas kepada pengawal Benjamin.

Perlahan mereka menurunkan pistol mereka. Dan melempar pistol ke arah depan.

Damon segera maju mengambil Ivy dan Aiden membawa mereka ke mobil Lukas. Sementara pengawal Lukas maju dan mengunci pengawal Benjamin. Salah satu pengawal mengumpulkan pistol mereka.

"Jangan main-main dengan keluarga ku atau akan kubuat keluarga de La Cruz hanya menjadi legenda kenangan Tondo," bisik Lukas kepada Benjamin.

"Cih," Benjamin meludah membuat Lukas menjadi kalap. Dia memukuli Benjamin. Ivy menutup mata Aiden supaya tidak melihat adegan kekerasan yang dilakukan pamannya. Lukas memukul Benjamin membabi buta hingga wajahnya berdarah dan kakinya tidak bisa berdiri.

Lukas memberi tembakan ke langit. Pengawal Benjamin segera mendekati Benjamin, membantunya berdiri dan masuk ke dalam mobil. Mereka segera berputar arah.

Sementara Lukas menuju mobilnya sambil membetulkan dasinya.

Dia membanting pintu mobil.

Ivy yang duduk di belakangnya terkejut.

"Apa lagi yang kamu inginkan, Ivy?," suaranya terdengar sangat marah.

Ivy tidak berani menjawab. Lukas memutar balik mobil dan menjalankan mobil dengan kasar.

Ivy memeluk Aiden sepanjang perjalanan. Lukas tidak berkata apa-apa lagi. Sedangkan Ivy tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Nyonya Christina nantinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!