NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:360
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Setelah selesai makan, Velove segera beranjak dari tempat duduknya dan berlari menuju kamar mandi yang ada di sama. Perempuan itu sama sekali sudah tidak peduli dengan keberadaan si tuan rumah, Velove benar-benar tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh Dimas selama mereka makan.

Dengan perasaan malu dan juga perasaan dongkol yang ada dalam dirinya, Velove langsung masuk ke dalam kamar mandi. Perempuan itu baru teringat, dirinya merasa sangat bodoh karena lupa memompa ASl-nya dulu sebelum berangkat ke sini.

Tapi ini semua tentu saja salah Dimas, lelaki itu yang sudah menyuruhnya untuk buru-buru sampai dia melupakan hal itu.

Lantas perempuan itu menatap cermin di depannya, lalu mulai membuka kaosnya yang basah karena ASl-nya yang rembes. Kini bagian atasnya hanya tertutupi oleh dalaman yang ternyata juga ikut basah, Velove kemudian mengeluarkan kedua bongkahan kembarnya dari tempat itu, melihat cairan putih yang menetes dari ujungnya.

"Kenapa bisa banjir banget gini sih? Mana Pak Dimas kelihatannya sekarang mulai curiga lagi sama aku." Gerutu Velove sambil memijat lembut sebelah bongkahan kembarnya, berharap cairan itu keluar dengan banyak dan cepat habis.

Untungnya saja cairan itu keluar cukup banyak yang Velove biarkan jatuh pada wastafel di depannya. Sambil sesekali meringis, perempuan itu bergantian memijat bongkahan dadanya itu dengan perlahan.

"Sshhh..! Kenapa masih sakit aja ya rasanya." Ringis Velove.

Tanpa Velove tahu kalau sebenarnya Dimas mengikutinya dari belakang saat perempuan itu berjalan ke kamar mandi. Kini lelaki itu sedang berdiri di depan pintu kamar mandi yang membatasi keduanya, Dimas bisa mengdengar ringisan-ringisan yang keluar dari bibir sekretarisnya itu.

Dari tempatnya, Dimas mengernyit keheranan. Dia bingung dengan apa yang terjadi pada Velove dan tingkah aneh perempuan itu. Tangan lelaki itu terulur untuk membuka knop pintu kamar mandi, Dimas seakan tidak peduli dengan sikap kurang ajarnya ini.

Dan kesialan sepertinya sedang menimpa Velove, perempuan itu lupa mengunci pintu kamar mandi tadi. Begitu mendengar suara pintu yang terbuka, Velove langsung menoleh ke belakang, mendapati Dimas yang sudah berdiri di depan pintu.

Perempuan itu mematung di tempatnya, terpaku melihat Dimas yang kini tengah menatapnya. Begitu kesadarannya kembali dengan perlahan, Velove baru sadar kalau saat ini penampilannya lebih dari sekedar kata kacau.

Tubuh bagian atasnya yang hanya terbalut dalam, tapi dalaman tersebut sama sekali tidak berfungsi untuk menutupi area terlarangnya karena tadi dia yang mengeluarkan dua bongkahan kembarnya dari dalam sana.

Butuh waktu beberapa sekon untuk perempuan itu menyadari kemana arah tatapan atasannya saat ini, yaitu ke arah puncak dadanya yang masih mengeluarkan cairan putih.

"P—Pak Dimas?" Velove tergagap seraya menutupi tubuhnya yang terbuka itu.

"Jadi ini alasan kenapa baju kamu selalu basah?" Lelaki itu bertanya seraya membawa langkah kakinya untuk semakin mendekat pada sang sekretaris.

"Pak—saya..." Perempuan itu tidak tahu harus mengeluarkan kalimat apa sekarang.

Dimas melirik ke arah wastafel di belakang tubuh perempuan itu dan menemukan cairan putih yang berserakan di sana, itu karena Velove belum sempat membasuhnya.

Jika Dimas pikir-pikir tidak mungkin sekretarisnya itu memiliki anak bayi, sedangkan sudah dua tahun Velove menjadi sekretarisnya dan juga perempuan itu tidak pernah cuti lama, ditambah dia tidak pernah melihat perubahan yang menonjol pada tubuh sekretarisnya.

"Kamu nggak mungkin punya anak kan?"

"Pak Dimas ngapain masuk ke sini?" Bukannya menjawab, Velove malah balik bertanya pada lelaki itu.

"Kamar mandi ini punya saya kalo kamu lupa."

"Tapi Pak—"

Belum sempat Velove menjawab, Dimas sudah lebih dulu menyela perkataannya. "Jawab saya, kamu belum punya anak kan?"

Perempuan itu lantas menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Terus ini apa? Kenapa bisa kamu—ASl ini maksudnya apa?" Tanya lelaki itu seraya menatap ke arah tangan Velove yang sedang menutupi dadanya.

"Ini karena—" Velove tidak langsung melanjutkan kalimatnya, dia masih ragu untuk memberitahu Dimas. Tapi mau bagaimanapun dia sudah tertangkap basah oleh lelaki itu.

"—saya juga nggak tahu Pak, tiba-tiba ASl-nya keluar gitu aja." Lanjutnya.

Dimas di tempatnya menaikan sebelah alisnya, menatap bingung ke arah perempuan itu. Dia masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang sekretaris, menurutnya ini tidak masuk akal. Ya, Velove pun awalnya mengira ini hal yang sangat tidak masuk akal, tapi memang ini kenyataannya.

"Atau kamu sedang hamil?" Pertanyaan dari Dimas itu terkesan seperti sebuah tuduhan.

"Nggak!" Velove langsung membantahnya, beberapa saat setelahnya perempuan itu baru menyadari jika dia terkesan membentak atasannya karena suaranya yang meninggi.

"M—maksud saya, nggak Pak."

"Setahu saya ASl hanya bisa keluar pada perempuan hamil atau yang sedang mempunyai anak bayi."

"Saya juga nggak tahu Pak, baru kemarin lusa saya kayak gini. Saya udah cek ke dokter, tapi belum ada hasilnya." Velove mencoba untuk menjelaskan.

Perempuan itu seakan lupa dengan penampilan berantakannya saat ini di depan Dimas, padahal penampilannya kini jauh dari kata baik-baik saja.

Lelaki yang ada di depan Velove kini semakin membawa langkahnya mendekat pada perempuan itu, membuat jarak antara keduanya semakin terkikis.

"Saya mau lihat." Ucap Dimas dengan santainya seraya menjulurkan salah satu tangannya untuk menyentuh bongkahan kembar perempuan itu.

Velove yang mendengar dan melihat tangan sang atasan yang hendak menyentuh dirinya segera menepis dan menghindar. "Pak Dimas jangan kurang ajar ya!"

"Kalo saya kurang ajar, emangnya kamu mau ngapain?" Tanya lelaki itu seolah menantang Velove.

Mendengar pertanyaan dari Dimas membuat Velove termenung. Apa yang akan dia lakukan nantinya? Apa dia harus melaporkannya pada polisi? Apa mereka akan percaya dengan apa yang dia laporkan.

Melihat keterdiaman Velove, Dimas menggunakan kesempatan itu untuk meraih sebelah bongkahan kembar perempuan itu yang masih berusaha ditutupi oleh sang empu, tapi remasan kuat dari tangan besar Dimas masih begitu terasa walaupun bongkahan dadanya sudah ditutupi oleh telapak tangannya.

"Eughh! Pak—Bapak... mau ngapain?" Dengan menahan rasa sakit Velove mencoba untuk berbicara.

"Menurut kamu saya mau ngapain?" Kini Dimas semakin berani dengan meletakan kedua tangannya ke bongkahan Velove yang masih terhalang oleh telapak tangan perempuan itu.

"Sshh—arghh! Phaak... Dimas jangan aneh-aneh ya!"

Dimas tidak menanggapi hal itu, kini dia malah semakin kuat meremas bongkahan sang sekretaris walaupun terhalang oleh telapak tangan Velove. Lelaki itu mulai melihat cairan putih itu mulai menetes secara perlahan dari bongkahan perempuan itu kemudian menelusuri kulit perut Velove yang tidak dilapisi oleh apapun.

"Arghh—Pak!" Velove mengerang begitu merasakan remasan kuat yang diberikan oleh Dimas.

Melihat Velove yang mulai lengah karena menahan erangan, Dimas menggunakan kesempatan itu untuk menyingkirkan tangan sang sekretaris dan menguncinya di belakang tubuh perempuan itu.

"Akkh!" Velove memekik karena tindakan Dimas terhadapnya.

"Pak Dimas mau ngapain?! Lepasin Pak!"

"Ini akibatnya karena kamu udah ngegoda saya." Balas Dimas dengan tangan yang semakin menjelajah dada Velove.

"Ahhh! Pak..."

Velove mengerang karena remasan lelaki itu di bongkahan kembarnya semakin kuat. ASl-nya sudah merembes kemana-mana, Dimas yang melihat itu segera mendekatkan wajahnya ke ujung bongkahan Velove.

Lidah kasar lelaki itu meIumat di sana, sedangkan Velove hanya bisa berusaha menahan diri untuk tidak mengerluarkan suara yang menjijikan. "Hmmph...! Aahhh."

Dimas di sana semakin bersemangat, lelaki itu bahkan mulai menghisap cairan putih yang keluar dari puncak dada sang sektetaris. Velove yang sadar kalau atasannya itu sedang menghisap dan meminum ASl-nya sontak membulatkan matanya.

"Pak?! Sama Bapak diminum?"

Perempuan itu tidak mendapatkan jawaban, tapi Velove masih bisa merasakan hisapan dari Dimas di bongkahannya. Entah kenapa Velove merasa jika bongkahan kembarnya menjadi lebih ringan dari yang sebelumnya dan perempuan itu juga sudah mulai terbiasa dengan perlakuan dimana.

"Pelan-pelan, Pak." Ingat Velove karena Dimas begitu terburu-buru di dadanya.

Beberapa menit kemudian Dimas menghentikan aksinya dengan napas yang memburu, begitu juga dengan Velove. Kini rasa sakit di bongkahan kembarnya sudah lebih berkurang dari sebelumnya, apa ini karena ulah Dimas?

"Enak." Ucap lelaki itu seraya mengusap sisa cairan di ujung bibirnya.

Velove sontak melotot. "Pak Dimas!" Suara perempuan itu meninggi, tapi semburat merah di pipinya tidak bisa dia sembunyikan. "Bapak ngapain kayak gini?" Tanyanya seraya membenahi dirinya.

"Kamu duluan yang ngegoda saya."

"Saya nggak ngegoda Bapak!" Bantah perempuan itu karena memang dia benar-benar tidak melakukan hal itu terhadap sang atasan.

"Tapi saya merasa tergoda."

"Ya berarti emang itu salah Bapak, padahal saya sama sekali nggak ngegoda Pak Dimas." Balas Velove.

"Tapi kamu menikmatinya kan?" Tanya Dimas dengan sebelah alis yang terangkat ke atas.

Perempuan itu tidak bisa menjawab dan hanya terdiam di tempatnya, memang pada awalnya dia menolak tindakan lelaki itu tapi semakin lama dia juga mulai terbawa arus karena merasakan dadanya sudah tidak sesakit sebelumnya.

***

Setelah insiden di kamar mandi itu, Dimas meminjami Velove koas milik lelaki itu walaupun koas itu kebesaran di tubuh Velove tapi setidaknya dia tidak lagi memakai kaos yang basah.

"Pak Dimas, ada lagi yang perlu saya kerjain?"

Velove bertanya saat keduanya kini tengah duduk di sofa depan televisi, perempuan itu ingin segera pergi dari tempat ini. Pertanyaan dari Velove dibalas dengan sebuah gelengan dari sang atasan.

"Kalo gitu, apa saya bisa pulang sekarang Pak?"

"Jangan." Balas lelaki itu.

"Ya?" Mendengar jawaban singkat barusan dari Dimas membuat Velove mengerjap kebingungan.

"Maksud Pak Dimas apa?"

"Kamu nginep di sini."

Sontak perempuan itu membelalakan matanya. Apa kata Dimas? Menginap? Yang benar saja!

"Tangan saya masih sakit, masih susah untuk beraktivitas. Lagipula besok hari minggu."

Alasan! Tangan sakit tapi tadi lelaki itu masih bisa meremas dadanya dengan kuat. Bahkan Velove yakin kalau Dimas sama sekali tidak kesakitan, tapi kenapa lelaki itu malah beralasan demikian?

"Tapi tadi tangan Pak Dimas pas remes—eum maksud saya tadi di kamar mandi nggak kenapa-kenapa." Ucap Velove dengan canggung.

"Sekarang mulai terasa sakit lagi."

Hei? Apakah itu masuk akal? Jelas tidak!

"Saya harus pulang, Pak." Perempuan itu beranjak dari tempat duduknya tapi kemudian Velove kembali dibuat terduduk di atas sofa karena tangan kanan Dimas yang menahannya.

"Pak?!" Perempuan itu memekik karena terkejut.

"Apa?"

"Lepasin saya!" Velove berusaha melepaskan tangannya dari cekalan tangan Dimas. Tapi bukannya terlepas, cengkraman tangan lelaki itu malah semakin mengencang.

"Pak... sakit." Dengan nada yang putus asa, Velove memohon dan hal itu membuat Dimas sedikit mengendorkan cengkramannya.

"Kamu disini saja, temani saya."

"Tapi saya mau pulang, lagian disini nggak ada kerjaan. Bapak kalau mau makan, udah saya siapin. Buat besok Pak Dimas bisa pesen makanan online aja."

"Saya nggak mau, saya maunya kamu disini."

"Kenapa saya harus di sini?"

"Sudah saya bilang temani saya."

"Tapi Pak—"

"Nggak ada tapi-tapian, saya bakalan kasih kamu imbalan setiap kali kamu nginep di sini." Tawar Dimas untuk memancing Velove.

"Cuma nginep aja kan Pak?" Tanya perempuan itu.

"Tidur bareng saya, sekaligus saya kasih kenikmatan di dada kamu.

Perempuan itu terdiam di tempatnya, berusaha untuk memahami apa yang dikatakan oleh Dimas. Maksud lelaki itu, dia akan kembali menghisap dadanya sepeti di kamar mandi tadi?

"Tapi ini semua nggak bener Pak."

"Saya akan kasih kamu uang melebihi gaji bulanan kamu setiap kamu nginep di sini."

Terdengar sangat menggiurkan di telinga Velove, tapi perempuan itu tetap tidak bisa melakukan hal yang salah ini. "Maaf Pak, saya tetep nggak bisa kayak gini." Tolaknya.

"Kamu yakin? Kamu punya banyak keuntungan di sini, kamu akan dapat uang dan juga dada kamu tidak sakit lagi kan?"

Memang benar apa yang dikatakan Dimas, bongkahan kembar di dadanya sudah tidak terlalu sakit dan juga terasa lebih lega. Tapi dari mana lelaki itu tahu?

"Kamu bisa pikirin lagi tawaran yang saya kasih, tapi untuk malam ini tolong temani saya." Pinta Dimas.

Velove masih terdiam di tempatnya, apa dia iyakan saja ajakan sang atasan untuk malam ini? Hanya malam ini. Lagipula Velove juga sedikit tidak tega jika membiarkan Dimas beraktivitas sendirian dengan keadaan tangannya yang masih sakit.

"Cuma buat malem ini saya temenin Pak Dimas." Finalnya.

Dimas yang mendengar hal itu menunjukan seringai di wajahnya yang tidak disadari oleh sang sekretaris. Lelaki itu tidak sungguh-sungguh memberikan Velove waktu untuk berpikir, kalaupun perempuan itu menolak tawarannya, Dimas akan tetap mencari cara lain agar Velove mau menerima tawaran darinya.

***

Malam harinya, Dimas dan juga sang sekretaris sudah ada di atas ranjang yang sama. Kini tangan kanan lelaki itu sudah berkelana di dada Velove dan menyingkapkan kaos dan juga dalaman yang perempuan itu pakai. Sedangkan Velove hanya bisa pasrah di tempatnya sambil sesekali meringis ketika lelaki itu dengan kuat memilik puncaknya.

"Pak, pelan-pelan aja." Ingat Velove ketika melihat sang atasan yang tidak sabaran.

Dimas yang mendengar hal itu hanya mengacuhkannya dan kembali sibuk bermain di dada perempuan itu. Bibirnya sudah mulai bermain-main di sana, menghisap dan sesekali memberi kecupan ringan.

"Ahhh!" Pekik Velove saat Dimas menghisap bongkahan kembarnya dengan kuat.

"Pak Dimas, tolong pelan-pelan, sakit." Keluh perempuan itu yang berhasil membuat Dimas sedikit mengurangi hisapannya.

Malam itu Dimas setia menghisap ASl yang keluar dari bongkahan kembar milik Velove secara bergantian. Velove yang sudah mengantuk dan lelah hanya membiarkan apa yang dilakukan sang atasan pada dadanya dan dia memilih untuk tidur dengan kondisi Dimas yang masih menghisap ASl-nya.

Pagi harinya perempuan itu terbangun terlebih dulu, Velove melihat Dimas yang masih terpejam dan menyembunyikan wajah tampannya di antara bongkahan kembarnya dan tangan kekarnya yang melilit di perut sang sekretaris. Entah jam berapa lelaki itu selesai bermain-main pada bongkahannya, tapi yang pasti itu bukan waktu yang sebentar.

Velove berusaha untuk terlepas dari kungkungan Dimas dengan perlahan agar tidak membangunkan lelaki itu. Begitu terlepas, perempuan itu mengecek keadaan bongkahan kembarnya yang membengkak dan juga bercak-bercak merah keunguan yang terpampang di atas kulit putihnya.

"Pak Dimas selesai sampe jam berapa sampe dada aku kayak gini?" Tanya perempuan itu pada dirinya sendiri seraya memakai kaos kebesaran Dimas yang ada di sana.

Mata Velove menelisik ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari keberadaan dalamannya yang semalam Dimas lempar dengan asal, tapi dia tidak menemukannya. Maka dari itu dia hanya memakai kaos kebesaran Dimas untuk menutupi tubuh bagian atasnya.

Perempuan itu beranjak dari atas kasur dan membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar lelaki itu, dia harus membersihkan diri terlebih dulu sebelum lelaki itu bangun.

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Velove cuci muka dan sikat gigi, begitu dia keluar dari dalam kamar mandi, dia dapat melihat Dimas yang masih tertidur di atas ranjang.

Velove kemudian memilih untuk keluar dari dalam kamar dan berjalan menuju dapur, dia harus membuat sarapan untuk dirinya dan juga Dimas. Beruntungnya kemarin dia membeli bahan masakan di minimarket. Pagi ini dia hanya akan memasak nasi goreng saja, menu yang sederhana untuk sarapan.

Begitu Velove sedang fokus memasak nasi gorengnya, tiba-tiba dia mendapatkan remasan kuat pada bongkahan kembarnya dari belakang yang membuat perempuan itu memekik kaget dan juga sakit. "Akhhh!"

Perempuan itu langsung menoleh ke belakang dan mendapati Dimas dengan muka bantal khas bangun tidurnya. "Pak Dimas! Saya lagi masak, jangan ganggu saya dulu."

"Yang masak kan tangan kamu, bukan dada kamu." Suara serak khas bangun tidur itu terdengar.

"Tapi saya keganggung, Bapak mending cuci muka sama sikat gigi deh ke kamar mandi daripada ganggu saya di sini." Cerocos Velove yang masih mengaduk nasi gorengnya di atas wajan. "Lagian bukannya langsung ke kamar mandi malah ke sini." Lanjutnya.

"Wangi nasi goreng buatan kamu bikin saya pengen langsung ke sini."

Velove yang mendengarnya lantas mendengus geli. "Udah Pak Dimas ke kamar mandi dulu sana, nasi gorengnya juga belum mateng. Nanti kalo udah selesai bersih-bersihnya baru ke sini lagi."

"Iya-iya, kamu kok berubah jadi cerewet gini sama saya?" Tanyanya heran melihat perubahan sang sekretaris. Karena memang Velove yang dia kenal biasanya pendiam dan terlihat segan padanya.

"Pak Dimas jangan banyak tanya deh, udah sana ke kamar mandi." Gerutu perempuan itu dengan kesal.

Melihat sang sekretaris yang menggerutu kesal padanya membuat lelaki itu terkekeh pelan seraya sedikit menjauhkan diri dari perempuan itu. "Ya udah saya mandi dulu."

Ucapan Dimas hanya dibalas dengan sebuah anggukan singkat oleh Velove sebelum kemudian perempuan itu memekik kencang ketika bongkahannya diremas oleh Dimas sebelum lelaki itu pergi dari sana.

"Akhh! Pak Dimas!" Velove segera menoleh ke belakang dan mendapati sang atasan yang sudah berlari masuk ke dalam kamar.

Perempuan itu kemudian kembali melanjutkan kegiatannya yang sedang memasak, tidak butuh waktu yang lama untuk Velove menyelesaikan hal itu.

Kini Velove tengah menyiapkan nasi gorengnya di atas meja makan, di tengah kegiatannya dia bisa mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya, lantas dia menoleh dan mendapati sosok Dimas yang terlihat lebih segar karena baru selesai mandi.

"Pak Dimas minumnya mau minum aja?"

Sebelum menjawab pertanyaan dari Velove, lelaki itu menarik salah satu kursi untuk dia duduki. "Susu aja." Ucapnya seraya menatap intens ke arah dada Velove.

Velove yang menyadari arah pandangan Dimas ketika mengatakan hal itu sontak memberikan tatapan tajam pada sang atasan. "Pak! Yang bener aja, ini masih pagi."

"Bukannya bagus kalo pagi-pagi minum susu?" Tanya Dimas dengan seringai di wajahnya.

"Ya tapi bukan punya saya juga!" Suara Velove menjadi lebih tinggi daripada yang sebelumnya.

"Emang kapan saya bilang pengen minum punya kamu?"

Perempuan itu terdiam di tempatnya. Benar juga apa yang dikatakan oleh Dimas, tapi lelaki itu secara tidak langsung mengatakan hal yang demikian karena ketika mengatakannya Dimas malah melirik ke dadanya.

"Tapi tadi Pak Dimas ngomongnya sambil liat ke punya saya."

"Cuma perasaan kamu aja, orang saya pengen minum susu biasa yang ada di kulkas."

Mendengar hal itu Velove salah tingkah di tempatnya, karena merasa malu perempuan itu kemudian beranjak dari sana dengan kaki yang dihentak-hentak menuju ke arah kulkas untuk mengambil susu yang dimaksud oleh Dimas dan menuangkannya ke dalam gelas.

Tanpa perempuan itu sadari jika Dimas yang duduk di tempatnya terkekeh kecil melihat tingkah laku sang sekretaris yang terlihat menggemaskan di matanya. Setelahnya Velove kembali ke meja makan itu dengan membawa dua gelas susu di tangannya, satu miliknya dan satu lagi untuk Dimas.

Keduanya memakan sarapannya masing-masing dengan posisi yang saling berhadapan. Velove sesekali menyadari kalau Dimas memang tengah menatapanya, tapi perempuan itu berusaha untuk mengabaikan lelaki itu dan memilih untuk fokus dengan makanannya.

"Besok hasil lab pemeriksaan kamu keluar?" Pertanyaan Dimas memecah keheningan di antara keduanya.

"Iya, Pak."

"Ambil ke rumah sakit bersama saya."

Mendengar ucapan dari bibir Dimas sontak membuat perempuan itu mendongakan kepalanya dan menatap ke arah lelaki itu. "Nggak usah, Pak. Biar nanti saya aja yang ambil pas jam istirahat." Tolaknya dengan sopan.

"Ke rumah sakit bersama saya, jangan membantah."

Velove di tempatnya hanya menghela napas pasrah. "Terserah Pak Dimas." Perempuan itu kembali melanjutkan kegiatan sarapannya.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk keduanya menyelesaikan sarapan masing-masing, lantas Velove segera beranjak dari sana untuk membereskan dan juga mencuci piring dan juga gelas bekas keduanya makan.

Sementara sang sekretaris sedang mencuci piring di wastafel, Dimas memilih untuk beranjak ke sofa depan televisi dan mengambil tablet miliknya untuk mengecek beberapa kerjaannya.

Velove yang sudah selesai mencuci piring dan membereskan dapur memilih untuk mandi terlebih dulu sebelum pulang ke kostannya, membiarkan Dimas yang sepertinya sedang sibuk dengan tablet yang ada di tangan lelaki itu.

Butuh waktu beberapa menit untuk Velove menghabiskan waktunya untuk membersihkan diri di dalam kamar mandi, lalu setelah selesai perempuan itu langsung keluar dari dalam sana dengan penampilan yang lebih segar. Velove kemudian menghampiri Dimas yang berada di sofa tengah ruangan.

"Pak Dimas, saya izin pulang sekarang ya."

Dimas yang mendengar suara milik Velove segera mengalihkan perhatiannya dari tablet yang ada di tangannya. "Pulang nanti sore, saya yang antar."

"O—oh nggak usah Pak, saya pulang sekarang aja naik ojek online."

"Jangan ngebantah saya, kamu pulang sore ini. Sekarang duduk di sebelah saya." Ucap Dimas seraya menggeser posisi duduknya agar Velove duduk di sebelahnya.

Dengan malas perempuan itu menuruti permintaan sang atasan untuk duduk di sebelahnya, tidak lama setelah Velove duduk di sana, perempuan itu dibuat membelalak ketika Dimas malah merebahkan kepalanya tepat di atas paha sang sekretaris.

"Pak Dimas! Badan Bapak berat." Keluh Velove seraya berusaha menghindar dari lelaki itu.

"Cuma kepala saya yang menimpa kamu, jangan berlebihan." Ucapanya dengan santai yang kemudian kembali mengalihkan fokusnya pada tablet di tangannya.

Sedangkan Velove sedang sibuk mengatur debaran jantungnya yang tiba-tiba berdetak tidak karuan. Perempuan itu tersentak saat merasakan tangan milik Dimas mulai menjelajahi area perut sampai ke bongkahan kembarnya.

"Bapak mau ngapain?" Tanya perempuan itu dengan penuh waspada.

"ASl kamu belum dipompa kan hari ini? Biar saya yang pompa."

"Tapi saya gak bawa alat pompanya, Pak."

"Biar saya yang pompa sendiri."

Tentu saja ucapan Dimas itu membuat Velove terkejut. "Hah? Ma—maksud Pak Dimas ap—ahhh!"

Belum sempat Velove melanjutkan kalimatnya, Dimas yang berada di atas pangkuannya sudah terlebih dulu meraup salah satu bongkahan kembarnya menggunakan bibirnya dan menghisap dengan kuat di sana.

"Pak!! Pelan-pelan aja, ujung bongkahan saya masih perih." Velove mengeluhkan hal itu karena sepertinya semalam ujung bongkahannya bergesekan dengan gigi Dimas sehingga lecet dan menimbulkan rasa perih.

Mendengar permintaan dari sang sekretaris, Dimas pun mulai menghisap ujung bongkahan kembar Velove dengan perlahan. Cairan putih itu mulai mengalir sampai tenggorokannya, sepertinya saat ini susu sang sekretaris terasa lebih enak daripada susu yang dia beli di minimarket.

Secara bergantian lelaki itu menghisap bongkahan kembar milik Velove satu persatu, sang sekretaris yang ada di atasanya hanya bisa pasrah dengan apa yang dia lakukan, perempuan itu sesekali terdengar meringis saat Dimas dengan sengaja menggesekan giginya di ujung dada Velove.

Begitulah hari minggu Dimas dan Velove habiskan dengan Dimas yang masih betah menghisap ujung dada sang sekretaris. Sampai sore hari tiba, barulah lelaki itu mengantarkan Velove pulang ke kostan perempuan itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!