NovelToon NovelToon
Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Aku Cinta Kamu, Dia, Dan Mereka

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Pelakor / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi
Popularitas:231
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Ibadurahman

Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.

Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.

Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7.

...Yuki Kaze...

Saat pagi tiba. Yuki mulai membuka matanya perlahan. Ia merasa heran.Pagi ini terasa lebih nyaman dari biasanya. Kasur di bawahnya terasa lebih empuk, udara terasa sejuk, dan ada aroma harum yang menyenangkan di ruangan ini. Namun, rasa nyaman itu buyar seketika ketika dia sadar Ini bukan kontrakannya. Yuki langsung terduduk di kasur, matanya membelalak. "Sial, di mana gue?"

Tapi kepalanya langsung berdenyut. Rasa pusing akibat alkohol semalam masih belum sepenuhnya hilang.

"Udah bangun, lu?". Sebuah suara terdengar dari arah jendela. Yuki menoleh dan melihat Ayaka sedang duduk santai di meja dekat jendela, mengenakan kemeja putih longgar yang bagian atasnya sedikit terbuka. Di tangannya, sebatang rokok menyala, asapnya mengepul di udara. Ingatan Yuki mulai kembali. Semalam… Ayaka membawanya ke hotel. Ia langsung menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan memeriksa pakaiannya. Masih lengkap. Tidak ada yang aneh. "Lu nggak ngelakuin sesuatu ke gue, kan?" tanyanya waspada.

Ayaka tertawa. "Hahaha. Bodoh. Mana asik melakukan itu kalau lu nggak sadar."

Yuki sedikit lega. Tapi sebelum ia bisa benar-benar tenang, Ayaka tiba-tiba turun dari meja dan berjalan ke arahnya. Dengan santai, Ayaka duduk di pangkuan Yuki, menghadapnya. "Ayo." Nada suaranya menggoda, tatapannya tajam. Jantung Yuki berdegup kencang. "A-Ayaka, tunggu…"

Ayaka tersenyum tipis, tangannya mengelus wajah Yuki. "Lu udah sering melakukannya, kan?" tanyanya lembut. Yuki menelan ludah. "Gue masih perjaka." Ayaka terdiam sejenak, lalu ia tertawa, "HAHAHAHAHA!!", mendorong wajah Yuki sebelum turun dari pangkuannya. "Ya ampun, bocah, gue nggak nyangka! Lu masih polos juga ternyata!" katanya dengan nada meledek. Yuki hanya bisa menggaruk kepalanya dengan canggung.

Ayaka masih tertawa kecil sebelum akhirnya berkata santai, "Kalau begitu, berikan dulu perjaka lu ke Nana. Setelah itu baru datang ke gue."

Yuki terperanjat. "Eh, maksud lo?" Masih bingung dengan ucapan Ayaka, "Memangnya Nana masih perawan?" tanya Yuki tanpa sadar.

Ayaka hanya menyeringai, "Mana gue tau." Ia kembali naik ke meja, lalu menyalakan rokoknya lagi.

Yuki mendesah, bangun dari kasur dan mengambil botol air di meja sebelum duduk di samping Ayaka. Ia ikut menyalakan rokok, mengisapnya dalam-dalam. Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati pagi dalam diam. Sampai akhirnya, Ayaka membuka suara.

"Lu yakin mau pacaran sama si Nana?" tanyanya tiba-tiba.

Yuki menoleh. "Kenapa lu nanya gitu?"

Ayaka mengembuskan asap rokoknya pelan. "Gue cuma mau ngingetin lu aja. Kalau lu pacaran sama Nana… mungkin dunia lu bakal berubah."

Yuki mengernyit, merasa ada sesuatu di balik kata-kata itu. "Maksud lu? tanyanya penasaran.

Ayaka menoleh ke arahnya, tatapannya lebih serius. "Gue bakal kasih tau. Tapi janji tutup mulut."

Yuki menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Oke. Gue janji."

Ayaka menghela napas sebelum akhirnya berkata, "Dia anak ketua Yakuza."

Ucapan Ayaka membuat Yuki ercengang. "Apa?!"

Ayaka menatap lurus ke depan. "Nama ayahnya Hayashi Aoi. Salah satu orang paling berbahaya di dunia kriminal." Pikiran Yuki langsung berputar. "Pantas saja dia begitu kuat," gumamnya. "Dan mungkin…" Ayaka melanjutkan, "Dia akan mewarisi posisi ayahnya suatu saat nanti." Yuki terdiam berusaha mencerna semuanya. Selama ini, dia tahu Nana kuat. Tapi dia tidak pernah menyangka kalau kekuatan itu berasal dari latar belakang seperti ini.

"Gimana? Masih berani pacaran sama dia?" goda Ayaka.

Yuki hanya mengembuskan napas berat, tidak langsung menjawab. Ayaka tertawa kecil. "Udah, jangan banyak mikir. Ayo kita sarapan."

Mereka akhirnya berjalan menuju pintu kamar. Namun, Saat pintu kamar hotel mereka terbuka, Nana dan Yuna juga baru saja keluar dari kamar mereka.Mereka berhadapan langsungdi lorong. Membuat Yuki membeku. Ayaka hanya menatap Nana dengan santai, sedikit menyeringai.

Yuna terlihat terkejut, tetapi sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, Nana melewati Yuki begitu saja. Seolah tidak melihatnya. Tanpa ekspresi, tanpa sepatah kata pun. Nana dan Yuna langsung menuju lift.

Yuki hanya bisa terdiam, menatap punggung Nana yang menjauh. Dan untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang aneh menusuk hatinya.

Saat pintu lift menutup, Ayaka tertawa pelan. Yuki, yang masih menatap pintu lift itu, mengerutkan kening. "Kenapa lu ketawa?" tanyanya.

Ayaka menyeringai, lalu bersandar di dinding lorong. "Memangnya lu nggak lihat? Wajah si Nana bete banget. Cemburu lihat lu bareng gue." Yuki menoleh cepat. "Lu yakin dia cemburu?" tanyanya, setengah berharap, setengah ragu. Ayaka tidak menjawab langsung. Dia hanya tertawa kecil, lalu berjalan santai menuju lift.

**

Sementara itu, di restoran hotel, Nana dan Yuna sudah duduk di salah satu meja dekat jendela. Yuna melirik ke arah sahabatnya itu, memperhatikan ekspresi yang sejak tadi tak berubah. Tapi Yuna tahu, Nana tidak sedang baik-baik saja. Nana memainkan gelas di tangannya, menatap kosong ke atas meja.

"Mau makan apa?" tanya Yuna akhirnya. Nana menghela napas, "Terserah lu aja, gua nggak lapar." Yuna menaikkan sebelah alisnya, "Lu cemburu lihat Yuki bareng Ayaka?" godanya dengan nada jahil.

Bruk!

Tisu melayang dan mengenai wajah Yuna. "Brengsek lu," geram Nana. "Ngapain gua cemburu sama penghianat kelas." Yuna tertawa lepas. dia tidak berhenti menggoda.

"Lu tau kan, Ayaka orangnya sangean?" bisiknya sambil mendekat. "Jangan-jangan si Yuki itu abis diapain sama dia."

"DIAM LU, BRENGSEK!", Nanamendesiskan kata-kata itu sambil melempar tatapan tajam ke Yuna. Yuna tertawa makin keras, puas melihat Nana terpancing. "Justru sikap lu yang kayak gini nunjukin kalau lu cemburu."

"LU BISA DIEM GAK SIH, ANJIR?!" Nana membentak, suaranya sedikit menarik perhatian orang-orang di meja lain. Namun, sebelum Yuna bisa membalas, mata Nana tiba-tiba menangkap sosok yang baru saja masuk ke restoran.

Yuki dan Ayaka. Mereka berjalan santai, lalu duduk di meja tak jauh dari tempat mereka.

Mata Nana mulai berkabut. Jari-jarinya mengepal di atas meja. Tanpa pikir panjang, Nana langsung berdiri. "Gue harus kasih pelajaran si jablay Ayaka itu." baru saja maju selangkah, Yuna cepat-cepat menarik tangannya. "Nana, jangan bikin keributan di sini."

Nana terhenti. Ia terdiam, napasnya memburu. Akhirnya, setelah beberapa detik, ia menghela napas keras dan kembali duduk. Tapi matanya tetap menatap ke arah meja Yuki dan Ayaka.

Di sisi lain, Yuki juga tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nana. Ayaka menyadari itu, lalu menyandarkan tubuhnya santai.

Yuki menggigit bibirnya. Pikirannya masih berkecamuk. 'Benarkah Nana cemburu?'

"Woy, malah melamun. Mau makan apa lu?" suara Ayaka memecah lamunannya. Yuki tersentak. "Terserah lu aja, apapun gua makan." Ayaka hanya terkekeh kecil sebelum memesan makanan.

Beberapa saat kemudian, Nana dan Yuna menyelesaikan sarapan lebih dulu. Saat mereka melewati meja Yuki, Yuki bisa merasakan tatapan tajam dari Nana. Namun, gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya pergi begitu saja. Dan entah kenapa, itu terasa lebih menyakitkan daripada pukulan yang pernah Nana berikan padanya. Ayaka, yang melihat itu, hanya tersenyum miring.

"Lu beneran jatuh cinta sama dia?" tanyanya, meletakkan sumpit setelah menghabiskan semangkuk ramen. Yuki menatap kosong ke meja. "Entahlah." Ayaka tidak berkata apa-apa lagi. Hanya ada senyum samar di wajahnya, seolah dia tahu sesuatu yang tidak Yuki sadari.

Setelah sarapan selesai, mereka berjalan keluar dari hotel. "Lu mau gue antar pulang?" tanya Ayaka. Yuki menggeleng. "Nggak usah. Gue bisa sendiri." Ayaka hanya mengangkat bahu, lalu melambaikan tangan sebelum pergi.

Sementara Yuki, dia hanya berdiri di sana sejenak. Ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Senyum Nana yang dulu, kenapa sekarang rasanya begitu jauh?

**

Ketika Sore tiba.Di kontrakannya, Yuki berbaring di kasur, menatap langit-langit kosong. Pikirannya tidak bisa lepas dari Nana.

Namun, di tempat lain, di sebuah ruangan remang-remang, beberapa orang bertubuh kekar dengan tato memenuhi tubuh mereka duduk berjajar. Ada pria, ada wanita. Dan di antara mereka, Ayaka juga ada di sana.

Mereka semua berlutut di hadapan seorang pria yang duduk bersila di depan meja penuh makanan dan minuman. Ia ada Hayashi Aoi. Ketua Yakuza Oni-no-Ken (鬼の剣). Suasana begitu hening, hingga tiba-tiba, Pintu terbuka. Seorang gadis melangkah masuk. Dan seketika, semua orang membungkuk memberi hormat. Mereka membuka jalan untuk gadis itu menuju Hayashi Aoi.

Ia adalah Nana Aoi. Dengan tenang, ia berjalan ke depan. "Ada apa, Nana?" tanya Hayashi Aoi, suaranya dalam dan berwibawa.

Nana membungkuk hormat, lalu berkata tegas, "Aku ingin meminjam salah satu anak buahmu, Ayah."

Hayashi mengibaskan tangannya. Sebuah Isyarat mengijinkan Nana untuk meminjam anak buahnya.

Tanpa ragu, Nana menoleh ke samping. "Ayaka, ikut gue."

Ayaka menaikkan sebelah alisnya, lalu bangkit. Sebelum pergi, ia membungkuk sekali lagi pada Hayashi Aoi. Lalu, tanpa banyak bicara, ia mengikuti Nana keluar. Meninggalkan ruangan yang kembali sunyi.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!