Naina Hilda, gadis yang selalu menghitung mundur hari pernikahannya harus menerima kenyataan ketika kekasihnya memutuskan hubungan sepihak.
Sang kekasih menemukan tambatan hati yang lain yang menurutnya lebih sesuai dengan standarnya sebagai seorang istri yang pantas digandeng tangannya ketika kondangan.
"Maaf, Na. Perasaanku ke kamu, hambar."
Dua pekan sebelum ijab kabulnya terucap dengan sang pria.
Tenda dan katering sudah di pesan bahkan dibayarkan, untung saja undangan belum sempat disebar. Namun, bukan itu yang membuat tingkat stres Naina meningkat hingga ia lampiaskan pada makanan.
Naina baru tahu ternyata mantan tunangannya memiliki kekasih dengan spek idaman para pria. Tinggi, putih, langsing, glowing, shining, shimmering, splendid.
Apa kabar dengan Naina yang kusam, jerawatan dan gendut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cantik Itu Di rawat. Bukan Di Edit!
Happy reading....
"Ini bubur ayam pesananmu. Tidak usah diganti, uangku banyak," ujar Naina menyombongkan uang yang sudah menjadi tiga kali lipat.
"Tengkyuh, ya, Naina cantik." Senyum polos tercetak di wajah Karina meski bukan untuk pertama kalinya juga Naina membelikan sesuatu.
Naina yang hendak melangkah ke dapur mengambil mangkuk, mengurungkan niatnya ketika pujian Karina terlontar. Ia mendekat ke arah sang kakak yang sibuk ngemil kuaci.
"Kak."
"Hm."
"Mau ke salon? Aku bayari."
Karina tertegun. Adiknya yang super mager mengajaknya ke salon lebih dulu. Ia sampai mencubit pipi adiknya untuk memastikan bukan mimpi.
"Sayangnya kaka harus berkemas." Dijawilnya hidung sang adik yang tiba-tiba menjadi mendung.
"Kalau kamu mau, pergi aja, Sayang. Biar mas sendiri yang berkemas."
Mata Naina dan Karina berbinar mendengar ijin dari Dewa. Seperti mendapatkan angin segar kedua kakak-beradik yang saling duduk berhadapan sampai berpelukan untuk merayakannya.
"Ibu?" Tatapan Naina beranjak pada ibu yang tengah memegang remot tv hendak mengganti chanel.
"Ibu ada kajian nanti sore, bada ashar. Takut gak ke buru kalau ibu ikut kalian." Ucap bu Linda, kemudian pergi ke dapur mengambil mangkuk untuk sarapan bubur putra-putrinya.
Tiga puluh menit kemudian Naina dan Karina pergi bersama satu gadis yang lain, Mayra. Mereka bertiga melesat menuju salon kecantikan ternama di kota.
"Mbak, facial jerawat paket lengkap, ya, untuk adik saya. Hempaskan semua, jangan sampai ada yang tertinggal." Karina mengeluarkan kartu member dari tasnya. Ia salah satu member tetap di salon ini. Makanya wajahnya mulus, glowing, berbeda dengan sang adik yang gak pernah perawatan sama sekali.
Sedangkan Karina sendiri hanya mengambil perawatan untuk kuku-kukunya. Meskipun Karina tidak bekerja, namun suaminya, Dewa, selalu memenuhi kebutuhannya, memperlakukannya seperti ratu. Wanita memang akan menjadi cantik jika berada di tangan yang tepat.
"Aku mau nyoba nail art juga," celoteh Mayra yang terpesona dengan sample gambar nail art saat mengekori Karina.
"Mbak, ikut saya!'' Perintah seorang beauty terapis meminta Naina untuk mengikutinya ke sebuah ruangan yang dikhususkan untuk facial. Ruangan tertutup dengan wangi aroma terapi yang menenangkan.
Tahap demi tahap dilalui Naina. Awalnya dia merasa nyaman karena pijatan tangan sang beauty terapis sangat melenakan. Namun, ditahap berikutnya, Naina sampai mengeluarkan air mata. Saat proses pengangkatan komedo dilakukan.
"Aku gak mau lagi, lah. Sakit!" rengek Naina pada Karina dan Mayra setelah selesai dengan treatment-nya.
Keduanya jadi saling pandang dan tertawa. "Cantik itu menyakitkan," ucap keduanya bersamaan.
"Sebelum jerawatmu terhempas semua, sebaiknya kamu tahan dulu rasa sakitnya." Karina kembali menasehati.
"Sedikit perjuangan. Karena cantik itu dirawat bukan diedit." Mayra ikut menimpali.
Bagi Mayra dan Karina, mereka hanya perlu merawat wajah mulus mereka tanpa harus melewati tahap menyakitkan yang dilalui Naina.
*****
Sore ini, Karina dan Dewa memutuskan berangkat ke kota gudeg menggunakan travel. Naina dan bu Linda melepas keduanya dengan sedih. Meskipun ada kelegaan di hati mereka.
Setidaknya Karina tidak mendengar gunjingan tetangga tentang batal nikahnya Naina. Undangan memang belum sempat disebar, tapi namanya tetangga pasti tahu jika dua pekan lagi Naina seharusnya melangsungkan akad.
"Karina ngikut suaminya kerja, Bu Linda?" Mpok Leha tetangga sebelah asal betawi asli menghampiri. Ikut melambaikan tangan juga saat mobil yang ditumpangi Karina dan Dewa pergi.
"Iya, Mpok. Biar keduanya semangat dalam berusaha."
Mpok Leha melirik bu Linda karena ucapannya. Menghembuskan napas dengan kasar setelahnya.
"Bukannya habis keguguran gak boleh hamil dulu minimal enam bulan?" Mpok Leha memberi informasi yang sama persis dengan perkataan Dokter kemarin.
"Kan saya gak bilang usaha yang seperti itu. Mpok Leha sendiri yang menyimpulkan."
Mpok Leha hanya meringis sambil menyelipkan rambutnya sendiri daun telinganya.
"Maaf ya, Mpok. Saya pamit ke dalam dulu. Kompor lupa dimatikan."
Bu Linda dan Naina kembali ke dalam rumah meninggalkan tetangga mereka yang masih mencibir dengan geram.
"Orang kok ngirit banget ngomongnya," dengkus mpok Leha, lalu kembali ke rumahnya juga.
Bu Linda kembali ke dapur, dia memang tengah merebus air, bukan sekedar alasan pada mpok Leha semata.
Naina ke dalam kamarnya. Sedih yang ia rasakan ketika harus berpisah dengan sang kakak. Tapi itu keputusan yang terbaik agar Karina tidak terlarut dengan kesedihan karena kehilangan bayinya.
Mata Naina kembali tertumbuk pada penanggalan yang biasanya ia coret. Sudah tiga hari ini ia tak melakukannya bahkan tak ingin lagi melakukannya.
Tangannya meraih kalender tersebut, melepas dari tempatnya. Juga mengemasi semua barang yang akan mengingatkan Naina pada Ivan. Naina akan membuang semua benda itu, juga membuang kenangan masa lalunya bersama mantan calon suami.
Naina menangis, rasa sedih itu tetap ada di hatinya. Ia tak bisa selamanya berpura-pura seakan semua baik-baik saja. Saat sendirian hatinya kembali merasa kehilangan sosok Ivan yang pernah berbagi kebahagiaan dengannya. Juga marahnya pada pria itu karena menjadi penyebab Karina dan Dewa kehilangan bayinya.
Naina mencoba meraih pensilnya, ia akan membuat sketsa iklan yang diinginkan Arga untuk kenalannya. Belum sempat benda itu ditorehkan Naina pada selembar kertas putih. Dering handphone menginterupsi.
Dia sempat menarik napas sesaat sebelum menjawab telepon dan berbicara dengan seseorang.
"Kenapa menghubungiku lagi, Kak?"
BERSAMBUNG....