Ravka terbangun di sebuah kamar hotel disamping gadis tak dikenal hanya berbalutkan selimut. Belum sadar sepenuhnya, kedua orang tua Ravka beserta tunangannya menerobos masuk ke dalam kamar.
Pernikahan yang tinggal menghitung hari akan tetap dilaksanakan, tapi yang menjadi pengantin wanitanya bukanlah sang tunangan. Melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tsabitah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPA 6# Rumah Baru
Mobil yang ditumpangi Alea berhenti disebuah rumah dengan pagar berdiri kokoh yang tinggi menjulang. Tak kurang dari dua meter tinggi pagar bercat putih itu dengan ukiran yang di cat berwarna emas.
Dari kejauhan tampak seorang pria paruh baya tergopoh-gopoh membuka pagar rumah tersebut. Memperlihatkan bagian luar rumah yang tampak megah bak istana. Halamannya saja bisa dijadikan arena jogging bagi Alea. Tidak perlu harus ke taman komplek seperti di rumah Bibi yang hampir setiap pagi ia lakukan.
Mobil berhenti tepat di depan pintu rumah tersebut. Dari dalam seorang wanita paruh baya terlihat membuka pintu, meski belum ada yang mengetuknya. Seolah dia sudah menunggu kedatangan sang empunya rumah di balik pintu.
"Bi, yang lain sudah pada berangkat?" Tanya Dilla, Ibu mertua Alea pada wanita paruh baya tersebut saat sudah menginjakkan kaki di dalam rumah berlantaikan keramik asli.
"Sudah Nyonya, semuanya sudah berangkat dari satu jam yang lalu," Jawab wanita paruh baya itu.
Dilla menghentikan langkahnya, membiarkan Suaminya mendahuluinya berjalan menuju kamar mereka.
"Oia Bi Mimah, ini anggota baru keluarga Dinata. Namanya Alea. Dia istrinya Ravka sekarang. Kamu tolong bantu dia untuk beradaptasi di rumah ini," Ucap Dilla memperkenalkan Alea kepada kepala asisten rumah tangga mereka tanpa melihat ke arah gadis itu.
"Ravka tunggu, mau kemana kamu?" Teriak Dilla kepada Ravka yang sudah menginjakkan kakinya di lantai dua rumah mereka.
"Balik kamar lah Ma. Mau ganti baju, gerah," Jawab Ravka dengan malas.
"Kamu sekarang tidak bisa seenaknya sendiri. Kamu sudah punya istri. Ajak istrimu ke kamar, biarkan dia juga mengganti pakaiannya," Ucap Dilla tegas kepada Anak lelakinya itu. Ravka hanya terdiam mendengar penuturan Ibunya. Tanpa sedikitpun memeliki keberanian untuk membantah, meski ia tidak menyukai semua yang sudah dipaksakan kepadanya.
"Ayok buruan, ikut saya ke kamar," Perintah Ravka kepada istrinya. Saat ini Ravka hanya akan menuruti semua perkataan Ibunya untuk menebus rasa bersalah yang menyelimuti hatinya.
Dilla kemudian segera menyusul suaminya ke kamar untuk bersiap-siap menuju resepsi pernikahan Alex.
"Non, sini Bibi bantu bawakan kopernya," Tawar Bi Mimah kepada Alea.
"Tidak usah Bi, tidak apa-apa. Al bisa membawakannya sendiri," Ucap Alea sembari melemparkan senyuman ramah kepada Bi Mimah. Wanita paruh baya itu terpesona melihat senyum tulus yang tersungging di bibir mungil majikan barunya. Tidak seperti Sherly, tunangan Ravka sebelum ini ataupun gadis-gadis yang sering di bawa Alex ke rumah. Semuanya terlihat angkuh dan suka sekali memerintah.
"Kalau begitu apa yang bisa saya lakukan untuk Non Alea," Tanya Bi Mimah.
"Untuk sekarang tidak ada Bi. Tapi ke depannya mungkin Al akan banyak minta tolong sama Bibi," Jawab Alea lembut.
"Tentu saja Non. Non Alea tinggal katakan saja pada Bibi apa yang Non Alea butuhkan," Ucap Bi Mimah.
"Hey, mau naik apa enggak? Kalau masih mau lama-lama disitu, cari aja sendiri kamar saya," Hardik Ravka dari lantai atas.
"Iya, aku naik sekarang," Ucap Alea terbata. Gadis itu setengah berlari menaiki tangga mengejar suaminya.
Sementara Bi Mimah berjengit heran melihat sikap Ravka yang begitu kasar kepada istrinya. Padahal selama ini Ravka adalah pemuda yang baik dan santun kepada siapa saja. Bahkan kepada seluruh pekerja yang tinggal di rumah mewah keluarga Dinata.
Namun, Bi Mimah hanya mengunci rapat mulutnya tidak mau ikut campur atas apa yang terjadi pada keluarga majikannya. Sudah satu minggu belakangan rumah keluarga Dinata seperti sulit dihinggapi kedamaian. Hampir setiap hari mereka mendengar pertengkaran di dalamnya. Bahkan membuat sebagian besar anggota keluarga menjadi tidak betah berada di rumah.
Mata Bi Mimah masih mengekori Alea yang terlihat kepayahan berlari menaiki tangga sembari menyeret koper yang cukup besar untuk ukuran tubuh Alea yang mungil. Suaminya bahkan sama sekali tidak berniat membantu Alea membawakan koper itu.
"Tunggu sebentar Mas," Suara lirih ketakutan keluar dari mulut mungil Alea.
Namun Ravka tidak memperdulikannya, Ia meninggalkan Alea yang bersusah payah menyusulnya.
Mata Alea terus melihat punggung pemuda itu kemana arah perginya. Alea tidak mau sampai tersesat di rumah seluas ini. Begitu banyak pintu di lantai dua yang akan membuatnya kerepotan mencari letak kamar Ravka kalau sampai ia kehilangan jejak suaminya.
Bruk!! Suara keras bantingan pintu membuat Alea mematung di tempatnya. Terkejut dengan bantingan pintu di ujung lorong.
Sabar Alea, kamu pasti bisa melewati semua ini - Ucap Alea berusaha keras menahan tangis. Ia menarik nafas panjang menuju pintu yang tadi sempat dilihatnya menutup. Pintu yang di banting oleh suaminya yang marah entah karena apa.
"Mas? saya boleh masuk?" Tanya Alea di depan pintu kamar Ravka seusai ia mengetuk pintu kamar itu hingga beberapa kali. Namun, tak secuilpun suara ia dengar menjawab dari dalam sana.
"Duh, ini aku mesti gimana dong? Masuk apa nunggu disini aja yah?" Gumam Alea yang tampak gusar di depan kamar. Tangannya menggantung di handle pintu.
Gadis itu juga lelah dan ingin segera merebahkan diri di atas kasur. Tak hanya lelah fisik saja yang mendera. Hati dan perasaannya bahkan lebih membutuhkan istirahat yang panjang. Namun, rasa takut kepada Ravka menyurutkan niatnya masuk ke dalam kamar.
Alea merebahkan tubuhnya di lantai. Menyandarkan tubuh pada daun pintu dengan lutut yang ditekuk. Wajahnya menelungkup bersembunyi di balik lutut.
Entah untuk berapa lama Alea berdiam diri dengan posisi seperti itu hingga ia menyerah pada lelah dan terpejam sejenak.
"Awww...." Jerit Alea saat tiba-tiba pintu yang disandarnya terbuka. Gadis itu terjerembab ke belakang dengan kepala membentur lantai.
Namun, Ravka yang membuka pintu hanya membuang muka tidak perduli dengan apa yang terjadi pada Alea. Dilangkahinya tubuh Alea yang tergeletak jatuh di lantai begitu saja. Ia kemudian berlalu pergi entah kemana tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.
"Sakit banget kepala ku," Ucap Alea sembari menggosok kepalanya yang terbentur lantai.
Ia sempat melirik Ravka yang sudah berganti pakaian. Bahkan pemuda itu sepertinya sudah menyegarkan tubuhnya dengan berlama-lama mengguyur tubuhnya dengan air di dalam kamar mandi. Rambut hitamnya terlihat mengkilat terbias cahaya lampu karena masih basah.
"Mas tunggu," Ucap Alea masih dengan posisi duduk di lantai saat melihat Ravka pergi begitu saja. Namun laki-laki itu tidak menggubris Alea dan terus berjalan meninggalkan gadis itu terbengong di tempatnya.
"Yasudahlah. Aku akan meletakkan koperku terlebih dulu ke dalam kamar," Gumam Alea. Gadis itu menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan. Menyiapkan mental mengahadapi jalan panjang yang penuh liku membentang untuk ia takluki.
sebenarnya kata2 yg diucapkan ravka yg seperti ini sudah jatuh talak satu loh thor iya ngak sih kalau dlm agama? karna dia mengatakan melepaskan?
mana udah dibelikan kalung milyaran sm ravka
alex sm ravka bisa di bodoin uler