Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
" Kudungan!!." Mulut Daffa membeo.
" Iya, cantik juga wajahnya. Ya ampun, kenapa malah jadi membahasnya. Gue pamit bro, pasien gue banyak, jangan lupa bayaran gue, transfer. Oke!." Gabriel berjalan meninggalkan Daffa yang masih bengong.
Kudungan kan sama saja dengan jilbab, pegawai disini yang pakai jilbab itu ada si... Ah! jangan-jangan! Daffa.
Berjalan menuju ruangan bosnya, tanpa mengetuk dan tanpa permisi lagi. Daffa main nyelonong saja masuk, dan begitu mengejutkan. Melihat bosnya itu sedang memandangi wajah seorang wanita yang dimaksud oleh Gabriel tadi, benar saja. Wanita yang dimaksud adalah, Kiya.
" Maaf tuan! Apa yang terjadi?." Tanya Daffa yang membuyarkan lamunan Azzam.
Azzam beranjak dari tempatnya dan menuju Daffa, lalu menutup pintu kamar pribadinya. Berjalan meninggalkan ruangan tersebut dan kembali ke meja kerjanya, memijat keningnya sembari memejamkan mata.
Ddrrtt...
Ddrrtt...
Ddrrtt...
Ponsel Azzam bergetar, terdapat panggilan masuk dari Kenan.
" Hem.." Jawab Azzam.
" Maaf tuan, para tikus itu sedang melaksanakan aksinya." Kenan menyampaikan informasi kepada Azzam, bahwa ada beberapa penganggu kecil sedang mencari masalah dengan perusahaan dan kegiatannya mereka dalam dunia hitam.
" Tunggu disana." memutuskan pembicaraannya pada Kenan.
" Fa, panggilkan Ghina." Azzam menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.
Daffa segera menjalankan perintah bosnya, sangat terlihat diwajah bosnya iyu sedang dalam keadaan yang tidak baik. Menyampaikan beberapa perintah kepada Ghina, lalu ia pergi menuju suatu tempat bersama Daffa.
......................
Setelah berapa lama tidak sadarkan diri, kini Kiya menggerakkan matanya dan membukanya perlahan. Kepalanya masih terasa sedikit pusing, mengedarkan pandangannya pada sekeliling ruangan.
" Astaghfirullah, ini!". Kiya beranjak untuk duduk dari tidurnya dan ia semakin kaget, melihat ruangan itu.
" Kiya, ada apa?." Ghina juga kaget melihat Kiya yang langsung bangkit.
" Mbak Ghina!" Sedikit merasa lega, atas keberadaan Ghina disana.
Ghina pun menjelaskan kenapa Kiya bisa sampai tiduran diruangan tersebut, dan saat ini ia ditugaskan untuk menjaga Kiya dari si bos.
" Sudah, nggak usah bingung. Bos nggak kelakuin apa-apa padamu Ki, ni makan dulu. Lalu segera minum obatnya, nanti bos marah. " Ghina menyodorkan meja kecil dihadapannya yang terdapat beberapa makanan kepada Kiya, awalnya Kiya tidak mau. Dengan sedikit ancaman dari Ghina barulah ia memakannya, walaupun tidak habis.
" Mbak, Kiya balik keruangan ya. Rasanya Nggak enak disini, nanti apa kata yang lainnya."
" Iya juga si, tapi bos bilang supaya kamu istirahat dulu Ki." Ghina takut, bosnya akan marah.
" Kan istirahatnya juga bisa diruangan Kiya mbak, lagian ini juga sudah hampir waktunya pulang. Ayolah mbak! Nanti kalau bos marah, biar Kiya yang ngejelasinnya. " Sebenarnya Kiya masih takut untuk bertemu dengan bosnya, namun apa daya jika tidak mencari alasan untuk segera keluar dari ruangan itu.
" Hem, baiklah Ki." Ghina akhirnya menyetujui permintaan Kiya, lagian berlama-lama dikantor juga ngapain.
Mereka berdua keluar dari ruangan tersebut dan kembali keruangan kerja masing-masing. Disaat jam kerja telah usai, Kiya segera membawa dirinya untuk pulang.
......................
Berjalan dengan angkuhnya, kini Azzam mendatangi tempat dimana para pengganggu kecil yang mengusik kehidupannya sedang melancarkan aksinya untuk menjatuhkan reputasi milik Azzam dalam dunia bisnis maupun dunia hitam.
" Tuan." Sapa Kenan yang sedang dalam pengintaian.
" Bagaimana?" Tanya Azzam dengan penuh selidik.
" Mereka sedang merencakanan aksinya tuan." Jelas Kenan dengan perkataannya yang penuh penekanan.
" Persiapan peralatanku." Dengan seketika, Azzam melepaskan pakaian kerjanya dan mengganti dengan pakaian yang biasa ia gunakan disaat menjalankan aksinya yang selalu Daffa persiapkan.
Setelah selesai mengganti pakaiannya, persenjataan juga sudah siap. Dengan sudut bibir yang naik sedikit, Azzam menyeringai penuh kekesalan. Mendapatkan keterangan dari Kenan dan para anak buahnya yang lainnya, Azzam mulai menyelusuri tempat tersebut.
Sedangkan Daffa, ia masih berjaga-jaga diluar dari bangunan tersebut dan mulai menyerang kepada anak buah dari musuh mereka yang berada diluar. Dengan peralatan yang sangat lengkap dan juga kemampuan bertarung yang tangguh, sangat mudah bagi mereka untuk mengalahkan lawannya.
" Pada arah jam sembilan tuan." Kenan memberitahukan keberadaan musuh mereka.
Dengan tatapan devilnya, berjalan perlahan menuju target. Terlihat didalam ruangan itu, mereka sedang mempersiapkan aksinya. Diatas meja mereka, sudah terdapat berbagai bungkusun obat-obatan ilegel dan persenjataan dalam ukuran yang sangat besar dan juga jumlahnya sangat banyak.
" Hahaha, kali ini rencana kita akan berhasil. Pria bodoh itu tidak akan tau dengan apa yang kita lakukan saat ini, sungguh sangat-sangat bodoh." Gustov Axen, orang kepercayaan Azzam yang memegang gudang berbagai persenjataan untuk diperjual belikan.
" Kau benar sekali bro, dia juga tidak akan mengetahui jumlah persediaan dalam gudang ini. Tanpa kita, bisnis ini tidak akan berjalan. Hahaha." Betrand Dominic, sama seperti Gustov. Hanya saja ia menguasai setiap beluk dari kegiatan bisnis tersebut.
Mengisap r**ok dan mengeluarkan asap dengan sombongnya, mereka tidak tau jika bosnya sedang berdiri diantara pintu ruangan itu.
Prok...
Prok...
Prok...
" Selamat, selamat! Kerja kalian sungguh rapi dan sangat cantik tuan-tuan, sangat disayangkan sekali. Peraturanku tidak bisa kalian perjual belikan, sudah tau akan akibatnya bukan !". Seringai Akhtar.
" Tu tu tuan !!!" Mereka berdua membeo bersama.
Sslleep...
Sslleep...
Lemparan kecil dari sebuah senjata yang teramat tajam, seketika juga mengenai lengan keduanya.
" Akh!!!." Mereka juga berteriak bersamaan.
Luka goresan yang cukup dalam di lengan mereka, cairan merah itupun sangat banyak mengalir. Azzam pun berjalan semakin mendekati mereka, dan sontak saja tubuh mereka bergetar ketakutan.
" Bodoh?? Heh, kalian sungguh beraninya mengataiku dengan kalimat itu. Sudah bosan hidup kalian?." Dengan melotot Azzam segera meluapkan emosinya.
Crash!!!
Crash!!!
Kembali Azzam mengayunkan sebuah pisau khusus miliknya, bajunya saat ini sudah basah terkena cairan merah. Dengan satu kali mengayunkan senjatanya, kedua telinga pengkhianat itu sudah terputus dari tempatnya.
"Tidak!!! Jangan tuan, jangan! Maafkan kami." Gustov memohon agar bosnya itu dapat mengampuni ke khilafannya.
" Maaf? Why? Aku memang sangat bodoh sudah memperkerjakan benalu seperti kalian." Azzam meninggikan nada suara.
" Tolong tuan! Ampuni kami, kami khilaf tuan. " Gustov lagi dan lagi memohon ampun.
" Iya tuan, kami minta maaf. Ampuni kami tuan, kami tidak akan mengulanginya lagi. Ampuni kami tuan." Betrand sudah bersujud dibawah kaki Azzam dan begitu juga dengan Gustov.
Tatapan Azzam tanpa bisa diartikan, bahkan asisten dan orang kepercayaannya saja tidak bisa menebak apa yang bosnya akan lakukan.
" Bangunlah!." Perintah Azzam kepada kedua orang tersebut.
Dengan sangat percaya diri, Gustov dan Betrand berdiri dari sujudnya. Dengan rasa takut yang masih ada, mereka menatap wajah bosnya yang saat ini berada tepat dihadapannya.
" Heh! See you." Seringai Azzam.
Jjreep, kraak!!!
Jjreep, kraak!!!