Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 KEJANGGALAN TERJADI
Lucinda de Vries hanya bisa terdiam pasrah di dalam ruangan kamar tidur mewah milik Raden Mas Ningrat Kevin Jansen.
Apa yang bisa dia lakukan sekarang ini selain memasrahkan hidupnya pada pernikahan ini.
Rupanya menjadi pengantin pengganti buat Chatarina teruntuk pria sekarat yang tak pernah bangun lagi sepanjang hidupnya adalah takdir hidup Lucinda de Vries sekarang ini.
Lantas, apa guna pernikahan ini jika ternyata laki-laki yang menjadi suami Lucinda adalah pria yang tak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami sejati.
Lucinda terduduk termenung sembari menatap dingin lembaran kertas ditangannya, dia tampak bimbang untuk membaca surat itu.
"Hukuman..., hukuman apa yang harus aku jalani nantinya jika saja aku tidak mengikuti perintah wasiat kakek ?"
Lucinda menimbang-nimbang lembaran kertas itu.
"Apa aku terus bertahan disini ataukah aku kabur saja seperti Chatarina ?"
Lucinda mengalihkan pandangannya ke arah tempat pembaringan dimana Kevin terbaring disana.
Tiba-tiba sorot mata Lucinda berubah sayu, hatinya terenyuh melihat penderitaan suaminya itu.
Lucinda beranjak berdiri, pelan-pelan dia menghampiri ranjang mewah berlapis emas itu. Dan dia berdiri terpaku di dekat tempat tidur.
"Betapa malangnya dirimu padahal hidupmu dikelilingi kemewahan dan kesempurnaan, apa yang terjadi padamu ?"
Lucinda berbicara sendiri saat dia didekat tempat tidur milik Kevin.
"Aku tidak ingin berbaik hati padamu tapi aku sangat memikirkanmu meski kutahu bahwa kau tidak akan mendengarkan ucapanku".
Lucinda memperhatikan dengan seksama seluruh peralatan medis disekitar Kevin.
Matanya tertuju pada cairan infus yang terpasang ditiang infus, cairan medis sebagai penunjang hidup Kevin tapi anehnya, Lucinda tidak melihat alat bantu hidup semacam ventilator atau alat bantu hidup bagi Kevin.
Lucinda mengamati Kevin, dia sangat penasaran dengan kondisi suaminya itu meski jujur dia sangat bersedih karenanya.
Naluri dokternya terketuk ketika melihat penderitaan raden ningrat ini, dia jatuh iba atas kemalangan yang dialami oleh Kevin Jansen, pria keturunan bangsawan kesultanan Jawa itu.
"Aku akan mencoba memeriksanya..."
Lucinda meraih pergelangan tangan Kevin lalu diperiksanya denyut nadi Kevin.
"Dia sangat lemah sekali..."
Lucinda terlihat serius sekali saat dia memeriksa Kevin.
"Ada yang aneh dengan kondisinya..."
Lucinda segera meraih senter medis yang ada di meja medis ranjang tidur Raden Mas Ningrat Kevin Jansen. Dia mulai memeriksa kondisi mata Kevin dengan cermat lalu bergerak memeriksa bagian tubuh lainnya milik suaminya itu.
"Suhu tubuhnya sangat dingin sekali, ini aneh karena dia ditunjang obat-obatan penunjang hidup yang seharusnya kondisi Kevin terjaga baik, tapi kenapa keadaannya jauh berbeda sekali..."
Lucinda mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan kamar mewah ini, dia tahu bahwa kamera pengawas sedang mengawasinya.
"Sebaiknya aku alihkan saja pantauan kamera pengawas agar aku bisa memeriksa kondisi Kevin leluasa".
SRET... !
Lucinda segera menarik tirai yang ada di ranjang tidur Kevin hingga menutupi seluruh area pembaringan milik Kevin Jansen.
Dengan cekatan Lucinda mulai bekerja sebagaimana layaknya dia sebagai seorang dokter.
Pengalaman kerja Lucinda memang terbilang masih baru meski begitu kemampuan medisnya tak diragukan lagi, dia sangat ahli di bidang kedokteran yang menjadi lahan profesinya kini.
Jari jemari tangan Lucinda bergerak lihai, dia mengerjakan semua rangkaian pemeriksaan medis terhadap Kevin Jansen begitu akurat serta teliti.
Lucinda menarik kesimpulan khusus terhadap kondisi kesehatan Kevin saat ini.
"Benar dugaanku, kalau dia dalam kondisi yang sangat aneh, aku akan memeriksa cairan infus yang terpasang pada tubuh Kevin".
Lucinda meraih tabung berisi cairan dari tiang infus yang diletakkan di dekat ranjang tidur Kevin Jansen.
"Pasti ada yang dimasukkan disini".
Lucinda mengambil sampel cairan infus menggunakan pipet medis lalu memasukkan cairan tersebut ke dalam tabung gelas kecil medis miliknya.
"Aku harus segera bekerja cepat, sebelum sesorang mengetahui yang aku lakukan ini".
Lucinda bekerja cekatan, jari jemarinya terampil memindahkan seluruh rangkaian kegiatan medis, dia berhasil mengerjakan satu misi dengan sukses.
"Aku akan membawa tabung kecil berisi cairan infus ini ke laboratorium terdekat disini".
Belum sempat Lucinda memasukkan tabung gelas kecil itu ke dalam tas medis yang selalu dibawanya itu, tiba-tiba saja terdengar suara seseorang memanggil dari luar tirai.
"Ada orang disana ? Siapa ?"
Lucinda tersentak kaget dan memilih bungkam.
"SREEEET... !!!"
Tirai yang mengelilingi pembaringan Kevin Jansen tersibak cepat.
Tampak sosok wanita berseragam perawat sedang berdiri dengan tatapan menyelidik namun tak seorangpun yang dia temui disini.
"Aneh, tidak ada orang disini, tapi aku melihat bayangan seseorang dari balik tirai ini".
Suster perawat itu segera mengedarkan pandangannya ke area sekitar tempat tidur Kevin.
"Mungkin hanya perasaanku saja, sebaiknya aku segera menyelesaikan pekerjaanku disini, kalau tidak panembahan Sugeng bisa murka padaku".
Suster perawat itu segera mengerjakan pekerjaannya, dia mengganti cairan uap pada mesin medis yang terpasang pada tubuh Kevin.
"Raden yang merepotkan, hanya bisanya terbaring diam tanpa berkegiatan, tahu tidak semua orang kerepotan mengurusmu".
Suster perawat itu mengeluh kesal pada Kevin yang terbujur diam.
"Untung saja kau adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis Klinting kuning kalau tidak, mungkin kau sudah dibuang ke jalanan"
Terdengar lagi cemoohan dari suster perawat pada Kevin yang membisu dipembaringan.
"Semua orang masih mempertahankan dirimu, raden sebab tanpa cap jempol tanganmu maka keluargamu tidak bisa menggunakan uang Kerajaan Klinting kuning untuk membiayai kehidupan mereka".
Suster perawat itu segera menyelesaikan pekerjaannya.
Diketuknya pelan kening Kevin dengan satu kali hentakan keras sembari mendengus kesal.
"Kenapa sih kamu tidak dimatikan saja, jadinya kami tidak repot-repot mengurusmu, raden !"
Suster perawat masih bicara sombong di dekat pembaringan Kevin.
"Tapi kalau kau dimatikan juga pastinya semua orang dikeluargamu tidak akan merasa kehilanganmu karena yang mereka inginkan darimu adalah kekayaan Kerajaan Klinting kuning milikmu itu."
Suster perawat berdecak keras sembari berkacak pinggang, menatap dingin kepada Kevin Jansen yang terbujur diam.
"Dan tentunya kami juga tidak usah repot-repot mengurusi tubuhmu yang tak berguna itu lagi, raden !"
Suster perawat membuang muka lalu melemparkan sarung tangan yang baru saja dipakainya itu ke arah tong sampah.
"Buih, kerja yang melelahkan, libur cuma sehari sekali setiap pekan, sangat membosankan bekerja disini".
Lagi-lagi suster perawat itu mengeluh kesal lalu dia segera menutup kembali tirai yang ada di pembaringan Kevin Jansen. Dan berlalu pergi dari kamar mewah ini.
"BLAM... !"
Suasana hening kembali, tenang, dan terasa dingin sebab diruangan kamar milik Kevin Jansen mesin pendingin ruangan selalu menyala sepanjang hari.
"Uhuk... ! Uhuk... ! Uhuk... !"
Terdengar suara orang terbatuk-batuk dari area tempat tidur Kevin Jansen.
Lucinda segera berlari keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa, dia menutupi hidungnya menggunakan kain kemejanya.
"Asap apa ini ???"
Pikirnya seraya berlari menghampiri sofa yang ada diruangan kamar ini.
Lucinda mencari-cari kotak kecil di dalam tasnya lalu dia menguarkan sebuah masker baru dari dalam plastik pembungkus.
"Sepertinya perawat itu memasukkan sesuatu yang berbahaya pada cairan asap dari mesin penunjang pernafasan teruntuk Kevin..."
Lucinda memakai masker lalu dia berlari kembali ke tempat tidur dimana Kevin Jansen terbaring disana.
Disibaknya tirai yang menutupi area pembaringan Kevin hingga terbuka bebas.
Lucinda cepat-cepat berlari ke arah jendela kamar yang terkunci itu. Dan raut wajahnya sangat cemas.
"Asap ini sepertinya mengandung bahan kimia berbahaya, aku harus membuka jendela kamar ini !"
Lucinda bergegas membuka jendela ruangan kamar tidur Kevin agar udara yang menyesakkan nafasnya didalam kamar ini bisa keluar. Dan tak lupa dia segera mematikan mesin pendingin ruangan kamar tidur Kevin Jansen.