NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5. Full effort?

Di gerbang sekolah, Nayna berbaur dengan teman-temannya yang baru saja berangkat. Dia berjalan beriringan, saling bercanda dan bertukar sapa.

Belum sampai di koridor, ekor matanya menangkap wajah yang tak asing dan kini tengah ... tersenyum.

Namun Nayna tak menggubris, dia berlalu, semakin mempercepat langkah menuju kelas.

Sosok itu terus mengikuti, lalu menepuk meja Nayna pelan saat dia melewatinya.

Kini, di meja terdapat secarik kertas yang terlipat. Tanpa membuka sedikit pun, Nayna merobek kertas itu, meremas kuat, lalu melempar ke arah tempat sampah yang tak jauh di belakang bangkunya.

Semua itu tertangkap jelas di pandangan mata Aksara. Ya, dialah yang memberikan sebuah catatan kecil, namun kini dibuang, tanpa pernah dibuka, apalagi dibaca.

Aku tahu, Nay. Mungkin kamu masih sakit hati perkara dulu. Tapi tolong, ijinkan aku memperbaiki semuanya.

Aksara menatap Nayna dengan wajah dingin tanpa ekspresi seperti biasa, namun di hatinya tengah memohon untuk bisa dekat dengan gadis itu, kembali. Gadis yang pernah terluka karena lisannya, beberapa tahun silam.

Nayna tahu, Aksara masih memperhatikan dirinya, tapi dia tak sedikit pun menoleh dan memberi ruang untuk laki-laki itu kembali datang.

Cukup sekali, aku bukan gadis bodoh yang akan kembali pada laki-laki yang sudah membuat hatiku hancur berantakan.

Benar, Nay. Masih banyak laki-laki di luar sana. Jangan jadi kerbau dung-u yang dicucuk hidungnya. Kamu layak menari indah tanpa jeratan siapa pun.

Gadis itu tersenyum simpul, kemudian membuka buku saat seorang guru datang dan mulai menjelaskan materi pelajaran.

*

Di rumahnya, Rahmat masih menimbang-nimbang ponsel di tangan. Gerakannya ragu saat layar mulai menyala, kemudian dia kembali diam, dengan mata terus mengawasi benda pipih di tangan.

Siti menghela napas, dia meraih ponsel di tangan suaminya, namun Rahmat berhasil merebut dan meletakkannya di atas meja.

"Mau sampai kapan, Yah? Dari tadi cuma gitu terus. Apa salahnya, Kakak minta bantuan ke Adik? Toh mereka sudah sukses sekarang, kita nggak lagi ngemis, cuma minta tolong dipinjami untuk tambahan modal. Adikmu tiga orang, sukses dengan karirnya masing-masing, masa iya nggak mau bantu?" Siti mengomel dengan bibir mengerucut kesal.

"Kalau Ayah nggak berani ngomong, biar aku aja. Siniin hape-nya," sambung Siti dengan tangan terulur ke arah meja. Namun, lagi-lagi Rahmat kembali mengamankan benda itu dari jangkauan sang istri.

"Iya, Bu, iya. Nanti aku hubungin mereka. Sabar dulu, mereka juga habis jalan-jalan ke luar negeri, mungkin saja kan uangnya lagi nipis, Bu," ucap Rahmat dengan wajah memelas. Dia sendiri tak tega merepotkan adik-adiknya yang sudah sibuk dengan keluarga masing-masing.

Mendengar itu, Siti bangkit dan berkacak pinggang. Daster motif bunga dengan warna yang mulai pudar, semakin manambah kesan 'horor' dari wanita itu.

"Apa? Jalan-jalan? Uang nipis? Yah, sampean anak mbarep. Laki-laki pula. Tolong yang tegas, jangan mau direndahkan adik-adikmu terus. Apa mereka nggak ingat, sebelum menikah, siapa yang biayain mereka sekolah sampai sarjana? Rumah siapa yang dijadiin tempat kos gratis sampai tahun-tahunan? Bukan aku mau ikut campur perkara keluargamu, Yah. Tapi sebagai anak tertua, jangan mau dimanfaatin terus seperti ini. Selama ini aku diam karena menjaga perasaanmu, tapi apa Ayah tahu? Mereka sama sekali tak ada yang membantuku jualan, bahkan mengurus rumah seperti nyapu, ngepel. Kerjaannya keluar, main sampai larut malam. Ayah nggak tahu, kan? (Siti terdiam sesaat untuk mengatur napas, lalu kembali membuka suara)... Aku, Yah. Aku yang terus-terusan kena tegur tetangga karena tingkah mereka. Dibilang sebagai kakak, kita nggak bisa didik dengan baik. Setiap aku buka suara, mereka bilang aku cerewet dan banyak ngatur, sedangkan kakaknya sendiri juga santai-santai saja. Ya jelas, karena Ayah jarang di rumah, kebanyakan ke luar kota."

Siti terduduk lemas setelah meluapkan unek-unek yang dia simpan sendiri bertahun-tahun lamanya. Wanita itu menutup wajah, lalu terisak.

Rahmat masih bergeming tanpa gerakan apa pun. Dia membeku setelah mendengar semua beban yang dipendam sang istri, sendirian.

Barulah saat tangisan Siti pecah, Rahmat mendekat dan memeluk wanitanya. Ada rasa sakit yang tak terkira melihat sang istri menangis karena amarah kepada saudaranya sendiri, yang bahkan dia tak tahu kelakuan mereka melukai perasaan Siti sebagi istri kakaknya.

"Bu, istighfar. Maafkan aku, maafkan mereka juga. Ini semua salahku yang kurang bisa mendidik mereka."

Siti menoleh, menatap manik hitam suaminya dengan mata sembab.

"Bukan, ini bukan salahmu, Yah. Mereka sudah dewasa. Aku tahu, kalian yatim piatu dan beban tanggung jawab ada di pundakmu. Tapi saat Bapak dan Ibu meninggal, usia kalian bukan lagi anak-anak, yang masih harus dibimbing karena hal-hal kecil sekali pun."

Rahmat mengangguk lalu mengusap kedua bahu istrinya, kemudian mencium kening yang basah oleh keringat.

"Udah ya, jangan nangis lagi. Nanti kalau tetangga tahu, dikira aku yang macem-macem. Udah, cup, cup, cup, hidungmu jadi merah, Bu ... mana keluar ingusnya kayak bocil kebanyakan jajan es."

Siti menjauhkan wajah dari suaminya, meraih bantal sofa dan memukul sekuat tenaga pada wajah pria yang cepat ditutupi dengan kedua lengannya.

Rahmat berlari menghindar, sementara Siti enggan mengejar dan memilih meraih kotak tisu -membersihkan lahar dingin yang keluar tanpa peringatan dari hidung.

Saat dia sibuk dengan proyeknya, sang suami kembali datang sambil tersenyum.

"Makanya, jangan kebanyakan minum es, pilek kan?"

Siti hanya diam, melirik tajam laki-lakinya tanpa berniat mengejar untuk membalas.

"Udah ya, Bu. Aku jemput Nayna dulu. Mau dibeliin apa? Jangan es ya, ntar makin meler tu hidung ... aduh!"

Rahmat berteriak saat sebuah bantal sofa mengenai wajahnya. Bukannya marah, pria itu justru tertawa melihat ekspresi sang istri.

"Nah gitu, aku lebih suka lihat wajahmu yang galak gitu dari pada liat kamu nangis, Bu."

Sederhana, namun berhasil membuat Siti diam-diam mengulum senyum kecil.

**

Nayna dan Tania beranjak keluar kelas, saat bel pulang berdering nyaring. Namun langkah mereka seketika terhenti saat sebuah lengan menghadang tepat di ambang pintu.

"Minggir, kita mau balik, nggak usah ganggu!" Tania memukul lengan Sandy yang berdiri menyilangkan kaki sambil bersandar di daun pintu.

"Nay, pulang sama aku yuk. Dijamin selamat sampai rumah tak kurang suatu apa, sekalian mampir beli martabak apa salak buat calon mertua." Sandy tersenyum ke arah salah satu gadis di hadapannya.

Tanpa sepatah kata pun, Nayna menunduk dan melewati bagian bawah ruang kosong yang Sandy ciptakan dari lengannya. Tak lupa, Nayna menarik serta tangan Tania dan keduanya berlalu pergi meninggalkan Sandy dengan wajah kebingungan.

Sementara itu dari kejauhan, tepatnya di parkiran sekolah, Aksara menatap Nayna yang berjalan riang bersama Tania. Hatinya berperang, ingin mendekati gadis itu, namun ada rasa kesal mengingat kejadian kertas pagi tadi.

Ah, kenapa sekarang jadi nggak bisa lepasin dia? Kenapa dulu bikin dia marah?

Sekarang kan Nayna cantik, meski dulu sama aja, cuma semakin ke sini, dia semakin pintar merawat diri. Nggak cuma kamu yang ngejar dia. Tuh lihat, Sandy juga nggak kehabisan akal.

Makanya usaha, jangan plonga plongo aja. Ditolak ya usaha lagi sampai diterima. Cowok itu harus full effort!

Aksara memukul helm di pangkuannya. Tak lama kemudian, dia mengenakan benda itu di kepala, lalu menyalakan mesin, melaju menuju gerbang.

Di sana, dia melihat Nayna duduk sendiri dengan ponsel yang masih tergenggam di tangan.

Majulah, ajak balik bareng. Jangan cemen!

Aksara menarik napas dalam, bersiap menghampiri Nayna.

Sementara itu di sisi lain, Sandy juga bersiap mendekati Nayna yang duduk sendiri. Dia membulatkan tekat lalu tersenyum kecil.

Nayna, Abang datang!

Kedua laki-laki itu datang bersamaan, membuat Nayna mengerutkan kening tanpa membuka suara. Sedangkan Rahmat datang tak lama setelahnya.

Nayna bangkit menghampiri sang ayah, memakai helm, naik di bagian belakang dan berlalu pergi meninggalkan dua orang cowok yang saling tatap.

"Lo ngapain di sini?" ucap keduanya hampir bersamaan.

***

1
Dewi Ink
musuh bgt 😅😅
Dewi Ink
🤣🤣🤣
Alyanceyoumee
lah, jangan jadi matre Bu Siti. Pak wistu nyebelin.
Alyanceyoumee
ga suka!
Alyanceyoumee
bagus nay..
Alyanceyoumee
waduh, na... tiba-tiba saja ketemu sama camer.
Pandandut
nah ini baru gentle nih
Pandandut
jadi inget dulu jerit jerit pas jurit malam wkwkwk
Kutipan Halu
untuk ajaa ayahnya segera datang kalau nggk udah kena modus dua cowok itu2 tuh 😂
Iqueena
Hahah, anteng dulu ya Bu 🤣
Iqueena
Ya Allah, ada aja ujian mereka
Iqueena
Ayo diingat lagi Na
Iqueena
Sebentar sebentar, jadi bukan ortu kandung Nayna?
TokoFebri
yang kayak gini itu bacanya sedikit nyesek. Sandy cengengesan tapi sebenarnyaa hatinya raapuh.
TokoFebri: salam ke Sandy ya Thor. semangat. hihihi
total 2 replies
Yoona
siapa yang natap nanya dari jauh itu, penasaran 🤔🤔
Septi Utami
aku kok muak ya sama Melda!!!
Bulanbintang: Aku juga,😥
total 1 replies
Miu Nuha.
mau pinjem PR kok /Hey//Hey/
Miu Nuha.
pinisirin juga nih aku 🤔
Miu Nuha.
gara2 ketemu mantan
Miu Nuha.
jangan nakutin tooo /Sweat//Sweat/
Bulanbintang: Demi keselamatan sang anak,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!