Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 ~ Hampir Terungkap
Bab 23
Abi menguap lagi, padahal ia sudah mandi. Semalam sulit memejamkan mata. Selain berada di tempat baru dengan status baru, banyak hal yang dia pikirkan. Sudah memakai lagi baju batik yang semalam digunakan saat mendatangi rumah itu. Menatap Adel yang masih berada di balik selimut.
Semalam ia mengalah u
ntuk tidur di lantai beralas karpet dan selimut tebal. Mungkin hal ini juga yang membuatnya sulit tidur. Harus pelan-pelan menjalani hubungannya dengan wanita yang mendadak ia nikahi.
Saat memeriksa ponselnya terlihat pergerakan di ranjang.
“Mas Abi sudah bangun?” Adel mengusap wajah lalu menatap jam dinding. “Masih subuh.”
“Iya, jam kerja aku lebih awal dibanding karyawan lain dan harus mampir ke kosan juga untuk ganti baju.”
Adel turun dari ranjang dan lebih dulu keluar kamar. Semalam Papanya memberi nasehat agar menjadi istri yang baik. Melayani dan memastikan kebutuhan Abi. Meski pernikahan mereka mendadak dan entah apa yang akan terjadi di depan karena sama-sama belum ada perasaan, untuk saat ini Adel menghormati Abi sebagai suaminya.
“Bikin apa?” tanya Abi lirih mengikuti Adel ke dapur.
“Coklat hangat,” sahut Adel lalu menuangkan ke dalam tumblr. “Nanti sarapan saya bawakan sekalian.” Memasukan beberapa potong cake dan roti ke dalam kotak makan lalu meletakan dalam goody bag.
Abi menatap goody bag yang disodorkan Adel. Mendadak ia teringat mami yang pernah menyodorkan bekal sebelum berangkat. Dulu ia selalu menolak bekal yang dibawakan mami dan menjadi penyesalan saat ini.
“Mas Abi tidak suka?” tanya Adel lirih.
“Oh, suka.” Gegas Abi menerimanya, tidak ingin hal itu menjadi penyesalan lagi di masa depan. “Aku jalan ya.”
Adel membuka pintu depan juga pagar mempersilahkan Abi dengan motornya keluar. Menatap punggung suami yang perlahan menjauh.
“Pagi sekali suamimu berangkat,” ujar Papa yang sudah berada di ruang tamu saat Adel masuk.
“Iya pah, memang jam kerjanya begitu. Dia mau ke kosan dulu ganti baju.”
“Kalian sudah bicarakan mau tinggal di mana?”
Adel masih berdiri dan terdiam, hal ini belum mereka bahas.
“Papa tidak masalah kalau mau tinggal di sini, malah senang rumah jadi tidak sepi. Kalaupun Abi mau ajak kamu untuk hidup mandiri, ya silahkan saja.”
“Nanti aku bicarakan dengan Mas Abi.”
***
Sampai di kantor, Adel langsung ke pantry mencari Abi. Tidak terlihat di sana, tapi pandangannya tertuju pada tumbler dan kotak makan di atas meja. Ternyata sudah kosong. Adel pun tersenyum mendapati Abi menikmati apa yang sudah dia bawakan. Sudah ia bawakan lagi bekal lain yang menu yang lebih berat dan ditinggalkan di atas meja lalu mengirim foto kotak bekal untuk Abi.
Saat berbalik hendak meninggalkan pantry, ia terkejut seseorang sudah berdiri di belakangnya.
“Ya ampun, Mas Abi. Bikin kaget aja.”
Abi tersenyum lalu menunjuk ke arah meja. “Buatku?”
Karena posisi yang begitu dekat, Adel hanya bisa mengangguk.
“Makasih ya, jadi enak. Biasanya mau kopi bikin sendiri. Mau sarapan beli sendiri. Sekarang ada yang buatkan, dianterin pula.”
“Nggak usah lebay mas, kita ‘kan satu kantor.”
Abi mengangguk lalu menoleh ke arah pintu memastikan tidak ada orang dan kembali menatap Adel yang berada di hadapannya. Tinggi tubuh mereka agak berbeda membuatnya sedikit menunduk untuk menatap Adel.
“Hubungan ini mau dirahasiakan atau gimana?”
“Hm. Untuk sementara kita rahasiakan dulu, nanti saya mau laporan ke HRD sudah berganti status menikah. Tapi tunggu surat nikahnya keluar.”
“Oke.”
Terdengar suara langkah dan kedua orang berbincang, Adel langsung bergeser meninggalkan pantry.
“Eh, Adel.” Ternyata Mona yang datang. “Mas Abi, buatkan saya kopi ya. Jangan manis-manis, saya udah manis.”
“Iya, mbak,” sahut Abi sambil membereskan meja dan menyimpan kotak bekal yang dibawakan Adel. Wajahnya tersenyum membuat Mona yang menunggu menatapnya aneh.
“Kamu kenapa senyum-senyum?”
“Ah, nggak pa-pa,mbak.”
“Dih, ganteng-ganteng nggak waras. Anterin ke meja saya ya.”
Bahkan Abi belum menjawab, tapi Mona sudah pergi.
“Yang nggak waras ‘kan situ. Tega menjebak teman sendiri. Adel pasti kecewa kalau tahu temannya ternyata busuk.”
Jam sepuluh Zahir mengadakan rapat mendadak. Semua sudah hadir di ruangan rapat, termasuk Adel dan Mona. Masih mengalami morning sickness, membuatnya tidak bersemangat. Wajahnya agak pucat merasa kepalanya pening. Aroma parfum dari rekan-rekannya cukup membuat mual.
Zahir memasuki ruangan lalu menyapa bawahannya. Nela memanggil Abi agar menyiapkan kopi dan air mineral untuk seluruh peserta rapat. Seakan tahu yang dirasakan Adel, Abi membawa baki berisi secangkir kopi milik Zahir dan beberapa piring kecil permen mint.
Nela mulai membuka rapat dan mempersilahkan Zahir bicara. Abi baru mulai membagikan botol air mineral.
“Sebelum kita bahas beberapa hal, ada berita baik yang perlu kalian tahu. Salah satu rekan kalian tadi malam baru saja menikah.
Deg.
Bukan hanya Adel yang terkejut, tapi Abi juga. Padahal Abi sudah menyampaikan pada Zahir agar merahasiakan masalah ini saat ia mengirim foto semalam.
“Wah, siapa tuh,” ucap Mona. “Jadi pengen ikutan kawin.”
“Nikah bukan kawin,” seru rekan lainnya membuat Mona terbahak.
Adel melirik Abi yang berada di sebrang meja meletakan botol air dan menatap ke arahnya.
“Saya pikir pernikahan saya mendahului kalian yang masih lajang ternyata tidak. Selamat ya atas pernikahannya.”
“Ih, siapa sih pak, jadi penasaran deh,” cetus Mona dan diiyakan oleh yang lain.
Zahir tersenyum menatap bergantian Adel dan Abi.
“Yang semalam menikah itu, Adelia,” ujar Zahir. Wajahnya tersenyum smirk menatap ke arah Adel.
Ruangan itu mendadak heboh karena Adel menjadi perhatian.
“LO serius udah nikah?” tanya Mona, bahkan menatap Adel dan Zahir bergantian. Merasa tidak tahu berita ini, menduga ada rahasia antara sahabat dan atasannya.
Abi masih berada di ruangan itu, khawatir dengan kondisi Adel. Saat ia melihat Zahir, pria itu hanya mengedikkan bahu.
“Silahkan Adel, jelaskan pada rekan-rekan di sini. Mereka pasti penasaran.”
Adel tersenyum terpaksa lalu mengangguk.
“Semalam saya memang menikah,” ucap Adel.
“Hah, sama siapa?” tanya Mona dengan wajah masih menunjukan keterkejutan. Menduga kalau Adel menikah dengan Zahir karena sebelumnya selalu menagih tanggung jawab terhadap atasannya itu.
“Awalnya hanya lamaran, tapi Papa menyarankan untuk menikah,” jelas Adel meski perasaannya kacau. Khawatir kalau ia dan Abi menjadi bahan ejekan apalagi kalau Zahir sampai mengungkap dia sudah hamil.
“Kapan resepsinya, jadi penasaran sama suami Adel.”
Adel hanya menjawab dengan senyum. Zahir kembali mengajak rekannya untuk fokus.
“Kasihan Adel jadi malu, kita lanjut lagi rapatnya.”
“Tapi kok dadakan sih Del, kayak yang udah hamil duluan aja,” cetus Mona.
Raut wajah Adel berubah datar sedangkan Zahir kembali tersenyum dan bersedekap. Merasa suasana di ruangan itu berubah chaos.
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu
kalo perlu zahir nya ngk punya apa " dan tinggal di kontrakan biar kapok
sedia payung sebelum hujan